Perkuat Poros ASEAN Menghadapi China, Jepang Ekspor Persenjataan ke Vietnam
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga memilih dua negara ASEAN, Vietnam dan Indonesia, sebagai tujuan pertama kunjungan kenegaraan setelah menggantikan Shinzo Abe, bulan lalu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
TOKYO, RABU — Jepang akan menandatangani kesepakatan ekspor peralatan dan teknologi pertahanan ke Vietnam sebagai upaya memperkuat kemampuan pertahanan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik menghadapi pengaruh China. Penandatanganan kesepakatan antara Jepang dan Vietnam itu diharapkan berlangsung saat Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga berkunjung ke Vietnam, pekan depan.
Koran Jepang, Nikkei, Rabu (14/10/2020), melaporkan bahwa Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga pada pertemuan Partai Demokrat Liberal (LDP), Selasa lalu, mengungkapkan, dirinya akan berkunjung ke Vietnam dan Indonesia. Kunjungan ini merupakan perjalanan ke luar negeri pertama Suga sejak menjabat PM, bulan lalu, menggantikan Shinzo Abe yang mundur karena sakit.
Selain segera menjalin kesepakatan dengan Vietnam, seperti dilaporkan Nikkei, Pemerintah Jepang juga tengah bernegosiasi untuk menjalin kesepakatan penjualan perlengkapan pertahanan dengan Indonesia dan Thailand.
Kabar tentang langkah Jepang menjalin kerja sama pertahanan dengan negara-negara ASEAN ini muncul di tengah upaya konsolidasi empat negara Quad—Jepang, Amerika Serikat, India, dan Australia—untuk menghadapi pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.
Wakil Menteri Luar Negeri AS Stephen Biegun, dalam pernyataannya awal pekan ini di New Delhi, India, menyatakan bahwa kelompok Quad—aliansi empat negara, yakni Amerika Serikat, Australia, India, dan Jepang—terbuka bagi siapa pun yang menginginkan kawasan Indo-Pasifik sebagai kawasan yang bebas dan terbuka, lepas dari pengaruh China. Ia juga mendorong perlunya menjajaki penambahan anggota baru Quad, termasuk di dalamnya adalah negara-negara anggota ASEAN.
Dalam kunjungan PM Suga ke Vietnam, kerja sama di bidang keamanan dan pertahanan ini diperkirakan bakal menjadi salah satu topik utama pembicaraan dengan PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc. Vietnam berhadapan dengan China dalam konflik Laut China Selatan.
Ekspor alat kelengkapan pertahanan Jepang dimulai kembali setelah 2014 saat berakhir larangan penjualan senjata ke luar negeri seusai berakhirnya Perang Dunia II. Spesifikasi ekspor alutsista Jepang akan bergantung pada apa yang diinginkan Vietnam.
Pesawat patroli dan angkut
Menurut Nikkei, Jepang telah mempromosikan pesawat patroli P-1 dan pesawat angkut C-2 kepada calon konsumen, termasuk Vietnam. Data Institut Penelitian Perdamaian Stockholm (SIPRI) menyebutkan, sekitar 80 persen alutsista Vietnam dipasok Rusia, beberapa dekade terakhir. Namun, Vietnam mulai bekerja sama lebih erat di bidang keamanan dengan Jepang dan AS sebagai respons terhadap China.
Bagi Jepang, pengembangan peralatan militer buatan dalam negeri diharapkan mampu menurunkan belanja militer sekaligus menjadi daya tarik negara-negara calon pengguna. Namun, sejauh ini industri pertahanan Jepang kesulitan untuk mencapai kesepakatan ekspor produk jadi ke negara-negara lain.
Kesepakatan ekspor produk jadi satu-satunya Jepang di bidang pertahanan ditandatangani dengan Filipina pada Agustus lalu. Filipina mengimpor sistem radar peringatan dan kontrol yang dikembangkan oleh perusahaan Mitsubishi Electric.
Pencabutan larangan ekspor senjata dan alat pertahanan Jepang pada 2014 dibatasi oleh aturan yang dikenal dengan sebutan The Three Principles on Transfer of Defense Equipment and Technology. Di dalamnya disebutkan bahwa Pemerintah Jepang tidak boleh melakukan transfer atau pengiriman alutsista kepada pihak yang berkonflik.
Selain itu, pengiriman atau penjualan alutsista apa pun harus berkontribusi pada keamanan Jepang serta Pemerintah Jepang. Sebagai produsen, Jepang juga harus mengeluarkan persetujuan terlebih dulu apabila negara penerima kemudian berencana mentransfer alutsista produksi Negeri Matahari Terbit itu kepada pihak ketiga.
