Alarm Ebola Afrika Kembali Menyala
Setelah berhasil memadamkan wabah ebola, Afrika kembali melaporkan munculnya kasus ebola baru. Upaya pengendalian penyakit ini harus dilakukan dengan cepat agar kasusnya tidak semakin meluas.
Seorang perawat dari klinik lokal di perdesaan Goueke, Prefektur Nzerekore, Guinea, meninggal dunia, 28 Januari 2021. Setelah pemakamannya, enam orang yang hadir di acara itu mengalami gejala mirip ebola. Dua orang di antara mereka meninggal, empat orang lainnya dirawat. Otoritas kesehatan Guinea pun menyatakan wabah ebola kembali muncul di negara itu. Kasus di Guinea menyalakan kembali alarm ancaman ebola di Afrika.
Hingga Selasa (16/2/2021), Guinea telah mencatat 10 kasus terduga ebola dan lima kasus meninggal. Sebanyak 115 kontak erat kasus positif di Nzerekore dan 110 kontak di Conakry pun sudah teridentifikasi.
Satu pekan sebelumnya, Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo (DRC) mengumumkan telah mendeteksi kasus ebola di kota Butembo, Provinsi Kivu Utara. Institut Penelitian Biomedis Nasional (INRB) Cabang Butembo mengonfirmasi ebola dari sampel yang diambil dari pasien dengan gejala mirip ebola yang menjalani perawatan di fasilitas kesehatan setempat. Perempuan ini adalah istri dari penyintas ebola. Perempuan itu kemudian meninggal. Sebanyak 70 kontak eratnya sudah teridentifikasi.
Alarm ebola di Afrika pun kembali menyala. Guinea langsung menyatakan bahwa wabah ebola kembali terjadi. Hasil pengurutan genom mengonfirmasi bahwa virus ebola yang muncul di DRC bukanlah varian baru, melainkan virus yang sama dengan virus yang memicu wabah tahun 2018-2020.
”Kami belum dapat mengidentifikasi asal-usul virus ini,” ujar Eugene Nzanzu Salita, Menteri Kesehatan Provinsi Kivu Eugene.
Baca juga : Guinea Menemukan Kasus Ebola Baru
Bagi Guinea dan DRC, wabah kasus ebola sekarang bukanlah yang pertama terjadi. Guinea merupakan satu dari tiga negara di Afrika Barat yang terdampak paling parah oleh wabah ebola pada 2014-2016.
Wabah ebola tahun 2014-2016 di Guinea itu tercatat merupakan wabah ebola paling mematikan di dunia sampai sekarang. Dari kawasan Afrika Barat, kasus ebola menyebar melalui Liberia dan Sierra Leone, menginfeksi lebih dari 28.000 orang di 10 negara dan menewaskan lebih dari 11.000 orang.
6 negara waspada
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meminta enam negara Afrika lainnya untuk mewaspadai kemungkinan menyebarnya infeksi ebola. Keenam negara itu adalah Senegal, Guinea-Bissau, Mali, Pantai Gading, Sierra Leone, dan Liberia.
”Sangat memprihatinkan melihat kemunculan kembali ebola di Guinea, negara yang sudah menderita begitu besar akibat penyakit ini. Namun, mengandalkan keahlian dan pengalaman yang didapat selama wabah sebelumnya, tim kesehatan di Guinea bergerak cepat melacak peredaran virus ini dan mengendalikan kemungkinan infeksi berikutnya,” tutur Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO Afrika, seperti dilaporkan di laman resmi WHO, Minggu (14/2/2021).
”WHO mendukung otoritas untuk menyiapkan layanan tes, penelusuran kontak, dan pengobatan serta merespons dengan cepat,” ucap Moeti.
Sementara DRC telah mengalami wabah ebola 10 kali. Wabah yang sama pernah melanda Kivu, DRC, tahun 2018 sebelum akhirnya dinyatakan berakhir pada Juni 2020. Wabah tersebut merupakan wabah ebola terbesar kedua di dunia. Ketika dinyatakan berakhir, jumlah kasusnya mencapai 3.481 dengan kasus meninggal 2.299 kasus dan 1.162 penyintas.
Baca juga : Cegah Ebola Meluas, Guinea Lacak Warga yang Kontak dengan Penderita
Alarm wabah ebola di Afrika kali ini lebih cepat berbunyi daripada wabah yang sama tahun 2014-2016. Tenaga kesehatan lokal mampu dengan cepat mengidentifikasi kluster kasus. Tim penelusuran kontak juga telah dengan cepat diterjunkan ke lapangan.
”Banyak hal yang telah dipelajari dari wabah sebelumnya, termasuk kebutuhan untuk melibatkan komunitas sejak awal,” kata Georges Ki-Zerbo, Kepala Perwakilan WHO Guinea, seperti dikutip New York Times, 14 Februari 2021. Yang juga perlu dilibatkan adalah dukun yang sering kali menjadi tempat pertama warga di pedalaman untuk berobat.
