Kemenangan Biden Hidupkan Harapan Normalisasi Hubungan Palestina-AS
Kekalahan Presiden Donald Trump dalam pemilu AS bisa mengakhiri penderitaan Palestina dan membuka peluang besar lagi terjadinya normalisasi hubungan Palestina-AS pada era pemerintahan Joe Biden nanti.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Para pemimpin, tokoh, dan rakyat Palestina hingga Senin (9/11/2020) terus meluapkan kegembiraan mereka atas terpilihnya kandidat Partai Demokrat, Joe Biden, sebagai presiden ke-46 AS setelah mengalahkan kandidat Partai Republik, Donald Trump, dalam pemilu AS 2020. Jalanan kota-kota Palestina di Tepi Barat, seperti Ramallah, Nablus, Hebron, dan Bethlehem, sering diwarnai pawai warga Palestina. Mereka merayakan kekalahan Trump.
Di dunia maya, juga berlangsung pesta semacam "syukuran" atas kalahnya Trump. Media sosial warga Palestina, seperti Facebook, Instagram, dan Twitter diramaikan oleh ucapan selamat atas kemenangan Biden, dan sekaligus caci maki terhadap Trump.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, hari Minggu lalu, langsung mengirim ucapan selamat kepada Biden dan wakilnya, Kamala Harris. Abbas dalam surat ucapan selamat kepada Biden itu berharap untuk bisa bekerja sama dengan presiden terpilih, Biden, demi memperkuat lagi hubungan Palestina-AS, serta dalam upaya mewujudkan kemerdekaan, kebebasan, keadilan, dan kehormatan rakyat Palestina. Abbas juga menyatakan siap bekerja sama dengan AS untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, dan keamanan semua rakyat di kawasan Timur Tengah dan dunia.
Kiriman ucapan selamat dari Abbas kepada Biden itu menandakan mulai berakhirnya aksi boikot komunikasi Palestina atas pemerintah AS sejak pemerintahan Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel, Desember 2017.
Segera setelah Abbas, PM Palestina Mohammad Shtayyeh melalui akun Twitter-nya menyampaikan kesediaan Palestina kembali menempuh proses politik serius melalui forum perundingan damai atas dasar solusi dua negara dengan merujuk pada resolusi PBB. Ia menegaskan, Presiden Abbas adalah mitra terbaik dalam menempuh proses politik yang mampu mencapai solusi.
Guru Besar Hubungan Internasional pada Universitas Arab Amerika di kota Jenin, Tepi Barat, Ayman Yousef, mengimbau para pemimpin Palestina untuk tidak terjebak pada hanya menuntut isu terkait keuangan dan kemanusiaan, tetapi lebih fokus pada isu politik. Menurut Yousef, isu keuangan dan kemanusiaan penting, seperti tuntutan agar pemerintah Biden mendatang kembali mengucurkan bantuan keuangan kepada otoritas Palestina, kembalinya AS menyuplai dana bagi lembaga PBB urusan pengungsi Palestina (UNRWA), dan dibukanya lagi kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington DC.
Namun, lanjut Yousef, lebih penting lagi bagi Palestina menuntut solusi politik atas isu Palestina, seperti kembalinya proses politik dengan fokus pada solusi dua negara, seperti yang menjadi tema kampanye Biden. Ia memperingatkan para pemimpin Palestina untuk tidak terjebak lagi terjerumus dalam perundingan maraton bertahun-tahun tanpa akhir, seperti pada masa-masa sebelum ini.
Ia mengimbau para tokoh Palestina untuk tidak berunding lagi dari titik nol, tetapi harus dimulai dari titik ketika perundingan terhenti pada era Menlu AS John Kerry tahun 2014. Yousef menyebut, sudah banyak kemajuan yang dicapai dalam perundingan damai yang dimediasi Menlu John Kerry saat itu, dan hal itu bisa dilanjutkan lagi. Apalagi, lanjut Yousef, jika Kerry ditunjuk lagi sebagai menlu AS, hal itu akan sangat membantu bagi Palestina melanjutkan perundingan damai tahun 2014.
Salah seorang penasihat politik Presiden Abbas, Nabil Shaath, mengatakan bahwa kekalahan Trump bisa mengakhiri penderitaan Palestina dan membuka peluang besar lagi terjadinya normalisasi hubungan Palestina-AS pada era Biden nanti. Ia menyebut Trump sebagai presiden AS terburuk dalam sepanjang sejarah hubungan Palestina-AS dan telah membawa bencana terhadap rakyat Palestina.
Seperti diketahui, pada era Trump terjadi pengakuan AS atas kota Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desmber 2017. AS kemudian memindahkan kantor kedutaannya dari Tel Aviv ke Jerusalem pada Mei 2018. Trump juga menutup kantor PLO di Washington DC pada September 2018, dan meluncurkan proposal damai yang kerap disebut "Kesepakatan Abad Ini (Deal of the Century)" pada Januari 2020.