Hasil Uji Klinis Vaksin Sinovac di Turki Perlihatkan Efektivitas 91,25 Persen
Uji klinis vaksin Covid-19 buatan Sinovac (China) di Turki dan Brasil memperlihatkan hasil berbeda. Jika di Brasil efektivitas vaksin itu sekitar 50 persen, uji klinis di Turki memperlihatkan efektivitas 91,25 persen.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
ANKARA, JUMAT — CoronaVac, vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan farmasi China, Sinovac Biotech, terbukti efektif 91,25 persen dalam uji klinis tahap akhir di Turki. Data sementara hasil uji tahap ketiga di Turki, dengan melibatkan 7.371 sukarelawan, kemungkinan lebih baik ketimbang hasil uji klinis di Brasil yang menunjukkan vaksin CoronaVac efektif sekitar 50 persen.
Menurut rencana, kloter pertama kiriman 3 juta vaksin CoronaVac akan tiba di Turki, Senin mendatang. ”Turki akan bisa memvaksin 1,5 juta atau bahkan 2 juta orang setiap harinya,” kata Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca, Kamis (24/12/2020).
Koca berharap, vaksin ini akan bisa segera melawan Covid-19 yang sudah menewaskan 19.115 orang dan membuat 2,2 juta warga di negaranya terinfeksi.
Selain menjalin kontrak pembelian vaksin dengan Sinovac Biotech, Turki juga akan menandatangani kesepakatan dengan perusahaan farmasi Pfizer-BioNTech untuk pembelian 4,5 juta dosis vaksin. Vaksin dari Pfizer-BioNTech akan dikirim pada Maret mendatang. Turki juga masih boleh membeli 30 juta vaksin lagi buatan perusahaan farmasi di Amerika Serikat dan Jerman itu.
Koca menjelaskan, Turki akan menerima 3 juta dosis vaksin CoronaVac dan memiliki pilihan untuk membeli 50 juta dosis tambahan setelah memulai vaksinasi bulan depan. Seperti negara-negara lain, vaksin kloter pertama akan diprioritaskan bagi tenaga medis dan kelompok masyarakat yang berisiko tinggi dengan jumlah sekitar 9 juta orang.
Para peneliti di Turki menjelaskan, dari hasil uji klinis tahap akhir vaksin CoronaVac, tidak ditemukan adanya efek samping yang berisiko. Dari uji klinis itu, hanya ada satu sukarelawan yang mengalami reaksi alergi. Efek samping yang umum disebabkan oleh vaksin adalah demam, nyeri ringan, dan rasa lelah.
Uji klinis vaksin Sinovac di Turki dilakukan mulai 14 September lalu dengan melibatkan 7.371 sukarelawan. Hasil sementara yang diumumkan itu berdasarkan data dari 1.322 sukarelawan.
”Sekarang kami yakin vaksin itu efektif dan aman untuk digunakan rakyat Turki. Data uji akhir itu akan dipakai untuk melisensi vaksinnya,” kata Koca.
Rilis vaksin China pertama
Sinovac merupakan produsen vaksin China pertama yang merilis hasil uji klinis tahap akhir, menyusul hasil positif dari produk-produk vaksin lain yang dikembangkan oleh Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca bulan lalu. Selain ke Turki, Sinovac juga menjual vaksinnya ke Indonesia, Brasil, Chile, dan Singapura. Filipina dan Malaysia kemungkinan akan menyusul membeli vaksin Sinovac.
Vaksin CoronaVac telah diberikan kepada puluhan ribu orang melalui program penggunaan darurat di China, Juli lalu. CoronaVac dibuat berdasarkan teknologi vaksin tradisional yang menggunakan virus korona yang tidak aktif yang tidak dapat bereplikasi dalam sel manusia untuk memicu respons imun pada tubuh manusia.
Adapun vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi baru yang disebut synthetic messenger RNA (mRNA) untuk mengaktifkan sistem kekebalan tubuh melawan virusnya. Vaksin Pfizer-BioNTech harus disimpan di dalam tempat atau ruangan yang suhunya sangat dingin sampai minus 70 derajat celsius. Vaksin Pfizer telah digunakan di Inggris dan Amerika Serikat.
Tak transparan
Berbeda dengan Turki yang hasil uji klinis tahap akhirnya menunjukkan tingkat efektivitas tinggi, hasil uji klinis tahap akhir di Brasil hanya memperlihatkan tingkat efektivitas sekitar 50 persen. Namun, hasil tes yang utuh tidak diberikan atas permintaan Sinovac. Hal ini yang menimbulkan pertanyaan tentang transparansi proses uji klinis dan datanya.
Brasil merupakan negara pertama yang sudah menuntaskan uji klinis tahap akhir vaksin Sinovac, tetapi pengumuman hasilnya ditunda sampai tiga kali. Semula hasil uji klinis itu akan diumumkan awal Desember lalu.
Penundaan pengumuman hasil uji CoronaVac di Brasil itu kembali memojokkan China karena proses yang tidak transparan. Presiden Brasil Jair Bolsonaro tidak mau divaksin dan berkali-kali mempertanyakan vaksin dari China itu. Jajak pendapat di Brasil, bulan Desember, menunjukkan separuh rakyat Brasil kini juga menolak CoronaVac.
Salah seorang pejabat di Institut Butantan, Sao Paulo, menolak untuk menentukan tingkat kemanjuran dari hasil uji klinis terhadap 13.000 relawan. Alasannya, hal itu termasuk salah satu kewajiban dalam kontrak dengan Sinovac. Meski demikian, vaksin itu dinilai efektif melawan virus korona sehingga disetujui untuk penggunaan darurat di Brasil.
”Sesuai target kami tingkat efektifnya lebih dari 50 persen. Kalaupun hasilnya 51 persen, itu sudah sangat penting, terutama saat krisis kesehatan seperti sekarang,” kata Menteri Kesehatan Sao Paulo Jean Gorinchteyn.
Para pejabat di wilayah itu mengungkapkan, Sinovac meminta mereka menunda pengumuman data efikasi vaksin CoronaVac sampai 15 hari sejak hari Rabu lalu. Alasannya, data dari Brasil akan dikonsolidasikan terlebih dahulu dengan hasil uji global.
Direktur Butantan Dimas Covas mengatakan bahwa tidak ada satu pun sukarelawan yang divaksin dalam uji klinis CoronaVac yang memperlihatkan mengalami efek samping. ”Tidak ada kasus yang parah artinya bagus dan bisa melawan pandeminya. Akan tetapi, jika hasilnya tidak diumumkan, akan jadi masalah besar,” kata pakar kekebalan tubuh, Cristina Bonorino, yang termasuk anggota komite ilmiah untuk Masyarakat Imunologi Brasil. (REUTERS/AFP/AP)