Langkah Korea Utara yang kerap tidak terduga membuat banyak pihak, terutama Amerika Serikat dan Korea Selatan, ekstrawaspada.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Korea Utara dan senjata nuklirnya masih menjadi ancaman bagi kawasan Indo-Pasifik. Amerika Serikat dan Korea Selatan kini tengah berupaya mencari solusi untuk mendinginkan suasana di Semenanjung Korea itu, termasuk kemungkinan melibatkan Pemerintah China.
”Korea Utara terus menghadirkan ancaman luar biasa terhadap kawasan ini dan menuntut kewaspadaan kita secara terus-menerus,” kata David Helvey, Asisten Menteri Pertahanan untuk Urusan Keamanan Indo-Pasifik, Kamis (18/6/2020).
Helvey mengakui tidak mudah untuk memperkirakan langkah dan tindakan yang akan diambil oleh Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un atau adiknya, Kim Yo Jong, selama beberapa waktu ke depan. Ketertutupan membuat Korea Selatan dan AS tidak memiliki informasi yang cukup sebagai dasar untuk membuat langkah atau kebijakan untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.
”Saya pikir penting untuk mengatakan bahwa kita harus tetap waspada terhadap segala jenis ancaman dan provokasi,” kata Helvey.
Kecewa
Penghancuran kantor penghubung Korea Selatan-Korea Utara yang berada di Kawasan Industri Kaesong dilakukan Pemerintah Korut karena menilai pemerintahan Moon Jae-in tidak cukup bersikap atas pengiriman berbagai brosur, selebaran, dan berbagai bahan propaganda anti-Korut oleh para pembelot. Jong, adik Un, telah mengancam akan menggunakan ”kekerasan” karena tidak melihat ada upaya yang serius dari pemerintah Korsel, termasuk menggerakkan pasukan ke perbatasan.
Helvey berhati-hati ketika ditanya tentang kemungkinan untuk memperkuat kehadiran militer AS di Korea Selatan, termasuk melanjutkan kembali program latihan militer kedua negara yang terhenti untuk mendorong pembicaraan program nuklir antara AS dan Korut.
”Saya tidak ingin mendahului keputusan apa pun yang akan dibuat,” katanya. Namun, dia mengatakan, hal tersebut menjadi bahan pembicaraan antara Pemerintah AS dan Korsel karena kehadiran militer AS di Semenanjung Korea membantu negara adidaya itu menjaga kepentingannya di kawasan.
Sebelumnya, utusan khusus Pemerintah Korsel sekaligus ketua tim perundingan nuklir Korsel Lee Do Hoon mengadakan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Stephen Biegun yang juga ketua tim denuklirisasi Korut Pemerintah AS.
Belum ada kejelasan hasil dari pembicaraan tersebut. Namun, Asisten Menteri Luar Negeri David Stillwell mengatakan, Pemerintah AS tengah mencari cara untuk bekerja sama dan melibatkan Pemerintah China dalam hal ini.
Korea Selatan
Menyusul meningkatnya ketegangan kedua Korea dan langkah Korut meledakkan kantor penghubung di Kaesong, Presiden Korsel Moon Jae-in, Jumat (19/6/2020), menerima Menteri Unifikasi Kim Yeon-chul. Presiden Moon mengangkat Kim Yeon-chul sebagai menteri unifikasi pada April 2019 ketika pembicaraan antara Washington dan Pyongyang mulai berantakan.
Kim Yeon-chul mengatakan, dia mengajukan pengunduran diri karena merasa bertanggung jawab ada ketegangan yang meningkat antara Korut dan Korsel. Sebagai catatan, dalam beberapa bulan terakhir, Pyongyang telah memutuskan semua kerja sama dengan Korsel dan mengecam Seoul karena keengganan Seoul melepaskan diri dari Washington untuk kembali memulai proyek ekonomi antar-Korea.
Setelah pengunduran diri Kim Yeon-chul, belum jelas siapa yang akan dipilih Presiden Moon Jae-in sebagai pengganti. Di sisi lain, ada seruan agar presiden merombak kebijakan luar negeri Korsel dan personel keamanan nasional. Dua hal utama yang melandasi anjuran itu adalah memburuknya hubungan kedua Korea dan memudarnya peran Seoul sebagai mediator dalam perundingan nuklir antara Pyongyang dan Washington.
Sebelumnya, Rodong Sinmun, surat kabar resmi Partai Buruh yang berkuasa di Korea Utara, mengatakan, pembongkaran kantor penghubung adalah ”aksi tahap pertama” dalam ”perang suci” yang bertujuan menghukum Pemerintah Seoul karena menutup mata terhadap kampanye pembelot.
”Peledakan itu adalah palu besi, hukuman keras yang dijatuhkan kepada mereka yang memiliki mimpi kosong saat mengejar kebijakan bermusuhan yang tersembunyi,” tulis surat kabar milik partai berkuasa di Korut tersebut.
Di dalam tubuh Pemerintah Korsel sendiri, para pejabat tinggi keamanan mengadakan pertemuan membahas potensi ancaman Korut yang semakin meningkat. Pertemuan yang berlangsung di istana kepresidenan itu langsung dipimpin oleh Direktur Dewan Keamanan Nasional Chung Eui-yong.
Selain membahas situasi terkini, para pejabat tersebut juga membahas postur pertahanan militer Korsel. Namun, ditegaskan bahwa Pemerintah Korsel tetap akan melaksanakan perjanjian antar-kedua pemimpin Korea pada 15 Juni 2000 yang memungkinkan warga kedua negara bisa bertemu kembali setelah Perang Korea tahun 1950. Pertemuan itu juga menyepakati bahwa mereka akan terus mengupayakan penghentian ketegangan di antara kedua negara. (AP/AFP/Reuters/JOS)