Lolos Lagi dari Pemakzulan Buktikan Trump Masih Kuat Cengkeram Republik
Lolosnya Donald Trump, untuk kedua kalinya, dari pemakzulan memperlihatkan masih kuatnya pengaruh Trump di kalangan politisi Republik. Politisi Republik keder dengan balasan pendukung Trump jika mereka menghukum Trump.
Oleh
MH SAMSUL HADI DAN MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Donald Trump kembali lolos dari pemakzulan setelah upaya Partai Demokrat untuk menghukumnya melalui sidang di Senat untuk kedua kalinya kandas di tangan Partai Republik, Sabtu (13/2/2021). Hanya 57 anggota Senat mendukung agar Trump dinyatakan bersalah menghasut kerusuhan di Capitol, 6 Januari lalu. Sisanya, 43 anggota Partai Republik, menolak.
Dibutuhkan minimal dukungan 67 anggota Senat untuk menyatakan Trump bersalah. Hanya tujuh anggota Senat asal Republik mendukung upaya Demokrat. Kenyataan ini memperlihatkan betapa masih kuatnya cengkeraman pengaruh Trump di Partai Republik.
Trump, yang jarang terlihat sejak meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari lalu, meraup loyalitas mendalam dari para pendukungnya. Para politisi Republikan keder pada balasan pendukung Trump—jika mereka menghukum Trump— terutama terkait pemilu 2022 untuk menguasai Kongres dan pemilu 2024 yang mungkin bisa diikuti lagi oleh Trump.
”Sulit membayangkan Republikan bisa memenangi pemilu nasional tanpa pendukung Trump dalam waktu dekat,” kata Alex Conant, ahli strategi Republikan dan asisten Senator Marco Rubio dalam konvensi nasional melawan Trump menjelang Pemilu 2016.
Menurut para politisi Demokrat, banyak senator Republikan takut menyatakan Trump bersalah karena tak mau mendapat serangan balasan dari para pendukung Trump. ”Andaikata pemungutan suara dilakukan secara tertutup, bakal ada vonis bersalah (untuk Trump),” ujar Senator Richard Blumenthal dari Demokrat.
Tujuh anggota Senat dari Partai Republik yang sepakat bahwa Trump bersalah dalam sidang Senat adalah Senator Richard Burr dari North Carolina, Bill Cassidy dari Louisiana, Susan Collins dari Maine, Lisa Murkowski dari Alaska, Mitt Romney dari Utah, Ben Sasse dari Nebraska, dan Patrick Toomey dari Pennsylvania.
”Saya yakin, banyak warga Alaska sangat kecewa dengan sikap saya, tetapi saya yakin banyak juga warga Alaska yang bangga dengan sikap saya,” ujar Murkowski kepada media Politico.
Murkowski adalah satu-satunya orang dan tujuh Senator Republik itu yang masih berharap terpilih lagi pada pemilu 2022. Adapun enam senator lainnya akan pensiun atau masa jabatan mereka belum berakhir pada pemilu tahun itu.
Persidangan pada akhir pekan yang terjadi lebih dari sebulan setelah kerusuhan di Gedung Capitol, yang dilakukan oleh pendukung mantan Presiden AS Donald Trump, adalah hal yang jarang terjadi. Pasukan Garda Nasional yang dilengkapi dengan senjata berjaga-jaga di sekitar dan di dalam gedung selama persidangan berlangsung.
Dalam persidangan yang cepat, bukti-bukti rekaman yang dipertontonkan di muka sidang memperlihatkan para pendukung Trump yang menyerbu ke dalam Gedung Capitol telah menghancurkan tradisi transisi kekuasaan pemerintahan secara damai. Tindakan itu terjadi setelah Trump menolak mengakui hasil pemilihan yang dimenangi Biden.