”Tidak biasa kasus ebola muncul pertama pada tenaga kesehatan,” ujar Ki-Zerbo. ”Penting untuk mengetahui pada situasi seperti apa dia kemungkinan terinfeksi.”
Vaksinasi
Menteri Kesehatan Guinea Remy Lamah mengatakan, tak seperti saat menghadapi wabah ebola tahun 2014-2016, Guinea sekarang memiliki kapasitas untuk menghentikan wabah. Kemampuan layanan kesehatan sudah membaik. Selain itu, kini telah ada calon vaksin ebola yang sejauh ini hasilnya menjanjikan.
Vaksin tersebut kini telah siap dikirim ke Guinea dan diperkirakan tiba dalam beberapa hari lagi.
Ki-Zerbo mengatakan, vaksin tidak disiapkan untuk penggunaan rutin sehingga tidak otomatis diberikan kepada warga di perdesaan Guinea. Vaksin diberikan pada populasi tertentu ketika wabah terjadi.
Kemunculan ebola sekarang juga menjadi perhatian dunia internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan mengeluarkan 15 juta dollar AS dana bantuannya untuk mendukung Guinea dan DRC mengendalikan ebola.
Bahkan, pemerintahan Joe Biden di Amerika Serikat pun menyebutkan akan melakukan apa pun untuk membantu Guinea dan DRC dalam mengendalikan ebola. ”Kita tidak bisa mengendurkan upaya, bahkan saat memerangi Covid-19 sekalipun. Kita harus memastikan kapasitas dan pendanaan ketahanan kesehatan dunia,” kata Jen Psaki, juru bicara Gedung Putih.
Asal virus
Ebola adalah penyakit yang disebabkan oleh virus ebola yang ditularkan dari hewan liar ke manusia. Asal virus belum diketahui secara pasti, tetapi bukti memperlihatkan kemungkinan kelelawar buah (Pteropodidae) merupakan asal virus ebola.
Ebola pertama kali teridentifikasi pada 1976 ketika dua wabah terjadi di Desa Yambuku, dekat Sungai Ebola, di Republik Demokratik Kongo, dan satu daerah terpencil di Sudan.
Seseorang yang terinfeksi virus ini bisa mengalami sakit yang parah, bahkan sering fatal. Virus ebola bisa menyebabkan demam berdarah parah pada manusia dengan angka kematian mencapai 90 persen.
Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak, lemas yang hebat, nyeri otot, sakit kepala, dan sakit tenggorokan. Gejala tersebut biasanya diikuti oleh muntah, diare, ruam, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta dalam beberapa kasus perdarahan internal ataupun eksternal.
Terdapat empat jenis subtipe virus ebola di kawasan Afrika, yaitu subtipe Bundibugyo, Pantai Gading, Sudan, dan Zaire. Mayoritas wabah ebola yang terjadi disebabkan oleh tipe Bundibugyo, Sudan, dan Zaire.
Virus ebola menular ke manusia dari hewan liar dan menyebar di tengah komunitas melalui penularan antarmanusia. Seseorang bisa tertular melalui kontak dengan darah, cairan tubuh, kotoran, dan atau lapisan kulit yang terkelupas dari orang yang terinfeksi.
Tidak ada terapi definitif untuk orang yang terinfeksi ebola. Terapi pendukung, seperti rehidrasi melalui mulut atau infus dan terapi spesifik untuk mengatasi gejalanya, mampu meningkatkan kesintasan pasien.
Baca juga : Gagal di Ebola dan Hepatitis, Remdisivir Kini untuk Covid-19
Sementara terkait vaksinnya, WHO bersama Kementerian Kesehatan Guinea, Dokter Lintas Batas (MSF), Norwegian Institute of Public Health, dan para mitra internasional lainnya berkolaborasi mengembangkan vaksin ebola. Vaksin yang dinamai rVSV-ZEBOV diuji klinis tahun 2015 dengan melibatkan 11.841 partisipan.
Hasilnya, di antara 5.837 partisipan yang disuntik vaksin itu tidak tercatat adanya infeksi ebola dalam 10 hari setelah suntikan. Sedangkan pada kelompok partisipan yang tak mendapat suntikan vaksin terdapat 23 kasus positif dalam 10 hari setelah disuntik.
Upaya Afrika mengendalikan kasus ebola yang kembali muncul di tengah pandemi Covid-19 akan menjadi langkah penting. Gagal dalam ebola, juga dalam Covid-19, akan semakin membuat negara-negara Afrika tertinggal jauh dalam pembangunan. Ini menjadi momentum yang tepat bagi dunia untuk mengulurkan tangan kepada Afrika agar bisa bangkit. (REUTERS)