Dominasi Partai Demokrat di tiga cabang utama kekuasaan di Amerika Serikat bakal membuat pemerintahan Presiden Joe Biden stabil. Namun, persoalan polarisasi di AS antara kubu Demokrat dan Republik perlu jadi perhatian.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden AS Joe Biden telah memulai tugasnya sebagai pemimpin AS setelah diambil sumpah dalam upacara pelantikan di Gedung Capitol, Washington DC, AS, Rabu (20/1/2021). Dari Capitol, ia menuju Gedung Putih, tempat kediamannya dan sekaligus bekerja.
Jen Psaki, yang segera menjadi juru bicara Gedung Putih, mengungkapkan, setelah dilantik, Biden akan langsung menandatangani 15 perintah eksekutif dan memorandum dengan fokus awal pada penanganan pandemi Covid-19 dan perubahan iklim. Biden juga akan mengumumkan kembalinya AS ke Kesepakatan Iklim Paris yang ditinggalkan AS pada era Trump.
Wakil Presiden Kamala Harris juga diambil sumpahnya pada upacara yang sama. Dengan dilantiknya Biden dan Harris, Partai Demokrat resmi menguasai tiga cabang utama pemerintahan AS, yakni presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Senat. Partai itu kini mengendalikan Gedung Putih dan Capitol.
Untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai situasi politik di AS pasca-pelantikan Biden-Harris, Kompas mewawancarai Profesor Emeritus Ilmu Politik Ohio State University R William Liddle. Liddle memberikan jawaban secara tertulis, berikut petikannya:
Tanya (T): Setelah Senat berhasil dikuasai Demokrat, apakah situasi ini akan benar-benar menguntungkan Biden?
Jawab (J): Sangat menguntungkan. Di Amerika Serikat, lembaga Senat kuat sekali, berbeda dengan Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia. Senat AS berhak mengangkat atau menolak pencalonan pejabat tinggi, termasuk anggota kabinet, jaksa, dan duta besar.
Juga berbeda dengan Indonesia, di Amerika hanya dua partai besar, Demokrat dan Republik. Artinya, pada setiap waktu salah satu menjadi mayoritas, sedangkan yang satu lagi minoritas. Tatkala Mitch McConnell dari Partai Republik menjadi Pemimpin Mayoritas pada 2015, ia memanfaatkan kekuasaannya untuk menggagalkan banyak pencalonan Presiden Barack Obama. Kini Chuck Shumer dari Partai Demokrat, separtai dengan presiden terpilih Joe Biden, akan memimpin Senat selama setidaknya dua tahun ke depan. Akibatnya, pembentukan pemerintahan Biden jauh lebih mulus.
Selain itu, persetujuan Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat atau House of Representatives diperlukan untuk meluluskan anggaran belanja negara dan undang-undang lain. Di awal pemerintahannya, Obama juga menikmati kekuasaan partainya (juga Demokrat) atas dua badan legislatif itu. Ia memanfaatkannya untuk meluluskan Affordable Care Act, Undang-Undang Pelayanan Kesehatan Terjangkau, suatu keberhasilan luar biasa dalam sejarah kebijakan sosial di Amerika.
Apa yang bisa kita harapkan dari seorang Presiden Biden yang berkuasa penuh? Dua fokus awal sudah diumumkan: penanganan serbuan Covid-19 yang semakin mengganas dan program stimulus besar, dalam jumlah hampir 2 triliun dollar AS, untuk memulihkan ekonomi dari kelesuannya, khususnya pengangguran yang semakin menganga.
Pendekatan Biden diarahkan langsung kepada kelas menengah dan bawah, berbalik dengan pendekatan (Donald) Trump dan Partai Republik yang terfokus selalu pada kelas atas selaku pemicu pertumbuhan. Lebih dasar, sudah mulai terasa semangat tinggi Biden untuk mengatasi kegagalan pasar dengan alat-alat pemerintah. Dalam hal ini, Biden meneruskan tradisi pemerintah kuat Partai Demokrat yang diprakarsai Presiden Franklin Roosevelt untuk menyelamatkan bangsa kami dari Depresi Dunia pada tahun 1930-an.
T: Bagi Amerika Serikat, apakah kondisi dominasi Demokrat seperti itu ideal? Lalu apa dampaknya bagi rakyat AS dan dunia?
Memang ideal, tetapi berbagai kendala harus diperhitungkan. Amerika masih terpolarisasi antara pihak kiri (Demokrat) dan kanan (Republik). Kemungkinan besar, wakil Republik di Senat dan House yang minoritas akan memanfaatkan semua aturan dan alat yang ada pada mereka untuk melawan inisiatif dan pencalonan personel Biden.
Salah satu yang terkenal adalah aturan Senat yang mengharuskan super majority, yaitu 60 dari seluruh 100 suara, untuk meluluskan banyak undang-undang. Dampaknya kini, sejumlah kecil anggota Senat Republik bisa mengalahkan rencana undang-undang yang diusulkan mayoritas.
Bagi saya, dampak utama pemerintahan Biden adalah stabilitas, baik dalam personienya maupun kebijakan dalam dan luar negeri. Semua pejabat yang dicalonkan merupakan orang tepercaya dan terampil. Sebagian besar alumnus pemerintahan Obama, jadi teruji kemampuannya di tingkat pemerintahan lebih rendah.
Kalau substansi kebijakan luar negeri, kemungkinan besar lebih terfokus pada masalah perlindungan lingkungan dan hak asasi atau demokrasi. Partai Demokrat memang sudah lama terdorong oleh masyarakat madani dalam dan luar negeri yang menjunjung cita-cita tersebut.
Khusus bagi Indonesia, kesan saya tetap bahwa Indonesia kurang diperhatikan di Washington. Padahal, keberhasilannya, baik sebagai negara demokratis selama 20 tahun maupun ekonomi pasar yang berhasil selama puluhan tahun, patut dipuji dan diteladani. Mungkin ini waktu yang tepat untuk memperkuat kemampuan Indonesia, termasuk di Kementerian Luar Negeri, agar suara Indonesia lebih terdengar di Amerika.