Trump, kepada para pendukungnya di luar Gedung Putih, menyerukan agar mereka berjuang mati-matian baginya di Capitol ketika Senat tengah bersidang untuk mengesahkan kemenangan Dewan Elektoral Biden atas Trump. Setelah seruan Trump, para pendukung Trump yang sebagian melengkapi dirinya dengan perlengkapan tempur taktis menyerbu ke dalam Gedung Capitol.
Di tempat terpisah, Trump menyambut gembira atas gagalnya pemakzulan dirinya yang kedua. ”Gerakan bersejarah, patriotik, dan indah kami untuk Membuat Amerika Kembali Hebat (Make America Great Again atau MAGA) baru saja dimulai. Kami memiliki begitu banyak pekerjaan di depan kami dan segera kami akan muncul dengan visi untuk masa depan Amerika yang cerah, bersinar, dan tak terbatas,” katanya dalam pernyataan.
Demokrasi rapuh
Tidak lama setelah Senat memutuskan bahwa Trump tidak bersalah, Presiden AS Joe Biden mengatakan, hasil sidang Senat tersebut menjadi pengingat bahwa demokrasi di AS rapuh dan seluruh rakyat memiliki tugas untuk membela kebenaran.
”Ini adalah babak menyedihkan dalam sejarah negara kita dan mengingatkan bahwa demokrasi itu rapuh. Meskipun pemungutan suara terakhir tidak mengarah pada hukuman, substansi dakwaan tidak diperdebatkan,” kata Biden.
”Bahkan, mereka yang menentang hukuman itu, seperti Pemimpin Minoritas Senat (Mitch) McConnell, percaya Donald Trump bersalah karena melalaikan tugas yang memalukan dan bertanggung jawab secara praktis dan moral karena memprovokasi kekerasan yang terjadi di Capitol,” ucap Biden.
McConnel, mantan sekutu Trump, melontarkan teguran pedas terhadap mantan presiden tersebut, menyebut tindakannya sebelum serangan itu sebagai kelalaian yang memalukan dari tugas sebagai Presiden AS. McConnell menyebut serangan itu sebagai konsekuensi yang dapat diperkirakan oleh Trump, yang menggunakan posisinya sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat.
Ia juga menyebut Trump memuji para perusuh atas tindakan mereka untuk membatalkan pemilihan atau bahkan membumihanguskan gedung parlemen, Capitol. Pada saat insiden itu berlangsung, McConnell dan para anggota Kongres lainnya berlarian menyelamatkan diri dari serbuan massa.
Meski menolak menyatakan Trump bersalah, Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell menyebut Trump bertanggung jawab secara praktis dan moral atas penyerbuan pendukungnya di Gedung Capitol. ”Presiden Trump masih bertanggung jawab atas semua yang dia lakukan selama dia menjabat,” kata McConnell. ”Dia belum lolos dengan apa pun."
Sikap pengecut
Sementara Ketua DPR Nancy Pelosi, yang menjadi incaran para perusuh dalam peristiwa 6 Januari lalu, menuduh para senator Republik yang memilih untuk membebaskan Trump sebagai pengecut. ”Penolakan Senat Partai Republik untuk meminta pertanggungjawaban Trump karena memicu pemberontakan dengan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan akan menjadi salah satu hari paling gelap dan tindakan paling tidak terhormat dalam sejarah bangsa kita,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Dia menyatakan, para senator Republikan bersikap sebagai pengecut dan tidak bisa menghadapi kenyataan tentang tindakan-tindakan Trump serta pertaruhannya bagi AS.
”Para senator pengecut tidak bisa menghadapi apa yang presiden lakukan dan apa yang negara kita pertaruhkan, sekarang hanya sekadar memberikan tepukan di pergelangan tangan? Kita mengecam seseorang karena menggunakan alat tulis untuk tujuan yang salah. Kami tidak (berani) mengecam seseorang karena menghasut pemberontakan yang mematikan di Capitol,” kata Pelosi. (AP/REUTERS/AFP)