AS Desak Eropa untuk Hadang Destabilisasi Timur Tengah
Presiden Amerika Serikat Joe Biden berharap sekutunya di Eropa bisa bekerja sama untuk mencegah destabilitasi kawasan TImur Tengah karena tindakan Iran yang terus memperkaya uraniumnya. Bola kini di tangan Iran.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, SABTU – Presiden Amerika Serikat Joe Biden mendesak sekutunya, negara-negara Uni Eropa, untuk bekerja sama mengekang kegiatan yang berdampak pada destabilisasi kawasan Timur Tengah oleh Iran. AS berencana tidak akan menerapkan kebijakan tambahan sebelum ada perundingan langsung dengan Teheran dan negara-negara penanda tangan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015.
"Ancaman proliferasi nuklir membutuhkan diplomasi dan kerja sama yang cermat di antara kita. Itu sebabnya kami mengatakan kami siap untuk terlibat kembali dalam negosiasi dengan P5 + 1 tentang program nuklir Iran," kata Presiden Biden dalam Konferensi Keamanan Munich, Jumat (19/2). Negara P5+1 mengacu pada lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa dan Jerman.
Pernyataan Biden muncul sehari setelah pemerintahannya setuju untuk kembali ke perundingan nuklir dengan Iran, yang difasilitasi oleh tiga negara anggota Uni Eropa, yaitu Inggris, Perancis dan Jerman. Tidak hanya itu, meski tidak diumumkan secara terbuka, AS diketahui telah menarik pernyataan pemerintahan sebelumnya yang menggunakan mekanisme snapped back sebagai legitimasi penjatuhan kembali sanksi bagi Iran secara unilateral.
Selain itu, pemerintahan Biden juga telah mencabut sebagian larangan bepergian atas misi diplomatik Iran di New York.
Penjabat Duta Besar AS Richard Mills telah mengabarkan kebijakan tersebut pada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kamis (18/2), terutama soal pembatalan pernyataan pemerintahan Trump bahwa semua sanksi PBB telah diberlakukan kembali terhadap Iran pada bulan September 2020.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price juga menyatakan bahwa Washington telah menerima undangan dari Direktur Politik Uni Eropa Enrique Mora untuk sebuah pertemuan informal yang akan melibatkan pemerintah Iran. Price menyebut pertemuan itu akan membahas jalan diplomatik ke depan.
Tetapi, sejauh ini, Iran masih dingin dengan perubahan sikap AS. Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif berkeras bahwa mereka bersedia berbicara jika AS mencabut seluruh sanksi yang dijatuhkan oleh Trump. Iran juga mempertahankan keputusannya untuk membatasi akses pengawas nuklir Badan Energi Atom Internasional atas lokasi-lokasi pengayaan nuklirnya.
Jubir Kemenlu Iran Saeed Khatibzadeh menyatakan bahwa Iran telah menganggap negara P5+1 tidak ada karena AS sendiri telah menarik diri dari JCPOA tahun 2018, saat masih dipimpin Donald Trump.
"Gestur baik-baik saja. Tetapi untuk menghidupkan kembali P5 + 1, AS harus bertindak: cabut seluruh sanksi. Kami akan menanggapi," cuit Khatibzadeh.
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan, pemerintahan Biden telah menunjukkan itikad baik dan melihat pertemuan, yang difasilitasi UE, sebagai awal dari jalan panjang untuk memulihkan dan membangun kembali kesepakatan nuklir. Jika Iran menolak, menurut pejabat yang tidak mau disebutkan namanya itu, tindakan tersebut amat disayangkan.
Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki memberi isyarat bahwa bola kini berada di tangan Pemerintah Iran. (AFP/Reuters)