Kamala Harris dan Pembuktian Mantra AS sebagai Negeri Harapan
Kamala Harris terpilih sebagai perempuan kulit berwarna pertama yang menjabat sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat. Kamala berharap, meski dia yang pertama, dia tidak menginginkan hal itu terhenti pada dirinya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
Dalam pidato singkat di hadapan para pendukungnya di Chase Center, Delaware, AS, Sabtu (7/11/2020) malam waktu setempat, Kamala Harris mengatakan, momentum ini mungkin tidak bisa dibayangkan oleh mendiang ibunya, Shyamala Gopalan Harris. ”Tapi, dia percaya pada Amerika (Serikat), bahwa momentum ini bisa saja terjadi. Dan, ketika saya berdiri di sini, saya memikirkannya,” kata Harris.
Perempuan bernama lengkap Kamala Devi Harris ditabalkan sebagai perempuan pertama yang menjadi Wakil Presiden AS, setelah dia dan calon presiden Joe Biden, yang didukung Partai Demokrat, Sabtu (7/11/2020), unggul perolehan suara dewan elektoral (electoral college) 279 atas pesaingnya, calon presiden petahana Donald Trump, yang mengemas 214 suara dewan elektoral.
Ia tidak hanya ditabalkan sebagai perempuan wakil presiden pertama di negara adidaya ini, tapi juga perempuan berdarah campuran pertama, Asia dan Amerika-Afrika, yang berhasil menduduki jabatan sebagai wakil presiden AS.
Penduduk Desa Thulansendrapuram, sekitar 320 kilometer sebelah selatan Kota Chennai, Negara Bagian Tamil Nadu, berdoa untuk kemenangan Kamala Harris. ”Dia adalah putri desa kami,” kata M Umadevi, salah satu warga desa.
Harris berdarah India dari mendiang ibunya, Shyamala Gopalan Harris, yang hijrah ke AS di tahun 1960 ketika usianya baru menginjak 19 tahun. Di dalam tubuh Kamala juga mengalir darah Jamaika dari sang ayah, Donald J Harris, Guru Besar Ekonomi Universitas Standford. Pasangan Donald dan Syhamala dikaruniai dua putri, Kamala dan adiknya, Maya.
Pencalonan Kamala sebagai pasangan Biden sendiri tidak mudah. Persaingannya dengan Biden pada masa konvensi Partai Demokrat membuat banyak analis sempat berpikir peluangnya untuk berkarier lebih tinggi di pemerintahan AS, tertutup.
Meskipun Biden menginginkan bekerja bersama dengan seorang perempuan wakil presiden ketika ditetapkan sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris masih harus bersaing dengan sejumlah politisi perempuan senior di dalam partai.
Para pesaing Harris saat itu berderet, mulai dari Senator Elizabeth Warren, Susan Rice, hingga Wali Kota Atlanta Keisha Lance Bottoms. Nama yang disebut terakhir ini dinilai berhasil dalam menangani demo antirasialisme oleh gerakan Black Lives Matter di wilayahnya.
Namun, Biden, seperti pernah ditulis The New York Times, pernah menyatakan kekagumannya terhadap Harris. Bahkan, di dalam wawancara itu, Biden menyatakan bahwa Kamala adalah sosok yang layak menjadi pemimpin AS pada suatu hari nanti. ”Dia bisa menjadi presiden pada suatu hari nanti karena sosoknya. Dia bisa menjadi wakil presiden,” kata Biden.
Meski Harris pernah bertempur dengannya dalam konvensi Partai Demokrat, Biden bisa melihat kapasitas dan kapabilitas Harris melampaui beberapa kata kasar yang diucapkan Biden kepada Harris saat berdebat. Harris, dalam perjalanannya, terbukti sebagai sosok yang berharga, menarik perhatian calon pemilih, terutama perempuan, progresif dan calon pemilih kulit berwarna. Semuanya indikator penting itu ada pada diri Kamala.
”Harris selalu menjadi yang paling masuk akal sebagai calon wakil presiden untuk Biden karena dia memiliki kemampuan untuk membantunya menyatukan koalisi Demokrat lintas garis ras dan generasi dan mampu meningkatkan antusiasme basis-basis pemilih Demokrat,” kata Joel Payne, ahli strategi Demokrat untuk Hillary Clinton di tahun 2016.
