Ketika pandemi Covid-19 masih merajalela di dunia, virus ebola kembali menghantui Afrika.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
CONAKRY, MINGGU —Pemerintah Guinea, Afrika Barat, menemukan virus ebola baru setelah tiga orang meninggal dan empat orang sakit. Ini kabar kemunculan pertama sejak wabah ebola mendera Afrika Barat pada 2013-2016. Keempat orang yang sakit itu mengeluhkan demam, diare, muntah, dan pendarahan setelah menghadiri pemakaman di daerah Goueke.
Kementerian Kesehatan Guinea, Minggu (14/2/2021), menyebutkan, salah satu korban meninggal yang dimakamkan pada 1 Februari adalah perawat di puskesmas lokal. Ia meninggal setelah dipindah ke tempat pelayanan kesehatan di Nzerekore yang berbatasan dengan Liberia dan Pantai Gading.
Wabah ebola di Afrika Barat pada 2013-2016 berawal di Nzerekore hingga menewaskan sedikitnya 11.300 orang. Mayoritas kasus ebola ditemukan di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone.
Jika ebola kembali menyebar, tim medis Guinea akan semakin kewalahan karena di saat yang sama mereka masih harus menangani pandemi Covid-19. Di Guinea terdapat 14.895 kasus Covid-19 dan 84 orang meninggal.
Jika terinfeksi ebola, seseorang akan mengalami muntah-muntah dan diare parah. Virus ebola yang menular melalui kontak dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi itu tingkat kematiannya lebih tinggi ketimbang Covid-19. Berbeda dengan Covid-19, virus ebola tidak bisa menyebar melalui perantara asimtomatik. Tim medis Guinea tengah melacak dan mengisolasi kontak kasus-kasus ebola dan pemerintah akan membuka puskesmas di Goueke.
Pemerintah Guinea juga sudah meminta bantuan vaksin ebola ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selama beberapa tahun terakhir, vaksin yang baru telah berkembang pesat dan memiliki tingkat keberhasilan tinggi. ”Munculnya lagi kasus ebola di Guinea mengkhawatirkan karena kasus yang dulu saja sudah membuat kewalahan,” kata Direktur Regional WHO untuk Afrika Matshidiso Moeti dalam pernyataan tertulisnya.
Kualitas vaksin dan perawatan yang lebih baik dalam menangani ebola membantu mengakhiri wabah ebola. Republik Demokratik Kongo, Juni lalu, menyatakan berhasil menumpas ebola setelah dua tahun wabah meluas dan menewaskan 2.200 orang.
Virus yang diduga berasal dari kelelawar itu juga ditemukan pertama kali di Zaire (kini bernama Republik Demokratik Kongo) pada 1976. Namun, Republik Demokratik Kongo kembali menemukan empat kasus ebola baru di Provinsi Kivu Utara sejak 7 Februari.
WHO akan memantau negara-negara tetangga Guinea, yakni Liberia dan Sierra Leone, untuk mengantisipasi penularan. Selain kedua negara itu, WHO juga telah meminta Mali, Senegal, dan Pantai Gading berjaga-jaga.
Virus Zaire
Virus tropis ebola pertama kali ditemukan di Afrika Tengah pada 1976 dan diberi nama Zaire, seperti nama sungai di Republik Demokratik Kongo. Ada lima spesies virus yang menyebabkan penyakit pada manusia, yakni Zaire, Sudan, Bundibugyo, Reston, dan Tai Forest. Spesies Zaire, Sudan, dan Bundibugyo yang kemudian menyebabkan wabah di Afrika.
Pembawa virus ebola itu diduga adalah kelelawar yang menularkan bakteri ke manusia yang memakan daging kelelawar. Selain kelelawar, hewan lain yang diduga menularkan virus itu adalah simpanse, gorila, monyet, landak, dan antelop hutan. Hewan-hewan itu selama ini termasuk hewan buruan yang dikonsumsi di Afrika.
Penularan antarmanusia juga bisa terjadi jika ada kontak darah, cairan tubuh, atau kontak dengan organ yang terinfeksi atau orang yang meninggal akibat ebola. Ini artinya, hanya menyentuh kulit penderita ebola atau bahkan orang yang sudah meninggal akibat ebola pun kita bisa tertular. Virus ebola juga menular melalui hubungan intim.
Mereka yang sudah terinfeksi tidak akan menulari sampai gejala-gejalanya muncul. Virus ini menjadi semakin menular bahkan masih berbahaya setelah korban tewas dan hendak dimakamkan. WHO menyebutkan, selama masa periode inkubasi antara 2-21 hari, ebola lalu berkembang dan penderita akan mengalami demam, lemas, sakit pada otot dan persendian, sakit kepala, dan radang tenggorokan.
Gejala-gejala yang muncul lainnya biasanya muntah, diare, sakit kulit, gagal ginjal dan hati, serta pendarahan dalam dan luar. Bagi korban yang sembuh, dampak lanjutannya adalah masalah pada penglihatan, kesulitan pendengaran, radang sendi, dan radang mata. Dari hasil studi di Guinea tahun 2015, vaksin yang dikembangkan oleh kelompok perusahaan Amerika Serikat, Merck Shape dan Dohme, terbukti efektif
Vaksin itu sudah disetujui WHO dan lebih dari 300.000 dosis sudah digunakan selama program vaksinasi di Republik Demokratik Kongo. Vaksin kedua yang masih dalam tahap eksperimen dikembangkan oleh kelompok perusahaan AS, Johnson & Johnson, dan diperkenalkan Oktober 2019 di daerah yang tidak terinfeksi. Lebih dari 20.000 orang sudah divaksinasi.
Wabah ebola terparah mulai terjadi Desember 2013 di Guinea, kemudian menyebar ke Liberia dan Sierra Leone. WHO memperkirakan 11.300 orang tewas dari 29.000 kasus yang terdeteksi. Epidemi ke-10 dimulai 1 Agustus 2018 di Provinsi Kivu Utara, dan WHO menyatakan ebola sebagai ancaman kesehatan dunia pada Juli 2019.