Pilihan Vaksin Kian Beragam, Inggris Beri Persetujuan pada AstraZeneca-Oxford
Pemerintah Inggris memberikan otorisasi penggunaan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca-Oxford untuk memvaksin 56 juta warganya. Itu vaksin Covid-19 ketiga yang disetujui di Barat setelah Pfizer-BioNTech dan Moderna.
LONDON, KAMIS — Inggris melalui Badan Pengatur Obat-obatan dan Perawatan Independen (MHRA) menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca dan Universitas Oxford untuk digunakan secara luas pada warga Inggris. Menurut rencana, peluncuran vaksin ini akan dilaksanakan pada 4 Januari 2021.
Adanya vaksin baru diharapkan membantu Pemerintah Inggris dan otoritas kesehatan mengatasi laju infeksi yang semakin meluas dan telah mengakibatkan layanan kesehatan menjerit. ”Kami sekarang akan bergerak untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang secepat mungkin”, cuit Perdana Menteri Inggris Boris Johnson di media sosial Twitter, Rabu (30/12/2020).
Dia menambahkan bahwa berita diizinkannya vaksin AstraZeneca dan Oxford untuk digunakan bagi publik sebagai berita fantastis pada akhir tahun dan menyebutnya sebagai kemenangan bagi ilmu pengetahuan Inggris. Inggris, yang kini sudah keluar dari Uni Eropa, terlihat bergerak lebih cepat daripada negara-negara Barat lainnya.
Baca juga : Inggris Memulai Vaksinasi Covid-19
Sebelumnya, mereka lebih dulu mengumumkan persetujuan penggunaan vaksin buatan Pfizer/BioNTech, beberapa pekan sebelum Otoritas Obat-obatan Eropa (EMA) memberikan persetujuan. Vaksin AstraZeneca merupakan vaksin ketiga setelah Pfizer/BioNTech dan Moderna yang disetujui di Barat.
Vaksin Pfizer/BioNTech telah digunakan pada sekitar 800.000 orang di Inggris. Akan tetapi, kebutuhan terhadap vaksin jauh lebih besar daripada ketersediaan vaksin itu.
Berdasarkan data Worldometer.info, per tanggal 30 Desember 2020, kasus aktif harian Covid-19 di Inggris mencapai 50.023 kasus, turun sedikit dari sehari sebelumnya yang mencapai 53.135 kasus. Penambahan ini mengakibatkan jumlah total kasus di Inggris mencapai 2,432 juta kasus. Sebanyak 981 warga meninggal akibat Covid-19 pada 30 Desember 2020, menambah jumlah total kematian akibat penyakit ini di negara tersebut menjadi 72.548 jiwa.
Temuan kasus baru itu seiring dengan kecepatan tindakan Pemerintah Inggris dalam melakukan pengetesan terhadap warganya. Tetapi, pada saat yang bersamaan, temuan puluhan ribu kasus baru itu memunculkan kekhawatiran akan ambruknya layanan kesehatan nasional pemerintah pada musim dingin ini.
Baca juga: Hari Ini Inggris Vaksinasi bagi Warganya, Sebut ”Hari Kemenangan” atas Covid-19
Lebih dari 24 juta orang atau 43 persen dari penduduk Inggris sudah hidup di bawah aturan pembatasan sosial yang ketat. Bar, restoran, pub, dan tempat hiburan lainnya ditutup. Untuk mencegah semakin cepatnya laju infeksi, Pemerintah Inggris telah mengeluarkan kebijakan yang membuat 75 persen dari total 56 juta warga Inggris harus berdiam diri di rumah sepanjang malam Tahun Baru kali ini mulai Kamis (31/12/2020) dini hari.
Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan, langkah itu ”mutlak diperlukan” karena meningkatnya jumlah kasus dan tekanan pada layanan kesehatan. Ia juga mengemukakan, persetujuan penggunaan vaksin AstraZeneca dan Oxford sebagai jalan keluar dari pandemi. ”Sekarang kita perlu menahan keberanian kita, sementara kita melalui situasi saat ini bersama-sama,” ujarnya.
Inggris telah memesan 100 juta dosis vaksin atau lebih dari cukup untuk memvaksin seluruh warganya. Departemen Kesehatan Inggris memperkirakan empat juta dosis akan siap hingga akhir tahun ini. Sebanyak 40 juta dosis tambahan akan tersedia pada akhir Maret 2021.
Kepala Eksekutif AstraZeneca Pascal Soriot mengatakan bahwa vaksin yang dikembangkan pihaknya akan memberikan ”perlindungan 100 persen” terhadap pasien Covid-19 parah yang membutuhkan rawat inap. Badan regulator kesehatan Inggris menyarankan setiap orang harus menerima dua dosis vaksin dengan jarak antara dua dan empat minggu setelah suntikan pertama masuk ke dalam tubuh.
Negara lain
Selain Inggris, Argentina menjadi negara berikutnya yang menyetujui penggunaan vaksin AstraZeneca dan Oxford. Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard melalui cuitan di Twitter mengungkapkan, persetujuan negaranya atas vaksin AstraZeneca semakin dekat. Bersama Meksiko, Argentina memiliki kesepakatan untuk mendistribusikan vaksin tersebut di wilayah Amerika Latin. El Salvador juga telah memberikan persetujuan terhadap vaksin AstraZeneca.
