Penampilan Pemimpin Korut Kim Jong Un meneteskan air mata di hadapan publik saat parade militer, Sabtu lalu, sebagai upaya mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang kompeten dan karismatik, serta citra manusia biasa.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Ada yang berbeda dari penampilan pemimpin rezim Korea Utara, Kim Jong Un, seusai menyaksikan parade militer, akhir pekan lalu. Untuk pertama kalinya, Kim meneteskan air mata ketika berpidato dan menyatakan terima kasih atas pengorbanan rakyatnya.
Kim menjadi emosional saat berterima kasih kepada tentara atas kerja keras mereka menangani bencana nasional dan mencegah pandemi Covid-19. Ia juga meminta maaf karena tidak bisa memperbaiki kondisi hidup rakyatnya.
”Rakyat sudah percaya setinggi langit dan sedalam lautan kepada saya, tetapi saya sudah gagal memenuhi kepercayaan itu. Saya minta maaf sekali,” kata Kim yang suaranya terdengar tercekat.
Bagi Kim, keberhasilan Korut mencegah Covid-19 dan menghadapi tantangan apa pun itu berkat kerja keras rakyatnya. ”Rakyat kami selalu berterima kasih kepada partai. Padahal, semua ini berkat kerja keras mereka sehingga ucapan terima kasih itu mestinya untuk diri mereka sendiri,” kata Kim.
Penampilan Kim meneteskan air mata di hadapan publik saat parade militer, Sabtu (10/10/2020), termasuk tidak lazim. Sebab, selama ini Kim terlihat sebagai pemimpin yang kejam. Para pengamat Korut menduga, Kim juga mau menggambarkan dirinya sebagai pemimpin politik pada umumnya dan tidak eksentrik seperti ayahnya, Kim Jong Il.
”Kesederhanaan, keterusterangan, dan air mata, serta suara tercekat Kim itu semua tidak biasa, bahkan bagi seseorang yang terbuka mengakui kekurangan dan ekspresif,” kata Rachel Minyoung Lee, peneliti dan mantan analis Korut untuk Pemerintah Amerika Serikat.
Citra manusia biasa
Isi pidato Kim yang jelas ditulis hanya untuk rakyat Korut itu, kata Lee, sepertinya tidak hanya ingin mencitrakan Kim sebagai pemimpin yang kompeten dan karismatik, tetapi juga citra sebagai manusia biasa.
Kim baru tersenyum lebar ketika melihat rudal balistik besar lewat di depannya dalam parade tersebut. Ia menyalahkan sanksi dari komunitas internasional yang membuat Korut semakin merana akibat krisis ekonomi, krisis pandemi Covid-19, dan berbagai bencana topan serta banjir.
Sejak menggantikan ayahnya pada 2011, Kim menjadikan kemajuan ekonomi sebagai agenda utamanya. Namun, rencana ambisius untuk menjalin perdagangan internasional, proyek-proyek pembangunan, dan rencana ekonomi lainnya terpaksa mandek karena sanksi internasional yang diberikan gara-gara program pengembangan rudal balistik dan senjata nuklirnya.
Krisis ekonomi Korut semakin parah ketika semua pintu perbatasan wilayah ditutup gara-gara pandemi dan banjir akibat topan. Bahkan, persediaan makanan pun terancam. ”Pidato Kim itu jelas untuk dan tentang rakyat. Biasanya, isi pidatonya penuh tema ideologis dan memuji Partai Pekerja Korea,” kata Lee.
Citra dekat rakyat
Berbeda dengan ayahnya, Kim ingin dianggap dekat dengan rakyat dan tidak kaku. Ia kerap membawa istrinya ke pertemuan-pertemuan politik dengan pemimpin negara asing. Ia juga kerap membungkuk hanya untuk memeluk anak-anak dan berbaur dengan para pekerja saat berkesempatan bertemu dengan mereka.
”Pendekatan sederhana seperti itu berhasil membentuk respons publik terhadap masalah ekonomi,” kata Benjamin Katzeff Silberstein, pakar ekonomi Korut di lembaga kajian Pusat Stimson di AS.
Silberstein mengatakan, Kim secara pribadi hadir dan terlihat di lokasi rekonstruksi bencana. Ia memprioritaskan banyak proyek konstruksi simbolik yang dirancang untuk menunjukkan kemajuan ekonomi. Meski demikian, Kim tetap saja bukan reformis. Kebijakan-kebijakannya cenderung mengacu pada pedoman yang sudah disusun oleh ayah dan kakeknya, Kim Il Sung.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai Korut tetap saja mengekang kebebasan rakyat, mempertahankan kamp penjara politik, dan pengawasan ketat terhadap rakyatnya. Bahkan, Kim pernah mengeksekusi pamannya sendiri. AS juga menuduh Korut memakai agen racun kimia VX untuk membunuh saudara tiri Kim Jong Un, Kim Jong Nam, tahun 2017. Korut membantah tuduhan itu.
Pada pekan lalu, Kim mendorong negaranya untuk mulai bergerak cepat selama 80 hari untuk mengejar target ekonomi sebelum kongres, Januari mendatang. Dalam kongres itu akan ditentukan rencana pembangunan lima tahun ke depan. Silberstein mengatakan, rencana Kim itu menuntut kerja keras rakyat dan itu pun ”sukarela”.
”Bagi warga Korut, hal itu melelahkan dan menjengkelkan. Meski sudah meneteskan air mata dan minta maaf, ia tetap akan mencari uang ke mana pun dan dengan cara apa pun,” kata Silberstein. (REUTERS)