Peluang Perdagangan dan Investasi di Rusia dan Asia Tengah Terbuka Luas
Rusia dan Asia Tengah sangat terbuka untuk menerima kerja sama perdagangan atau investasi dari Indonesia. Namun, konektivitas menjadi salah satu kendalanya.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pengusaha Indonesia memiliki peluang memperluas investasi dan perdagangan dengan Rusia dan negara-negara Asia Tengah, seperti Kazakhstan dan Tajikistan.
Dalam acara Web Talk seri ke-7 yang diadakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Kamis (11/2/2021), di Jakarta, Wahid Supriyadi, Duta Besar RI untuk Rusia periode 2016-2020, mengatakan, Rusia sangat terbuka terhadap Indonesia.
Beberapa produk Indonesia sudah dikenal, misalnya kopi dalam kemasan. Di sektor pariwisata, turis Rusia juga potensial karena mereka umumnya menghabiskan 2.000 dollar AS per orang selama berlibur di Indonesia dengan lama tinggal rata-rata dua minggu.
Wahid menjelaskan, selama ini, mitra dagang terbesar Rusia adalah China, disusul oleh Belanda, Jerman, Turki, Belarus, dan Korea Selatan.
Meski demikian, kunjungan Presiden Joko Widodo ke Rusia, 20 Mei 2016, tidak hanya menjadi tonggak sejarah hubungan Indonesia-Rusia setelah masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev.
Kunjungan Jokowi juga ditindaklanjuti oleh penandatanganan lima nota kesepahaman di bidang pertahanan, kearsipan, kebudayaan, dan penangkapan ikan ilegal.
Data Pemerintah Rusia memperlihatkan ada kenaikan hubungan bilateral bidang perdagangan dengan Indonesia dari 2,61 miliar dollar AS pada tahun 2016 menjadi 3,27 miliar dollar AS tahun 2017.
Di ASEAN, Indonesia juga menjadi negara dengan nilai perdagangan terbesar ketiga dengan Rusia. Produk yang banyak diekspor ke Rusia adalah minyak sawit dan turunannya, karet, kelapa, dan alas kaki.
Sementara investasi Rusia di Indonesia periode 2016-2017 juga meningkat dari 5,5 juta dollar AS menjadi 7,4 juta dollar. Meski sempat anjlok menjadi 2,2 juta dollar pada tahun 2018, nilainya melonjak menjadi 18,4 juta dollar AS tahun 2019.
Wahid menginformasikan, ada juga produk teknologi Tanah Air yang cukup membanggakan dan baru saja diekspor ke Rusia pada 2019, yaitu kapal kecil buatan PT Ludin di Banyuwangi, Jawa Timur. Kapal dengan kecepatan maksimal 150 kilometer per jam itu dipakai oleh pasukan khusus Rusia.
Di luar itu, pasar buah-buahan tropis juga sangat terbuka di Rusia. Selama ini, kebutuhan buah tropis di Rusia dipasok dari Ekuador, Turki, dan China.
Rahmat Pramono, Duta Besar RI untuk Kazakhstan, menyampaikan, produk kopi kemasan dan obat-obatan dari Indonesia memiliki peluang pasar yang besar di Kazakhstan. Untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan saat ini, sudah ada perusahaan farmasi Tanah Air yang menjajaki investasi di Kazakhstan.
”Orang Kazakhstan adalah peminum teh, tidak terlalu banyak yang minum kopi. Tapi, perlahan kopi dari Indonesia sudah mulai dikenal,” kata Rahmat.
Walaupun peluang perdagangan dan investasi di Rusia dan Kazakhstan terbuka luas, baik Wahid maupun Rahmat mengingatkan bahwa ada tantangan konektivitas dan logistik.
Tidak adanya penerbangan langsung hingga Kazakhstan yang tidak memiliki pelabuhan menjadi kendala perdagangan yang membuat biaya menjadi tinggi.
Hal itu bisa disiasati dengan mengirim barang melalui negara ketiga. Salah satunya adalah China yang memiliki Pelabuhan Lianyunggang yang terhubung dengan Khorgos di Kazakhstan melalui rel kereta api.
Fachru Novrian, peneliti di LP3ES, berpendapat, Rusia dan negara-negara Asia Tengah memiliki ketergantungan pada negara lain dalam permesinan. Keterbukaan ekonomi Rusia membuat kesempatan berbisnis kian kondusif.
Karena peluang bisnis sudah terbuka, ujar Fachru, yang penting saat ini adalah menyinergikan kepentingan pemerintah, kepentingan antarkementerian, dan kepentingan pebisnis dalam diplomasi ekonomi.
Jika mau bersaing dengan China yang produknya sudah banyak di pasar Rusia dan Asia Tengah, Indonesia harus solid.