Partai Republik kembali membantu Donald Trump terbebas dari dakwaan menyulut kerusuhan dan terbebas dari ancaman pemakzulan. Bagi Demokrat, pembebasan Trump kali ini menjadi sejarah gelap demokrasi Amerika Serikat.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
WASHINGTON, MINGGU — Donald Trump kembali bebas dari pemakzulan setelah upaya Partai Demokrat yang berniat menghukumnya, untuk kedua kalinya kandas di tangan Partai Republik, Sabtu (13/2/2021). Hanya 57 orang anggota Senat mendukung upaya pemakzulan tersebut. Sisanya, 43 orang, yang merupakan anggota Partai Republik menolak. Sebagai catatan, setidaknya dibutuhkan minimal dukungan 67 suara senat untuk menyatakan Trump bersalah telah mendorong atau menghasut tindakan pemberontakan.
Sebanyak tujuh anggota Grand Old Party atau GOP, sebutan lain Partai Republik, berbeda pendapat dengan mayoritas anggota partai itu. Ketujuh anggota GOP yang sepakat bahwa Trump bersalah adalah Senator Richard Burr dari North Carolina, Bill Cassidy dari Louisiana, Susan Collins dari Maine, Lisa Murkowski dari Alaska, Mitt Romney dari Utah, Ben Sasse dari Nebraska, dan Patrick Toomey dari Pennsylvania.
Presiden Joe Biden, tidak lama setelah Senat memutuskan bahwa Trump tidak bersalah, mengatakan hasil tersebut menjadi pengingat bahwa demokrasi di AS rapuh dan seluruh rakyat memiliki tugas untuk membela kebenaran.
”Ini adalah babak menyedihkan dalam sejarah negara kita dan mengingatkan bahwa demokrasi itu rapuh. Meskipun pemungutan suara terakhir tidak mengarah pada hukuman, substansi dakwaan tidak diperdebatkan. Bahkan, mereka yang menentang hukuman itu, seperti Pemimpin Minoritas Senat (Mitch) McConnell, percaya Donald Trump bersalah karena melalaikan tugas yang memalukan dan bertanggung jawab secara praktis dan moral karena memprovokasi kekerasan yang terjadi di Capitol,” kata Biden.
Persidangan di akhir pekan yang terjadi lebih dari sebulan setelah kerusuhan di Gedung Capitol, yang dilakukan oleh pendukung mantan Presiden AS Donald Trump, adalah hal yang jarang terjadi. Pasukan Garda Nasional yang dilengkapi dengan senjata berjaga-jaga di sekitar dan di dalam gedung selama persidangan berlangsung.
Dalam persidangan yang cepat, bukti-bukti rekaman yang dipertontonkan di muka sidang memperlihatkan para pendukung Trump yang menyerbu ke dalam Gedung Capitol telah menghancurkan tradisi transisi kekuasaan pemerintahan secara damai. Tindakan itu terjadi setelah Trump menolak mengakui hasil pemilihan yang dimenangi Biden.
Trump, kepada para pendukungnya di luar Gedung Putih, menyerukan agar mereka berjuang mati-matian baginya di Capitol ketika Senat tengah bersidang untuk mengesahkan kemenangan Dewan Elektoral Biden atas Trump. Setelah seruan Trump, para pendukung Trump yang sebagian melengkapi dirinya dengan perlengkapan tempur taktis menyerbu ke dalam Gedung Capitol.
Polisi yang mencoba menghadang tak mereka gubris. Anggota parlemen yang tengah bersidang menyelamatkan diri. Lima orang tewas pada Rabu (6/1/2021) kelabu dalam sejarah demokrasi AS itu.
”Senator, kita sedang berdialog dengan sejarah, percakapan dengan masa lalu kita, dengan harapan untuk masa depan kita. Apa yang kita lakukan di sini, apa yang diminta dari kita masing-masing di sini, pada saat ini, akan diingat,” kata senator asal Partai Demokrat, Madeleine Dean, yang juga merupakan salah satu jaksa penuntut DPR, dalam argumen penutup.
Trump yang sama sekali tidak menyesal atas apa yang telah dilakukannya menyambut pembebasan pemakzulan keduanya dan menyatakan gerakannya baru saja dimulai. Dia mengecam persidangan itu sebagai fase lain dari perburuan penyihir terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.
”Gerakan bersejarah, patriotik, dan indah kami untuk Membuat Amerika Kembali Hebat (Make America Great Again atau MAGA) baru saja dimulai. Kami memiliki begitu banyak pekerjaan di depan kami, dan segera kami akan muncul dengan visi untuk masa depan Amerika yang cerah, bersinar, dan tak terbatas,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Bertanggung jawab
Meski menolak menghukum atas dasar inkonstitusionalitas bahwa Trump yang sudah lengser tidak bisa didakwa dan disidang lagi, pemimpin senior Partai Republik, Mitch McConnell, menyatakan Trump bertanggung jawab secara praktis dan moral atas penyerbuan dan pemberontakan pendukungnya di Gedung Capitol.
Mantan sekutu Trump itu melontarkan teguran pedas terhadap mantan presiden tersebut, menyebut tindakannya sebelum serangan itu sebagai kelalaian yang memalukan dari tugas sebagai Presiden AS.
”Tidak ada pertanyaan—tidak ada—bahwa Presiden Trump secara praktis dan moral bertanggung jawab untuk memprovokasi peristiwa hari itu,” kata McConnell kepada majelis setelah pemungutan suara.
”Presiden Trump masih bertanggung jawab atas semua yang dia lakukan selama dia menjabat,” kata McConnell. ”Dia belum lolos dengan apa pun.”
McConnell menyebut serangan itu sebagai konsekuensi yang dapat diperkirakan oleh Trump, yang menggunakan posisinya sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat. McConnell juga menyebut Trump sebagai megafon terbesar di Bumi dan menudingnya memuji para perusuh karena tindakannya untuk membatalkan pemilihan atau bahkan membumihanguskan gedung parlemen, Capitol, ketika McConnell dan lainnya berlarian menyelamatkan diri dari serbuan massa.
Sebaliknya, seusai persidangan, Ketua DPR Nancy Pelosi, yang menjadi incaran para perusuh, menuduh senator Republik yang memilih untuk membebaskan Trump sebagai pengecut.
”Penolakan Senat Partai Republik untuk meminta pertanggungjawaban Trump karena memicu pemberontakan dengan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan akan menjadi salah satu hari paling gelap dan tindakan paling tidak terhormat dalam sejarah bangsa kita,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Dia menyatakan para senator Republikan bersikap sebagai pengecut dan tidak bisa menghadapi kenyataan tentang tindakan-tindakan Trump serta pertaruhannya bagi AS.
”Para senator pengecut tidak bisa menghadapi apa yang presiden lakukan dan apa yang negara kita pertaruhkan, sekarang hanya sekadar memberikan tepukan di pergelangan tangan? Kita mengecam seseorang karena menggunakan alat tulis untuk tujuan yang salah. Kami tidak (berani) mengecam seseorang karena menghasut pemberontakan yang mematikan di Capitol,” kata Pelosi.
Biden menambahkan, setiap orang, terutama pemimpin bangsa, memiliki tugas untuk membela kebenaran dan mengalahkan kebohongan.
”Begitulah cara kita mengakhiri perang tidak beradab ini dan menyembuhkan jiwa bangsa kita sendiri. Itulah tugas di depan. Dan itu adalah tugas yang harus kita lakukan bersama,” kata Biden.