Ilmuwan andal AS, Anthony Fauci, mendesak pemerintah segera mengubah kebijakan kesehatan terkait pandemi Covid-19. Namun, desakan ini memancing kritik tajam dari Gedung Putih.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
PHILADELPHIA, MINGGU — Salah satu ilmuwan terandal Pemerintah Amerika Serikat, Anthony Fauci, mendesak pemerintah segera mengubah kebijakan kesehatan terkait pandemi Covid-19. Jika kebijakan dan praktik-praktik kesehatan tak segera diubah, rakyat AS akan jauh lebih menderita. Namun, desakan ini memancing kritik tajam dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Fauci menyampaikan hal ini ketika diwawancara harian the Washington Post, Sabtu lalu. Fauci khawatir situasi akan memburuk karena banyak warga AS yang tidak mengindahkan protokol kesehatan dan banyak rumah sakit yang kewalahan seiring dengan masuknya musim dingin. ”Kondisinya sangat buruk,” ujarnya.
Saat ini, jumlah korban tewas akibat Covid-19 di AS mencapai 230.000 orang. Juru bicara Gedung Putih, Judd Deere, mengatakan komentar Fauci itu tidak dapat diterima dan melanggar semua norma bagi Fauci, anggota senior Satgas Korona Presiden yang selama ini memuji tindakan Trump. Fauci dituding sengaja bermain politik menjelang pemilihan presiden, 3 November. Deere juga mengkritik Fauci yang memilih mengkritik presiden di media massa.
Trump, yang gencar berkampanye melawan Joe Biden, bersikeras menyatakan sudah berhasil mengendalikan Covid-19. Trump bahkan tanpa bukti menuduh para dokter menggelembungkan jumlah korban tewas akibat Covid-19 untuk mendapatkan keuntungan. ”Dokter-dokter kita itu orang-orang yang cerdas. Mereka bisa mendapatkan keuntungan kalau pasien meninggal,” ujarnya.
Fauci mengaku dulu hampir setiap hari rapat dengan Trump membahas perkembangan Covid-19. Namun, belakangan ini sudah tidak lagi. Trump tidak pernah meminta pendapatnya lagi. Pada pertengahan Oktober lalu, Trump pernah menuding Fauci pembaca bencana. Fauci justru kini mendukung Biden karena Biden lebih serius menanggapi krisis kesehatan ini.
Sebelum urusan Fauci ini muncul, salah seorang penasihat Covid-19 favorit Trump, Scott Atlas, juga membuat pihak Trump pusing. Atlas, ahli epidemiologi yang dipertanyakan keahliannya oleh komunitas ahli dan kesehatan masyarakat di AS itu memicu kontroversi karena diwawancara Televisi Rusia, RT. ”Saya tidak tahu bahwa itu media asing. Saya menyesal dan minta maaf, terutama kepada komunitas keamanan nasional”, tulisnya di akun twitter.
Kejar setoran
Dua hari menjelang hari pemilihan, Trump gencar berkampanye ke sejumlah negara bagian, seperti Iowa dan Michigan, bagaikan mengejar ”setoran”, memenangi sebanyak mungkin suara di dewan elektoral. Selama dua hari itu, ia akan kampanye di 10 panggung di North Carolina, Pennsylvania, Wisconsin, lalu kembali ke Michigan. Jadwal Trump padat karena ia tidak mau menjadi presiden petahana pertama yang kalah dalam pemilu yang sebelumnya terjadi pada George HW Bush tahun 1992.
Biden memimpin dalam jajak pendapat nasional meski kompetisi cukup ketat di negara-negara bagian tertentu yang memungkinkan Trump mendapatkan 270 suara elektoral dari total 538 suara dewan elektoral. ”Kita harus memperjuangkan demokrasi kita. Untuk itu, kita harus keluar dan memberikan suara. Suara di daerah ini menentukan,” kata Biden di Philadelphia.
Trump juga mendorong para pendukungnya di Detroit untuk keluar rumah dan memberikan suaranya. Trump memprediksi kemenangannya di Michigan seperti tahun 2016. Ia menjanjikan menyediakan lapangan pekerjaan di bidang otomotif yang merupakan industri andalan wilayah itu. ”Kita sudah memulihkan industri mobil. Dulu industri itu sudah mati dan masyarakat di sini pasti akan kehilangan segalanya,” kata Trump.
Dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos, 27-29 Oktober 2020, Biden unggul dengan 51 persen suara secara nasional, sementara Trump 43 persen suara. Kompetisi ketat terjadi di Florida, North Carolina, dan Arizona. Trump tertinggal 7 poin persentase di Pennsylvania dan 10 poin di Michigan dan Wisconsin.
”Presiden Trump ketakutan dengan apa yang bisa terjadi di Pennsylvania. Kalau rakyat memilih, dia tidak akan berkutik. Kita masih punya dua hari untuk mengakhiri kepresidenan yang hanya memecah belah kita,” kata Biden.
Dalam kampanyenya, Trump selalu menggambarkan dirinya sedang melawan ”politikus korup”, ”orang-orang bodoh”, ”kelompok kiri”, dan ”orang-orang Demokrat yang maniak”. (REUTERS/AFP)