Sementara Amerika Serikat dan Uni Eropa mengindikasikan bahwa mereka tidak akan mengikuti langkah Pemerintah Inggris untuk buru-buru memberikan persetujuan pada vaksin AstraZeneca. Moncef Slaoui, Kepala Penasihat Operation Warp Speed AS, mengatakan, dirinya memperkirakan persetujuan terhadap vaksin AstraZeneca baru akan keluar pada April 2021.
Baca juga : Vaksin Bukan Berarti Akhir Pandemi
Dia menambahkan, dirinya tidak menyalahkan badan kesehatan Inggris. Tetapi, dalam penilaiannya, Amerika Serikat memiliki prosedur uji coba dan evaluasi sendiri.
AS sendiri, selain menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech, kini menunggu vaksin yang tengah dikembangkan Johnson&Johnson. Slaoui memperkirakan vaksin itu disetujui dan siap diedarkan pada Februari 2021.
Vaksin AstraZeneca juga merupakan salah satu dari sejumlah vaksin Covid-19 yang telah dipesan Pemerintah Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia mengatakan, pihaknya telah memesan 50 juta dosis vaksin AstraZeneca. Diperkirakan, vaksin tersebut akan tiba di Tanah Air pada kuartal kedua tahun 2021 dan kuartal pertama 2022.
Efikasi vaksin
Di tengah terus melonjaknya pertambahan kasus positif Covid-19 di banyak negara, vaksin sangat ditunggu-tunggu oleh warga dunia untuk mengatasi pandemi ini. AstraZeneca dan Oxford mengklaim bahwa vaksin ini memiliki tingkat efikasi yang setidaknya menyamai efikasi vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Baca juga : Vaksin Oxford-AstraZeneca Diklaim Berikan Perlindungan 100 Persen dan Murah
Meski begitu, para ilmuwan dan regulator di Eropa bersikap skeptis, mengingat sempat ada kebingungan atas hasil uji coba sebelumnya yang membuat para ahli mempertanyakan kekuatan data. Menurut data sementara, efikasi vaksin asal Inggris ini dalam mencegah infeksi simptomatik adalah 70,4 persen.
Hasil tersebut diperoleh setelah 30 dari 5.807 sukarelawan uji klinis yang mendapat dua dosis vaksin AstraZeneca terindikasi mengalami gejala infeksi Covid-19. Hasil itu dinilai sebanding dengan efikasi 95 persen dari vaksin Pfizer-BioNTech.
Regulator Inggris merekomendasikan suntikan dosis kedua dilakukan empat hingga 12 minggu setelah dosis pertama. Hal ini karena kemanjuran hingga 80 persen akan dicapai dengan interval tiga bulan antara dua dosis suntikan itu. Demikian menurut seorang pejabat yang terlibat dalam persetujuan MHRA itu.
Kebingungan mengenai kemanjuran vaksin itu muncul setelah hasil uji coba tahap akhir sementara yang diumumkan, akhir November 2020. AstraZeneca mengakui bahwa ada sukarelawan dalam uji klinisnya secara tidak sengaja mendapat dosis yang berbeda.
Mereka yang menerima setengah dosis vaksin, diikuti dengan dosis penuh (1,5 dosis), terbukti memiliki perlindungan 90 persen. Adapun sukarelawan yang menerima dua dosis penuh hanya memberikan perlindungan 62 persen.
Baca juga: Indonesia Amankan 100 Juta Vaksin Astra-Zeneca dan Novavax
Salah satu pejabat otoritas kesehatan Uni Eropa EMA menyatakan, kesalahan prosedur penelitian ini membingungkan. ”Kesalahan yang menghasilkan data klinis yang jauh lebih kompleks untuk ditafsirkan dibandingkan dengan Moderna dan Pfizer. Dan, di atas itu, kemanjurannya lebih rendah,” katanya.
Selain tingkat efikasi yang dinilai masih memerlukan pengujian lagi, vaksin AstraZeneca-Oxford memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan para pesaingnya. Kedua pengembang rekayasa vaksin itu menyatakan harga vaksin hanya beberapa dollar AS dan dijual tanpa menghasilkan keuntungan. Berbeda dengan vaksin Pfizer yang dilepas ke pasaran dengan harga 18,40 dollar AS-19,50 dollar AS atau berkisar Rp 248.000-Rp 273.000 per dosis.
Sementara satu dosis vaksin Moderna, di AS, dilepas ke pasaran seharga 37 dollar AS atau sekitar Rp 520.000.
Baca juga: Singapura Mulai Vaksinasi Warganya
Dibandingkan dengan dua vaksin lainnya, harga AstraZeneca-Oxford yang lebih terjangkau dan memberikan harapan bagi negara-negara miskin untuk mendapatkan vaksin yang bagus dan harga terjangkau.
Selain itu, vaksin AstraZeneca-Oxford dinilai memiliki kelebihan dalam hal penyimpanan. Tidak seperti vaksin Pfizer-BioNTech yang harus disimpan dalam suhu -70 derajat celsius, vaksin Inggris ini bisa disimpan dalam lemari pendingin standar selama enam bulan. (AFP/REUTERS)