ASEAN-China Sepakat Bahas COC
MANILA, KOMPAS — Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) kembali mencatat kemajuan. Para pemimpin ASEAN, Senin (13/11), sepakat memulai negosiasi kode tata berperilaku (COC) dengan China. Tujuan COC adalah mengendalikan sikap agresif di Laut China Selatan.
Wartawan Kompas, Benny D Koestanto, dari Manila melaporkan, bagi ASEAN, terutama dalam relasi mereka dengan China, langkah itu merupakan tonggak sejarah. Agustus lalu, ASEAN dan China juga telah menyepakati sebuah kerangka kerja.
”Para pemimpin ASEAN-China sepakat memulai perundingan COC. Pernyataan ketua KTT yang menjelaskan perihal kesepakatan itu akan segera dikeluarkan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina, Robespierre Bolivar, seusai KTT ASEAN-China.
Meski perundingan telah disepakati, menurut Bolivar, dalam KTT itu tidak ada kesepakatan perihal waktu khusus atau target khusus waktu dicapainya COC itu. Hal-hal terkait itu akan dijelaskan atau dijabarkan dalam keterangan ketua KTT yang kali ini diketuai Singapura.
Pernyataan tentang kesepakatan memulai negosiasi COC itu dikeluarkan setelah pertemuan 10 negara anggota ASEAN dan China. Kesepakatan memulai perundingan itu memang di luar perkiraan.
Meskipun sejak Agustus lalu sejumlah diplomat mengatakan perundingan COC akan dimulai pada November, banyak pihak meragukannya. Apalagi, ketika membuka KTT ASEAN, Senin pagi, Presiden Filipina Rodrigo Duterte sama sekali tidak menyinggung isu Laut China Selatan. Presiden Duterte malah menyinggung pemicu ancaman kekerasan lain di Asia Tenggara, seperti terorisme.
Bahkan, sehari sebelumnya, Minggu, Presiden Duterte, yang kini memegang kursi kepemimpinan ASEAN, mengimbau agar ASEAN tidak membahas isu perselisihan di Laut China Selatan. Presiden Duterte meminta agar isu Laut China Selatan dibiarkan saja supaya tidak memicu konflik lebih parah. ”Kita harus menjadi teman. Orang lain ingin kita berkonflik dengan China dan dunia,” kata Duterte.
Komitmen China
Presiden Amerika Serikat Donald Trump justru mengatakan bersedia menjadi mediator. Akan tetapi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, menegaskan, China lebih memilih membahas isu ini dengan negara-negara yang terlibat dalam perselisihan.
”Situasi Laut China Selatan secara umum stabil dan sekarang di arah yang benar dengan kerja sama ASEAN-China,” lanjutnya.
Perdana Menteri China Li Keqiang menegaskan, pihaknya memegang komitmen bekerja sama dengan ASEAN menjadi negara tetangga, teman, dan rekan kerja yang baik serta selalu berdampingan dalam suka dan duka.
Dalam pidato pembukaan KTT ASEAN-China, Perdana Menteri China Li Keqiang mengklaim bahwa di antara negara-negara mitra ASEAN lain, hubungan ASEAN-China adalah yang paling dinamis sekaligus paling substantif. China adalah negara pertama yang ikut serta dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAT) di Asia Tenggara. Wajar kiranya jika hubungan pertemanan antara China dan ASEAN adalah sebuah konsensus dari seluruh negara anggota ASEAN.
”China selalu melihat ASEAN sebagai prioritas dalam diplomasi kami. Untuk itu, China akan selalu siap bekerja sama dengan ASEAN sebagai tetangga yang baik, rekan yang baik, serta mitra yang baik yang akan selalu berdiri bersama dalam susah ataupun senang,” kata Li.
Merujuk pada draf pernyataan tentang COC yang diperoleh dan diunggah media Filipina, Inquirer, ditegaskan bahwa perundingan itu didasari pada kesekatan bahwa kerja sama penting untuk mempertahankan perdamaian, stabilitas, kebebasan navigasi di wilayah perairan, dan udara di Laut China Selatan (LCS). Hal itu merujuk pada hukum internasional, termasuk tahun 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut). Ditegaskan pula adanya pemikiran yang sama bagi masing-masing pihak untuk menghindari miskalkulasi yang dapat meningkatkan tensi hubungan para pihak.
Terkait hal itu, Presiden China Xi Jinping juga telah berbicara dengan Sekretaris Jenderal Vietnam Nguyen Phu Trong untuk menyampaikan keinginan China bekerja sama dengan ASEAN terkait COC di Laut China Selatan. Kantor berita China, Xinhua, menyebutkan, kedua negara sepakat menangani isu maritim dengan baik demi menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.
”Segala bentuk perselisihan di laut akan ditangani, tak akan ada tindakan yang akan membuat situasi makin rumit atau memperluas perselisihan,” demikian pernyataan tertulis itu.
Dimulainya perundingan COC ini disambut baik oleh Pemerintah RI. Presiden Joko Widodo meminta negara-negara ASEAN dan China bekerja sama untuk segera memulai dan menyelesaikan proses negosiasi COC itu. Hal itu penting dilakukan guna membuktikan kepada dunia bahwa ASEAN-China memiliki komitmen yang tinggi untuk segera memiliki COC di kawasan LCS.
”Kita semua menginginkan agar Laut China Selatan menjadi laut yang stabil, damai, menopang kegiatan ekonomi, serta merekatkan kawasan bahkan dunia,” ujar Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo juga menyampaikan pentingnya upaya meningkatkan kerja sama ekonomi yang menguntungkan kedua pihak. Apalagi saat ini ASEAN mengalami defisit perdagangan yang cukup besar sehingga defisit perdagangan perlu ditekan dan sejumlah hambatan perdagangan juga harus dikurangi.
Hubungan mencair
Selain Laut China Selatan, ”kabar baik” yang lain datang dari hubungan AS dan Filipina yang mencair. Trump menyebutkan, dirinya mempunyai ”hubungan luar biasa” dengan Duterte.
Juru bicara Duterte mengatakan, pada pertemuan kedua pemimpin itu, tidak disinggung sama sekali tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Duterte terkait pemberantasan narkoba.
”Dalam pertemuan itu, mereka hanya fokus berbicara mengenai NIIS, narkoba ilegal, dan perdagangan,” ujar juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders.
Juru bicara Duterte, Harry Roque, mengatakan, Duterte sudah menjelaskan kebijakan antinarkoba secara panjang lebar kepada Trump yang ”tampaknya setuju dengan kebijakannya”. Lebih dari 3.900 orang dilaporkan tewas dibunuh terkait kampanye pemberantasan narkoba yang dimulai Duterte sejak berkuasa tahun lalu.
”Kami ini sekutumu dan kami negara sekutu penting,” kata Duterte kepada Trump dalam pertemuan bilateral mereka.
Padahal, pekan lalu, Duterte sudah berancang-ancang tidak akan menanggapi perkataan Trump jika ia menyinggung tentang persoalan pelanggaran HAM terkait pemberantasan narkoba. Sejak Perang Dunia II, AS dan Filipina menjalin hubungan sebagai sekutu. (REUTERS/AFP/AP/LUK)