China dan AS Semakin Intensif Latihan Militer di Laut China Selatan
China menggelar latihan militer selama lima hari yang berakhir Minggu (5/7/2020) di Laut China Selatan. Kini dua kapal induk Amerika Serikat, yakni USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, juga berlatih di perairan yang sama.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON DC, MINGGU — China dan Amerika Serikat semakin intensif menggelar latihan militer mereka di Laut China Selatan dengan motif atau alasan yang berbeda. Beijing dan Washington juga saling mengecam atas latihan militer mereka satu sama lain.
China menggelar latihan militer selama lima hari yang berakhir pada Minggu (5/7/2020) di wilayah perairan Laut China Selatan. Kini dua kapal induk Amerika Serikat, yakni USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, juga berlatih di kawasan yang sama sejak Sabtu (4/7/2020), seperti dilaporkan The Wall Street Journal(WJS).
Militer AS sudah tiga kali berlatih pada Juni 2020. Kementerian Pertahanan AS, Sabtu (4/7/2020) waktu Washington DC, beralasan, latihan itu untuk membantu memastikan perairan Indo-Pasifik tetap bebas dan terbuka. Kebebasan navigasi menjadi alasan AS hadir di jalur niaga internasional Laut China Selatan.
”AS berkomitmen memastikan semua negara berhak dan bebas untuk terbang, berlayar, dan beraktivitas di mana pun hukum internasional memperbolehkan,” kata juru bicara dari Angkatan Laut AS.
”Tujuannya adalah untuk menunjukkan sinyal yang jelas kepada mitra dan sekutu kami bahwa kami berkomitmen terhadap keamanan dan stabilitas regional,” kata Laksamana Muda Angkatan Laut AS, George M Wikoff, seperti dikutip WJS.
Latihan Angkatan Laut AS itu dilakukan setelah Pentagon mengungkapkan kekhawatirannya pada latihan-latihan militer China di Laut China Selatan, yang dikhawatirkan akan semakin mengganggu stabilitas kawasan.
Bukan hanya AS yang khawatir dengan perilaku China yang kian agresif. Namun, juga tetangga-tetangga China seperti Vietnam dan Filipina, serta beberapa negara tetangga yang terlibat dalam klaim atas bagian-bagian masing-masing di Laut China Selatan.
China berkeras menyatakan tidak ada yang salah dengan latihan-latihan itu karena semua dilakukan di dalam lingkup wilayah kedaulatan China. Beijing mengklaim banyak wilayah di Laut China Selatan termasuk Pulau Paracel. Di lokasi itu China latihan selama lima hari dan akan berakhir 5 Juli 2020. Washington mengecam kelakuan China itu.
”Latihan militer di wilayah sengketa Laut China Selatan justru membuat situasi semakin tegang dan menghambat upaya semua pihak untuk menjaga stabilitas keamanan,” kata pernyataan tertulis Kementerian Pertahanan AS.
Selain itu, menurut Global Times, media yang menjadi salah satu corong Beijing mengatakan, China melakukan latihan militer di Laut China Selatan kali ini untuk mengantisipasi provokasi militer AS pasca-pandemi.
Kebebasan navigasi
Dengan alasan melindungi Laut China Selatan, AS pun rutin menggelar ”operasi kebebasan navigasi” di Laut China Selatan. Bahkan, AL AS terkadang mengirimkan kapal perang ke Pulau Paracel yang diyakini kaya akan simpanan minyak dan gas itu. Pulau ini sama-sama diklaim China dan Vietnam.
AS menuduh China memiliterisasikan Laut China Selatan dan mengintimidasi negara-negara tetangga di Asia yang bisa jadi hendak mengeksploitasi kekayaan minyak dan gas yang ada di wilayah itu. China mengklaim 90 persen wilayah Laut China Selatan yang kaya sumber energi.
Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim wilayah perairan yang sama yang selama ini menjadi jalur lalu lintas perdagangan dunia dengan total nilai dagang 3 triliun dollar AS atau setara Rp 43.605 triliun (kurs Rp 14.500) setiap tahunnya itu.
”Latihan China di Paracel melanggar kedaulatan wilayah Vietnam. Kami sudah minta China menghentikannya,” kata juru bicara Kemlu Vietnam Le Thi Thu Hang, Kamis lalu.
Filipina juga memperingatkan China akan ada ”balasan yang sangat menyakitkan” apabila latihan militer China di Laut China Selatan sampai masuk ke wilayah Filipina.
Baru kali ini Filipina mengeluarkan peringatan yang keras ke China. Padahal, hubungan Filipina dan China membaik sejak Presiden Filipina Rodrigo Duterte mulai berkuasa pada 2016.
Vietnam protes keras ke China setelah kapal penjaga pantai China menabrak dan menenggelamkan kapal nelayan Vietnam di Pulau Paracel, April lalu. Filipina mendukung Vietnam dan ikut memprotes China yang mengumumkan dua distrik wilayah yang baru.
Semua pihak yang berkepentingan menilai klaim China atas distrik baru yang berada di dalam wilayah Laut China Selatan itu batal demi hukum karena tidak memiliki dasar dalam hukum internasional.
China berpegangan pada catatan sejarah yang menyatakan Laut China Selatan masuk dalam wilayah China. Namun, klaim itu lalu batal oleh pengadilan internasional dalam keputusan yang diambil tahun 2016 berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. (REUTERS/AFP/AP/PASCAL S BIN SAJU)