Dalam praktiknya, Jepang tidak akan mengekspor alutsista buatan mereka ke negara lain, kecuali negara tersebut mengakui dan patuh pada prinsip tersebut dalam sebuah kesepakatan yang resmi. Sejauh ini, Jepang telah menandatangani perjanjian semacam itu dengan sembilan negara, termasuk AS, Inggris, Filipina, dan Malaysia.
Banyak perusahaan dalam negeri Jepang terlibat dalam produksi peralatan, seperti pesawat patroli. Namun, beberapa perusahaan itu sudah mulai keluar dari bisnis pertahanan, yang menuntut banyak waktu dan uang untuk mengembangkan produk. Kementerian Pertahanan Jepang berharap dapat menopang industri pertahanan negara itu dengan meningkatkan ekspor dan pengembangan senjata bersama dengan negara lain.
Misi untuk Indo-Pasifik
Jepang juga bekerja untuk meningkatkan hubungan keamanan ekonomi dengan Asia Tenggara secara keseluruhan. Tokyo memandang kawasan Asia Tenggara memegang peran kunci dalam upaya negera itu mendorong terwujudnya ”Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”. Laut China Selatan, yang termasuk dalam cakupan wilayah Indo-Pasifik, merupakan jalur laut utama penghubung Asia dan Timur Tengah. Jalur itu berdampak langsung bagi keamanan nasional Jepang.
Jepang menempatkan dua atase pertahanan di setiap kedutaan besarnya di Filipina, Vietnam, dan Malaysia. Pemerintah Jepang juga berencana mengadakan pertemuan dengan Kementerian Pertahanan di negara-negara yang akan dikunjungi Suga.
Ekspor senjata adalah cara untuk lebih memperdalam komunikasi dengan otoritas pertahanan asing. Jepang telah menyumbangkan lima pesawat TC-90 yang digunakan untuk melatih pilot, serta suku cadang helikopter multiguna ke Filipina. Tokyo juga memberikan kapal patroli dari Pasukan Penjaga Pantai ke Malaysia.
Ketegangan dengan China
Sebelum dikunjungi Suga pekan depan, Vietnam secara khusus berhadapan dengan China dalam konflik Laut China Selatan. Bersama negara ASEAN lainnya, yaitu Filipina, Vietnam pada Juli lalu mengirimkan protes kepada Pemerintah China saat militer China melaksanakan latihan militer di perairan sengketa di Laut China Selatan.
Sehari sebelum pengumuman rencana penandatanganan kesepakatan ekspor alutsista ke Vietnam, Pemerintah Jepang juga mengirimkan protes ke Beijing setelah masuknya kapal penjaga pantai China ke perairan teritorial Jepang di lepas pantai Kepulauan Senkaku—atau Kepulauan Diaoyu menurut China—yang disengketakan kedua negara. Kapal penjaga pantai China, menurut laporan Kementerian Pertahanan Jepang, menolak untuk keluar dari wilayah perairan Jepang.
Kedua kapal China itu memasuki perairan yang diklaim Jepang pada Minggu pagi. Dua kapal China tersebut tampak mendekati sebuah kapal nelayan Jepang yang membawa tiga awak. Kapal China itu tetap berada di sana, mengabaikan peringatan berulang-ulang dan tuntutan keluar dari pihak Jepang, kata pejabat penjaga pantai Jepang.
Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato, Selasa (13/10/2020), mengatakan, ”sangat disesalkan” bahwa dua kapal penjaga pantai China masih berada di perairan Jepang. Kato menyatakan, Pemerintah Jepang telah mengirimkan nota protes kepada Pemerintah China atas tindakan kapal penjaga pantai itu dan menuntut agar kapal China segera keluar dari perairan Jepang.
Kato menambahkan, bukan tidak mungkin Jepang akan dengan tegas mempertahankan wilayah laut, darat, dan udaranya ”dengan rasa urgensi”.
Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Koshi mengatakan, upaya China untuk terus-menerus mengubah status quo wilayah sengketa dengan paksa, termasuk dengan melakukan patroli kapal perang di wilayah sengketa serta intrusi berulang kali ke wilayah perairan Jepang, tidak dapat ditoleransi.
”Namun, ketika menyangkut situasi di sekitar pulau Senkaku, kami harus menanggapi dengan tenang agar tidak meningkatkan ketegangan. Kami mendesak China untuk menahan diri pada tindakan apa pun yang akan meningkatkan ketegangan,” kata Koshi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, menegaskan kembali klaim China atas pulau-pulau itu. ”Pulau Diaoyu dan pulau-pulau afiliasinya adalah wilayah inheren China. Merupakan hak inheren China untuk melakukan patroli maritim guna menegakkan hukum di perairan sekitar Pulau Diaoyu, yang harus dihormati oleh Jepang,” kata Zhao. (AP/REUTERS)