Warga India Protes Ekspor Vaksin Covid-19 ke Arab Saudi
Banyak perusahaan farmasi global mengalihdayakan pembuatan vaksin dan serum ke perusahaan India itu, termasuk AstraZeneca.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
NEW DELHI, JUMAT - Para pekerja India di Arab Saudi marah karena New Delhi mengekspor jutaan dosis vaksin Covid-19 ke Riyadh. Kemarahan terutama dipicu oleh keputusan Riyadh yang menutup perbatasan sehingga jutaan warga India tidak bisa pulang kampung.
Serum Institute of India akan mengekspor hingga 10 juta dosis vaksin AstraZeneca-Oxford University ke Arab Saudi. Informasi itu memicu kemarahan jutaan pekerja India di Arab Saudi.
”India seharusnya tidak menawarkan vaksin ke Arab Saudi karena (Arab Saudi) melarang penerbangan (maskapai) India, mengacak kehidupan ratusan ribu pekerja,” demikian ditulis salah satu warga India di laman media sosial Kedutaan Besar India di Riyadh.
Dalam laporan pada Jumat (5/2/2021), kantor berita AFP menyebut kemarahan terutama diluapkan para pekerja muda India di Arab Saudi. Mereka kesulitan pulang kampung karena, atas alasan kesehatan, Riyadh melarang penerbangan dari dan ke India.
Sebanyak 2,6 juta warga India bekerja di Arab Saudi. Sebagian pekerja India yang mudik juga tidak bisa kembali ke Arab Saudi karena larangan itu. ”Siang malam kami memohon pertolongan kepada pihak berwenangan, India hanya peduli menjual vaksin,” ujar seorang pemuda India yang terpaksa bertahan di kampung halaman sejak Juni 2020 karena tidak bisa kembali ke Arab Saudi.
Para pekerja India menuding alasan kesehatan hanya dalih dari Arab Saudi untuk mengurangi pekerja migran. ”Apakah penutupan perbatasan adalah cara untuk menghilangkan kami?” ujar pemuda yang menolak namanya diungkap itu.
SII merupakan salah satu pabrik vaksin terbesar di dunia. Banyak perusahaan farmasi global mengalihdayakan pembuatan vaksin dan serum ke perusahaan India itu, termasuk AstraZeneca.
Riyadh mengikat kontrak dengan AstraZeneca setelah pesanan vaksin dari Pfizer-BioNTech terkendala. Seperti kepada beberapa negara lain, Pfizer-BioNTech mendadak mengumumkan penundaan pengiriman vaksin pesanan sejumlah negara. Akibatnya, program vaksinasi di sejumlah negara terganggu.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha bergabung dengan berbagai tokoh internasional yang mendesak agar jangan sampai terjadi nasionalisme vaksin. Korsel sendiri telah mengamankan vaksin setara untuk kebutuhan 56 juta orang. Padahal, penduduk Korsel hanya 52 juta orang.
Kementerian Keamanan Pangan dan Obat Korsel juga mengumumkan, vaksin AstraZeneca tidak dianjurkan untuk orang berusia lebih dari 65 tahun. Sebab, belum ada data pendukung yang menunjukkan vaksin itu aman untuk orang berusia lebih dari 10 tahun. Keputusan serupa dibuat oleh Belgia.
Inspeksi WHO
Sementara itu, dari Wuhan dilaporkan, tim gabungan bentukan Organisasi Kesehatan Dunia telah mulai memeriksa sejumlah lokasi di kota itu. Mereka ke sana untuk menyelidiki muasal Covid-19 yang pertama kali dilaporkan terjadi secara massal di Wuhan, China.
Salah satu lokasi yang diperiksa adalah laboratorium yang kerap dituding sebagai lokasi pertama pengembangan virus SARS-CoV-2. Salah satu anggota tim, Peter Daszak, menyebut bahwa pertemuan berlangsung terbuka dan banyak pertanyaan kunci terjawab.
Mereka, antara lain, bertemu dengan Shi Zhengli, peneliti China yang banyak menelaah virus corona di kelelawar. Shi termasuk kelompok pertama ilmuwan dunia yang mengidentifikasi virus SARS-CoV-2.
Shi, juga banyak ilmuwan lain, menolak dugaan virus itu sengaja dikembangkan lalu bocor dari laboratorium di Wuhan. Penelitian Shi menunjukkan, virus itu ditemukan di kelelawar liar.
Anggota lain dari tim itu, Peter Ben Embarek, mengatakan bahwa tim tidak akan memeriksa dugaan-dugaan tidak masuk akal terkait pandemi Covid-19. Sebab, hal itu hanya akan menghabiskan waktu. Bahkan, ia menyebut sebagian dugaan lebih cocok untuk jadi naskah film. ”Kami membahas banyak hal dan apa yang telah mereka (China) lakukan,” ujarnya.
Selain laboratorium yang dituding sebagai lokasi pengembangan virus, tim WHO juga mengunjungi pasar tempat pertama kali ditemukan pasien yang menunjukkan gejala Covid-19. Mereka juga mendatangi sejumlah lokasi lain terkait muasal pandemi itu.
Kunjungan-kunjungan itu, menurut Ben Embarek, untuk memahami situasi di China. Inspeksi itu dijalankan setelah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak ada pemeriksaan atas muasal pandemi.
Amerika Serikat dan sekutunya menuding China bertanggung jawab atas pandemi ini. Beijing menyangkal tudingan itu dan pernah menolak pemeriksaan. Belakangan, Beijing bersedia membuka pintu bagi pemeriksa internasional. (AP/AFP/REUTERS/RAZ)