Bernie Sanders, Senator asal Vermont yang memimpin kelompok progresif dan sering dituding ”kiri” oleh para Republiken, menilai pencalonan Kamala oleh Biden adalah hal yang tepat. ”Dia paham yang dibutuhkan untuk bekerja demi warga, memperjuangkan layanan kesehatan untuk semua, meruntuhkan pemerintahan paling korup dalam sejarah. Ayo, bekerja bersamanya,” cuit Sanders di akun media sosialnya.
Restu yang sama juga diberikan oleh mantan Presiden Barrack Obama.
Rekam jejak
Dengan latar belakang pendidikan hukum dan politik, Kamala memiliki rekam jejak selama puluhan tahun bekerja sebagai jaksa. Kamala merupakan perempuan kulit berwarna pertama yang menjabat sebagai jaksa wilayah San Francisco dan kemudian sebagai jaksa agung California.
Dengan latar belakang ilmu dan praktik hukum yang pernah dijalaninya, pemerintahan Biden-Harris diharapkan bisa memperbaiki masalah kesetaraan ras dalam sistem hukum, peradilan, dan kepolisian negara itu yang sudah berkarat. Dia juga diharapkan banyak pihak memberikan masukan penting bagi reformasi sistem hukum dan kepolisian di pemerintahan Biden.
Tuduhan dari kelompok progresif bahwa Harris tidak bekerja cukup keras untuk menyelidiki kasus kekerasan yang dilakukan polisi atau pemidanaan yang salah saat menjabat sebagai Jaksa Agung California, membuatnya mundur dari pencalonan pada konvensi Partai Demokrat. Saat itu, ia juga mengalami kesulitan menggalang dana kampanye.
Bagi kaum Republiken, Kamala sangatlah liberal. Tapi, ketika berkampanye sebagai pasangan Biden, masalah ini tidak sampai muncul ke permukaan.
Sebagai satu-satunya perempuan berkulit hitam di Senat, Harris muncul tahun ini sebagai penyambung lidah suara terdepan dalam keadilan rasial dan reformasi polisi setelah terbunuhnya pria Afrika-Amerika George Floyd pada Mei 2020 dan berujung pada kerusuhan rasial di seantero Amerika Serikat. Kerusuhan antirasialisme ini bahkan menjalar hingga ke berbagai belahan dunia lain. Harris berbaris dengan pengunjuk rasa di jalan-jalan Washington dan membuka mata liberal-progresif di Partai Demokrat.
Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa sebagian besar pemilih pasangan Biden-Harris adalah perempuan pekerja yang tinggal di pinggiran kota. Menurut beberapa analis, sebagian besar pemilih tampaknya meyakini bahwa kepemimpinan Biden dan dibantu Kamala bisa memberikan penyegaran dan perbaikan terhadap kondisi negeri di tengah pandemi dan dampaknya, terutama krisis ekonomi.
Namun, bagi Kamala, dukungan kelompok perempuan, terutama dari kelompok perempuan kulit hitam, Asia, Latin, dan bahkan suku asli Amerika (Indian) bagi posisi dan daya tawar warga keturunan di negara itu cukup penting. Dalam pidatonya singkatnya ketika memperkenalkan Biden sebagai Presiden AS terpilih, dia menyatakan keberadaan dirinya, perempuan dari kalangan kulit berwarna, sebagai Wakil Presiden AS.
Semua ini, kata Harris, berkat perjuangan para pendahulu yang telah berjuang sepanjang hidupnya untuk kemerdekaan, kesetaraan, dan keadilan bagi semua kelompok, termasuk warga kulit berwarna dan kaum perempuan. Mereka adalah tulang punggung demokrasi AS.
Pemilu Amerika 2020, katanya, adalah sebagai bukti bahwa AS terbuka akan kesetaraan, termasuk terhadap perempuan kulit berwarna. ”Mungkin saya adalah perempuan pertama yang berada di posisi ini. Tapi, aku bukan yang terakhir karena setiap gadis kecil yang menonton pidato ini sekarang, menyaksikan bahwa Amerika Serikat adalah negara yang penuh dengan harapan,” kata Harris.
Kata-kata Harris tersebut sudah seperti mantra bagi siapa pun warga dunia yang ingin mengubah nasib dan kehidupan. Bahwa di Amerika, apa pun bisa terjadi. Tak sekadar kata-kata, Harris sendiri telah membuktikan kebenaran mantra itu. (AFP/AP/REUTERS)