Dua Minggu Suu Kyi Tak Pernah Tampil, Masih Ditahan di Naypyidaw
Perlawanan terhadap kudeta militer di Myanmar terus menguat. Militer Myanmar bergeming meski komunitas internasional dan unjuk rasa massa prodemokrasi terus menekan.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Sudah dua minggu rezim militer Myanmar berkuasa. Selama itu pula Aung San Suu Kyi tak pernah tampil. Ia dilaporkan masih dikenai tahanan rumah.
YANGON, SABTU -- Dua minggu sejak kudeta militer terjadi di Myanmar, publik belum juga mengetahui di mana pemimpin de facto negara itu, Aung San Suu Kyi, berada. Dilaporkan, ia masih dikenai tahanan rumah.
Namun, ia tidak pernah terlihat menyemangati para pendukung dari teras dan halaman rumahnya sehingga memicu spekulasi tentang keberadaan dan kesehatannya.
Tidak ada penjelasan detail tentang keberadaan Suu Kyi. Putri mendiang Jenderal Aung San, salah satu tokoh pejuang kemerdekaan Myanmar, juga belum pernah sekalipun terlihat di depan publik sejak militer merampas kekuasaanya, 1 Februari 2021.
Para pendukungnya terus bertanya soal kebenaran Suu Kyi dikenai tahanan rumah atau malah ditahan di tempat lain.
Kantor berita AFP, Sabtu (13/2/2021), melaporkan, salah satu pengurus partai Nasional untuk Demokrasi (NLD), Kyi Toe, menulis di Facebook bahwa Suu Kyi berada di Naypyidaw dan dalam keadaan sehat.
"Pejabat urusan pers NLD, Kyi Toe, mengatakan di Facebook bahwa ia sehat dalam tahanan rumah di ibu kota Naypyidaw," tambah Reuters.
Suu Kyi ditangkap karena dituduh mengimpor dan menggunakan enam radio walkie-talkie secara ilegal yang ditemukan selama penggeledahan di rumahnya, 1 Februari lalu. Kyi Toe menulis, ada delapan orang tinggal di rumah Suu Kyi dan Suu Kyi sehat.
Komunitas internasional menekan rezim militer Myanmar untuk segera membebaskan Suu Kyi dan para politisi NLD lainnya. Pekan ini, Amerika Serikat mulai menjatuhkan sanksi kepada para jenderal berkuasa dan beberapa bisnis terkait dengan mereka.
Resolusi HAM PBB
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah mengadopsi resolusi yang menyerukan Myanmar untuk melepaskan Suu Kyi dan para pejabat lainnya serta menahan diri dari penggunaan kekerasan kepada pengunjuk rasa. China dan Rusia tidak memveto, tetapi mendukungnya.
Wakil Komisaris Tinggi HAM PBB Nada al-Nashif memeringatkan Myanmar bahwa “dunia menyaksikan” peristiwa yang terjadi di Myanmar.
Dalam sesi khusus Dewan HAM PBB di Geneva, Thomas Andrews, penyelidik HAM PBB untuk Myanmar, mengatakan, Dewan Keamanan PBB harus mempertimbangkan agar menjatuhkan sanksi dan embargo senjata atas Myanmar.
Dalam forum itu, Myint Thu, Duta Besar Myanmar untuk PBB di Geneva, menyampaikan bahwa Myanmar tidak ingin “menghentikan transisi demokrasi yang baru dimulai di negara itu” dan akan melanjutkan kerja sama internasional.
Sedangkan Juru bicara PBB Stephane Dujarric menyebut adopsi resolusi itu adalah langkah penting yang memperlihatkan "Komunitas internasional akan bersuara keras ... menyerukan pemulihan kekuasaan sipil Myanmar dan penghormatan terhadap keinginan demokrasi rakyat Myanmar, serta penghormatan terhadap HAM".
Sejauh ini, para jenderal yang mendalangi kudeta tidak gentar terhadap perlawanan rakyat Myanmar dan tekanan internasional. Mereka membenarkan kudeta yang mereka lakukan dengan klaim bahwa terjadi kecurangan dalam pemilu yang dimenangi NLD, November 2020.
Mobilisasi massa
Perlawanan terhadap rezim militer Myanmar kian menguat. Sejumlah elemen masyarakat secara spontan memobilisasi massa untuk menggagalkan penangkapan aktivis antikorupsi dan antikudeta. Aksi protes dalam delapan hari terakhir terjadi di banyak kota di Myanmar dan membuat aktivitas perkotaan terhenti.
Setelah menahan Suu Kyi dan banyak politisi NLD lainnya, militer mulai menangkap pegawai negeri, dokter, dan profesi lain yang bergabung dalam demonstrasi menuntut para jenderal melepaskan kekuasaan.
Massa juga menentang jam malam dengan turun ke jalanan setiap malam menyusul beredarnya rumor bahwa polisi bersiap melancarkan penangkapan yang baru.
Sekelompok warga menyerbu satu rumah sakit di kota Pathein setelah beredar rumor bahwa seorang dokter ternama di sana akan ditangkap. Mereka menyerukan doa kepada Buddha untuk memohon perlindungan dari bahaya.
Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik (AAPP) menyebutkan, lebih dari 320 orang telah ditangkap sejak awal bulan ini. (AFP/REUTERS/AP/ADH)