Iran sangat kecewa dengan keputusan Uni Emirat Arab yang menormalisasi hubungan diplomatik mereka dengan Israel.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
DUBAI, RABU — Iran menilai Uni Emirat Arab telah mengkhianati dunia Islam, negara-negara Arab, dan seluruh rakyat Palestina karena menyepakati normalisasi hubungan dengan Israel. Untuk itu, Uni Emirat Arab akan dipermalukan selamanya.
Ini dikemukakan oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. ”Stigma Uni Emirat Arab akan selalu diingat. Mereka membiarkan rezim zionis menapakkan kaki di wilayah mereka dan melupakan Palestina,” kata Khamenei saat berpidato, Selasa (1/9/2020).
Menanggapi pernyataan Khamenei, Jamal Al-Musharakh dari Kementerian Luar Negeri UEA mengatakan jalan menuju perdamaian dan kesejahteraan tidak dibangun dengan hasutan dan perkataan kebencian.
Pernyataan Khamenei ini diutarakan di hari terakhir pertemuan delegasi Israel dan Amerika Serikat yang dipimpin penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner di Abu Dhabi. Pembicaraan itu untuk memfinalisasi kesepakatan UEA dan Israel.
”Saya harap rakyat UEA segera bangun dan mengompensasi apa yang sudah mereka lakukan,” kata Khamenei.
Takut Iran
Delegasi Israel dan AS tiba di Abu Dhabi dengan maskapai penerbangan Israel El Al, Senin lalu. Ini merupakan penerbangan komersial langsung pertama antara UEA dan Israel.
Kesepakatan kedua belah pihak yang baru kali ini terjadi antara negara Arab dan Israel dalam 20 tahun dibuat salah satunya karena sama-sama khawatir dan takut pada Iran. UEA berkeyakinan langkah ini harus dilakukan karena akan bisa membantu menangani polarisasi di kawasan.
Apa pun alasannya, Iran mengecam kesepakatan itu dan menyebutnya sebagai tindakan yang bodoh. UEA menurunkan kualitas hubungannya dengan Iran sejak Januari 2016 karena adanya ketegangan antara Arab Saudi dan Iran. Hubungan Teheran dan Riyadh memburuk tahun lalu setelah terjadi serangkaian serangan pada tanker minyak di perairan Teluk. AS menuding Iran sebagai pelakunya. Namun, Iran membantah tuduhan itu.
Arab Saudi dan Iran, dua kekuatan terbesar di kawasan, memiliki sikap berseberangan dalam konflik Suriah dan Yaman. Di dalam kesepakatan UEA-Israel, Israel berjanji menangguhkan pencaplokan tanah Palestina. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menekankan pihaknya tidak akan membatalkan rencana mencaplok Bukit Jordan dan permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Pesawat stealth
Di tengah pembicaraan normalisasi hubungan antara Israel dan UEA, para pejabat AS menghabiskan waktu di pagi hari di pangkalan udara Abu Dhabi yang menampung pesawat jet siluman canggih F-35 milik AS yang diharapkan akan dibeli oleh UEA meski Israel keberatan.
Kushner bertemu dengan para pejabat militer UEA di pangkalan udara Al Dhafra. UEA selama bertahun-tahun berusaha mendapatkan pesawat itu. Israel yang juga memiliki F-35 selama ini berusaha mencegah negara lain di Timur Tengah untuk memiliki pesawat itu juga. Alasannya, Israel ingin mempertahankan keunggulan militer di kawasan.
Pesawat F-35 itu selama ini digunakan Israel berperang dan UEA juga sejak lama menginginkan pesawat sejenis yang dibuat oleh Lockheed Martin Corp. Namun, menurut Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash, normalisasi hubungan itu semestinya juga menghilangkan semua hambatan pembelian F-35 ke UEA.
Netanyahu menegaskan, penjualan F-35 itu tidak masuk dalam kesepakatan dengan UEA. Israel khawatir aksesnya terhadap persenjataan canggih AS bisa berkurang. ”AS tahu itu dan posisi kami tidak berubah,” ujarnya.
Ia mengingatkan penasihat keamanan nasional Gedung Putih Robert O’Brien berjanji AS akan tetap memegang komitmen menjaga kekuatan militer Israel di kawasan.
AS selama ini telah menjual F-35 ke Turki, Korea Selatan, Jepang, dan Israel. Meski isu pembelian pesawat ini muncul dan UEA sejak lama ingin beli pesawat itu, Kepala Perencanaan Kebijakan dan Kerja Sama Internasional di Kementerian Luar Negeri UEA Jamal Al-Musharakh menekankan isu pesawat F-35 bukan faktor utama yang menentukan hasil kesepakatan UEA dan Israel.(REUTERS/AFP/AP)