Mekanisme Pendanaan Global untuk Penanganan Pandemi Disepakati
Dalam Health Working Group Kedua yang diselenggarakan di Lombok pada 6-8 Juni 2022, negara-negara G20 membahas upaya membangun ketahanan sistem kesehatan global. Salah satunya, pendanaan untuk penanganan pandemi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
LOMBOK, KOMPAS — Negara-negara G20 sepakat membentuk Dana Perantara Keuangan atau FIF sebagai mekanisme pendanaan global dalam penanganan pandemi. Melalui mekanisme ini, penanganan pandemi di masa depan diharapkan bisa lebih baik sekaligus mempermudah akses pada kebutuhan medis bagi seluruh negara, terutama negara berkembang.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, mobilisasi sumber daya keuangan global menjadi bagian penting dalam upaya penguatan ketahanan sistem kesehatan global. Sumber daya keuangan tersebut diperlukan, mulai dari upaya pencegahan, kesiapsiagaan, hingga respons pandemi.
”Kita (negara G20) akan memformalkan pembentukan dana kesiapsiagaan pandemi. Ini penting agar ketika terjadi pandemi lagi, kita memiliki cadangan uang. Pandemi Covid-19 ini belum ada mekanisme itu sehingga banyak negara menjadi kalang kabut,” katanya dalam The Second G20 Health Working Group Meeting di Lombok, Senin (6/6/2022).
Kita (negara G20) akan memformalkan pembentukan dana kesiapsiagaan pandemi. Ini penting agar ketika terjadi pandemi lagi, kita memiliki cadangan uang.
Pertemuan Health Working Group Kedua ini mengusung tema ”Membangun Ketahanan Sistem Kesehatan Global”. Sebanyak 250 delegasi terlibat dalam pertemuan tersebut dengan 90 delegasi hadir secara langsung dan sisanya hadir secara daring.
Terdapat tiga agenda utama yang dibahas dalam Health Working Group Kedua, yakni mobilisasi sumber daya keuangan untuk pandemi, mobilisasi sumber daya kesehatan esensial untuk pandemi, serta optimalisasi surveilans genomik dan penguatan mekanisme data sharing untuk kesehatan masyarakat global.
Budi menyampaikan, negara-negara G20 sepakat membentuk mekanisme dana perantara keuangan (Financial Intermediary Funds/FIF). Diharapkan, mekanisme ini bisa disahkan secara formal pada September 2022 di bawah pengelolaan Bank Dunia.
Mekanisme ini diperlukan untuk mempercepat penanganan pandemi di masa depan. Pendanaan yang didapatkan dari mekanisme ini bisa digunakan untuk mempersiapkan pandemi, seperti untuk penguatan jaringan laboratorium dan logistik vaksin ataupun untuk merespons pandemi, seperti untuk pengadaan alat diagnostik, vaksin, dan obat.
”Setidaknya sejumlah negara sudah menyampaikan komitmen untuk FIF sebesar 1 miliar dollar AS. Untuk Indonesia, kita setuju memberikan dana 50 juta dollar AS. Diharapkan negara lain yang belum melakukan hal itu bisa segera ikut berperan,” kata Budi.
Langkah berikutnya yang juga perlu dibahas adalah teknis penggunaan dana yang terkumpul pada FIF. Selama pandemi Covid-19, sejumlah lembaga internasional terlibat dalam pengadaan vaksin, alat diagnostik, dan obat-obatan, seperti Covax, Gavi, Cepi, dan Unicef.
Namun, lembaga tersebut belum terkoordinasi secara formal. Karena itu, kesepakatan bersama diperlukan untuk meresmikan pertemuan dari lembaga-lembaga tersebut. Tata kelola yang dijalankan pun dapat lebih baik serta tetap bersifat inklusif.
”Kami (Indonesia) mengusulkan agar penggunaan dari dana pada FIF ini dikoordinasi WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) karena selama ini dinilai mengerti kesehatan global adalah WHO,” kata Budi.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan, rancangan terkait dana perantara keuangan akan dibahas bersama dengan Bank Dunia. Ia pun sepakat jika WHO menjadi koordinator untuk investasi terkait ketahanan kesehatan global. Dana kontingensi WHO juga diperlukan untuk keadaan darurat untuk memastikan pembiayaan terukur untuk tanggap darurat.
”Hal lain juga menjadi kunci kesiapsiagaan pandemi, yakni meningkatkan pengawasan melalui pengurutan genom. Keberhasilan upaya ini tergantung pada data genom yang dibagikan setiap negara pada waktu yang tepat,” ujarnya.