Austria Akui Intelijen Lengah, Pelaku Serangan Kelabui Program Deradikalisasi
Aparat intelijen Austria sebenarnya telah menerima informasi terkait insiden penembakan di Vienna dari badan intelijen Slowakia, bulan Juli. Namun, ada kelengahan intelijen yang diduga akibat masalah komunikasi.
Oleh
MH SAMSUL HADI & MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
VIENNA, RABU — Para penyelidik di Austria memastikan serangan di Vienna, Austria, Senin malam, dilancarkan oleh pelaku tunggal yang baru keluar menjalani program deradikalisasi. Setelah memeriksa rekaman CCTV di lokasi serangan, Menteri Dalam Negeri Austria Karl Nehammer menyatakan, ada kelengahan aparat intelijen yang berakibat pada serangan teroris di ibu kota Vienna tersebut.
Nehammer, Rabu (4/11/2020), mengungkapkan bahwa aparat intelijen Austria telah menerima peringatan dari negara tetangga, Slowakia, bahwa penyerang telah berusaha membeli amunisi.
”Sebelum serangan teror terjadi, menurut informasi yang saat ini tersedia, ada beberapa hal yang juga terjadi,” katanya dalam konferensi pers bersama Direktur Jenderal Keamanan Publik Franz Ruf di Vienna.
Pada Juli lalu, aparat intelijen Slowakia memberikan informasi yang menyebutkan penyerang berusaha membeli—dan gagal—amunisi di negara itu. ”Pada tahap berikutnya, jelas ada sesuatu yang salah terkait komunikasi,” kata Nehammer.
Ruf menambahkan, setelah menerima informasi dari Slowakia, aparat intelijen Austria di level pemerintah federal dan provinsi melakukan pengecekan yang diperlukan dan mengirim pertanyaan balik ke Bratislava. ”Terpulang pada komisi (yang dibentuk Dewan Keamanan Nasional Austria) untuk mengklarifikasi, apakah proses itu berjalan optimal dan sejalan dengan undang-undang,” ujarnya.
Nehammer menyatakan, bukti video ”pada saat ini tak menunjukkan bukti adanya penyerang kedua”. Pelaku serangan diidentifikasi bernama Kujtim Fejzulai (20), simpatisan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan berkewarganegaraan ganda Austria-Macedonia Utara. Empat orang tewas akibat tembakan senjata Kalashnikov yang dilepaskan Fejzulai di area sibuk di Vienna, Senin malam. Fejzulai ditembak mati polisi. Melalui laman propagandanya, NIIS mengklaim serangan tersebut.
Nehammer mengungkapkan, Fejzulai pernah dinyatakan bersalah di pengadilan dan dipenjara dalam kasus serangan teror, April 2019, karena mencoba pergi ke Suriah. Setelah itu, Fejzulai dimasukkan mengikuti program deradikalisasi yang didanai pemerintah. Namun, ia memperoleh pembebasan dini, Desember tahun lalu. Ia seharusnya menjalani hukuman penjara selama 22 bulan.
”Pelaku mengelabui program deradikalisasi dalam sistem peradilan, mengelabui orang- orang (pengelola program) itu, dan mendapat pembebasan dini,” ujar Nehammer. ”Jelas bahwa meski tanda-tanda luar memperlihatkan dia seperti telah terintegrasi dengan masyarakat, penyerang ternyata berbuat sebaliknya.”
Pasukan keamanan Austria, Selasa, menyerbu dan menggeledah 18 alamat berbeda, termasuk rumah Fejzulai. Mereka juga melakukan 14 penangkapan untuk mencari kemungkinan ada kaki tangan yang membantu pelaku dalam serangan itu.
Kementerian Dalam Negeri Macedonia Utara mengonfirmasi, tiga orang yang terlibat dalam serangan adalah warga mereka. Ketiganya memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu Austria dan Macedonia Utara.
Pihak berwenang di Macedonia Utara memperkirakan, 150 warganya telah berperang bersama NIIS. Dalam beberapa tahun terakhir, 13 orang dipenjara di negara itu karena berperang bersama NIIS di Suriah dan juga mencoba melakukan perekrutan.
Awal September lalu, otoritas keamanan negara itu juga menangkap tiga orang yang dicurigai akan melancarkan serangan. Dari ketiganya, mereka menyita senjata api, amunisi, dan rompi yang disertai bahan peledak dan bendera NIIS.
Penangkapan di Swiss
Di Swiss, aparat keamanan setempat menangkap dua pemuda di dekat Zurich terkait serangan teror di Austria. Keduanya diduga mengenal Fejzulai. Juru bicara Kementerian Kehakiman Swiss, Philipp Schwander, mengatakan, kedua anak muda yang ditahan itu saling kenal. Sedang didalami bagaimana mereka mengenal pelaku dan berhubungan satu sama lain.
Schwander tidak mengonfirmasi pernyataan Menteri Kehakiman Karin Keller-Sutter di sebuah media lokal beberapa saat sebelumnya yang menyebutkan bahwa ketiganya sempat menggelar pertemuan tatap muka atau fisik sebelum peristiwa itu terjadi.
Kepolisian kota Zurich dalam pernyataannya menyebutkan, penangkapan dua pemuda itu dilakukan setelah mereka mendapat informasi dari otoritas keamanan Austria. Polisi Swiss masih menyelidiki dugaan keterlibatan dua pemuda berusia 18 dan 24 tahun itu. Keduanya ditangkap di kota Winterthur, Swiss timur laut.
Masih dalam kesempatan yang sama, kepolisian kota Zurich mengatakan, mereka telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki hubungan antara pelaku penembakan di Austria dan beberapa wilayah di bagian utara Swiss.
Mereka akan bertukar informasi dengan otoritas keamanan negara, termasuk Austria. ”Klarifikasi lengkap tentang kemungkinan keterlibatan (para tersangka) adalah tujuan utama kerja sama keamanan kedua negara,” katanya.
Swiss tidak pernah mengalami serangan berskala besar yang dikaitkan dengan kelompok simpatisan NIIS. Namun, sejak serangan di Perancis pada 2015, tingkat ancaman terornya dinaikkan menjadi tinggi.
Presiden Swiss Simonetta Sommaruga menyatakan belasungkawa atas kejadian di Austria dan rasa solidaritasnya, termasuk kepada Perancis. ”Swiss dengan tegas mengecam terorisme dan semua tindakan kekerasan. Nilai-nilai demokrasi kita tentang kebebasan dan toleransi, berdasarkan supremasi hukum, harus menjadi pelindung terhadap tindakan barbarisme,” ujarnya melalui media sosial Twitter. (AFP/REUTERS)