Proses pengumpulan, pemilahan, hingga daur ulang sampah sampai saat ini masih menjadi permasalahan. Hal ini melatarbelakangi banyak perusahaan rintisan baru untuk menjalankan bisnisnya di bidang pengelolaan sampah.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses pengumpulan, pemilahan, hingga daur ulang sampah yang sampai saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia menarik perhatian sejumlah pihak, tak terkecuali sektor swasta. Persoalan ini banyak melatarbelakangi perusahaan rintisan baru untuk menjalankan bisnisnya di bidang pengelolaan sampah.
Salah satu perusahaan rintisan baru yang menawarkan jasa pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan, pemilahan, hingga daur ulang sampah ialah Rekosistem. Rekosistem memiliki misi utama untuk berkontribusi dalam meningkatkan penyerapan sampah daur ulang sekaligus memperkenalkan tren pola hidup ramah lingkungan di Indonesia.
”Semua produk kami berbasis teknologi karena bergerak di bidang cleantech. Produk tersebut meliputi aplikasi untuk individu dan web untuk perumahan, bangunan, atau perusahaan,” ujar CEO sekaligus Co-Founder Rekosistem Ernest Layman dalam konferensi pers secara daring, Kamis (2/6/2022).
Sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia sebenarnya masih ada yang bernilai dengan cara daur ulang. Namun, sampai saat ini proses daur ulang sampah masih minim dan mayoritas berakhir di tempat pembuangan akhir.
Rekosistem menawarkan jasa jemput dan setor sampah sesuai kebutuhan. Cara kerja Rekosistem berpusat pada aplikasinya, yakni aplikasi web untuk pengambilan sampah secara berkala dari area permukiman dan tempat komersial. Sedangkan aplikasi seluler digunakan untuk pengguna individu yang menyetorkan sampah secara mandiri ke posRekosistem.
Rekosistem juga memperkenalkan sistem reward point yang diberlakukan untuk per kilogram sampah yang disetorkan. Sampah-sampah dari berbagai titik pengangkutan dan pengumpulan Rekosistem akan dikirim ke Rekosistem Waste untuk dipilah menjadi lebih dari 50 kategori. Setiap pilahan sampah kemudian didistribusikan ke mitra daur ulang untuk diolah lebih lanjut sesuai dengan jenis masing-masing.
Ernest menjelaskan, Rekosistem dibangun dengankekhawatiran akan masalah pengelolaan sampah di Indonesia. Sampah adalah produk dari hasil konsumsisehingga tidak akan bisa dieliminasi dari proses kehidupan masyarakat dan akan bertumbuh sesuai dengan kemampuan daya beli atau konsumsi serta jumlah populasi.
Menurut Ernest, sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia sebenarnya masih ada yang bernilai dengan cara daur ulang. Namun, sampai saat ini proses daur ulang sampah masih minim dan mayoritas berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
”Proses pengelolaan sampah kita masih bergantung pada sektor informal. Rekosistem bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan produktivitas dari pekerja pengelolaan sampah sehingga meningkatkan penyerapan sampah yang berakhir di daur ulang,” ucapnya.
Sejak 2021, sebanyak 1.000 ton sampah telah berhasil didaur ulang oleh Rekosistem. Selain itu, Rekosistem juga telah melayani lebih dari 11.000 rumah tangga serta 50 tempat publik dan komersial di Indonesia.
Selain Rekosistem, beberapa perusahaan rintisan lainnya juga sudah banyak yang bergerak di bidang pengelolaan sampah, seperti Waste4Change, Gringgo, Angkuts, MallSampah, dan Sampah Muda. Pada dasarnya semua perusahaan rintisan tersebut memiliki kesamaan, yakni menawarkan jasa pengelolaan sampah yang dihasilkan korporasi ataupun rumah tangga.
Guna mencapai target pengurangan sampah sebesar 30 persen pada 2029, Direktur Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati pun mendorong para produsen untuk membuat perencanaan peta jalan pengurangan sampah.
”Jangan berhenti setelah menyusun peta jalan. Kami tahu meredesain kemasan dan menarik kembali butuh perencanaan. Terpenting adalah lakukan apa yang bisa dilakukan,” ujarnya dalam dialog nasional pengurangan sampah oleh produsen, pekan lalu.
Vivien menyebut bahwa KLHK tengah menyusun pedoman bagi produsen terkait klasifikasi dalam peta jalan pengurangan sampah. Ia memastikan bahwa pemerintah berperan sebagai simpul koordinasi sehingga akan membantu proses pengurangan sampah dari produsen.