Enam Kasus Kematian akibat Hepatitis Akut Berat Tercatat di Indonesia
Kasus kematian dengan dugaan hepatitis akut berat di Indonesia cukup tinggi. Deteksi dini dan kewaspadaan terhadap penularan penyakit tersebut perlu ditingkatkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan mencatat enam kasus kematian diduga terjadi akibat hepatitis akut berat misterius. Keterlambatan rujukan pada pasien menjadi penyebabnya. Karena itu, deteksi dini akan gejala dari penyakit ini perlu ditingkatkan pada orangtua dan tenaga kesehatan.
Adapun enam kasus meninggal dengan dugaan hepatitis akut berat berusia 2 bulan, 8 bulan, 9 bulan, 1 tahun, 14 bulan, dan 8 tahun. Satu kasus meninggal sudah terdata sebagai kasus probable, sementara lainnya masih dalam status pending classification. Kasus probable sudah melalui sejumlah pemeriksaan dengan hasil tidak ditemukan adanya penularan hepatitis A, B, C, D, dan E, serta tidak ditemukan adanya patogen lain.
Juru bicara Kementerian Kesehatan yang juga Direktur Utama RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, di Jakarta, Rabu (18/5/2022), mengatakan, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Kemenkes, sebagian besar kasus meninggal datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan berat. Pasien tersebut rata-rata datang dalam keadaan kejang dan dalam kondisi kesadaran yang menurun.
”Keterlambatan rujukan ini yang menyebabkan kasus ini tidak tertolong. Jadi, awalnya dari orangtua atau keluarga terlambat menyadari gejala dan kemudian tenaga kesehatan di klinik juga terlambat merujuk dan hanya diberikan obat tertentu,” katanya.
Oleh sebab itu, Syahril menuturkan, kesadaran orangtua dan tenaga kesehatan terkait kewaspadaan terhadap penyakit hepatitis akut berat ini harus ditingkatkan. Apabila muncul gejala dari penyakit tersebut, sebaiknya langsung datang ke fasilitas kesehatan terdekat dan mencurigai adanya kemungkinan penularan hepatitis akut berat. Dengan begitu, pertolongan bisa segera diberikan sehingga dapat cepat mendapatkan perawatan yang tepat.
Gejala yang umum dari kasus yang ditemukan di Indonesia, antara lain, demam, hilang nafsu makan, muntah, mual, jaundice (penyakit kuning), perubahan warna kuning menjadi pekat seperti teh, nyeri bagian perut, dan diare akut. Sementara dari laporan kasus di Inggris, gejala yang paling banyak ditemukan adalah jaundice, muntah, perubahan warna feses menjadi pucat, lethargy (lelah akut), diare akut, dan nyeri bagian perut.
Keterlambatan rujukan ini yang menyebabkan kasus ini tidak tertolong. Jadi awalnya dari orangtua atau keluarga terlambat menyadari gejala dan kemudian tenaga kesehatan di klinik juga terlambat merujuk dan hanya diberikan obat tertentu. (Moh Syahril)
Data kematian yang dilaporkan di Indonesia terkait dengan penyakit hepatitis akut berat cukup tinggi jika dibandingkan negara lain. Per 10 Mei 2022, jumlah kematian global yang dilaporkan sebanyak 11 kasus. Pada saat itu, Indonesia melaporkan adanya 5 kasus kematian, Palestina satu kasus, dan Amerika Serikat lima kasus. Sementara per 17 Mei 2022, kematian dengan dugaan hepatitis akut berat sebanyak enam kasus.
Secara terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, penguatan deteksi dini dan surveilans akan dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dalam penanganan penyakit hepatitis akut berat yang penyebabnya belum diketahui ini. Pada dasarnya, surveilans yang dilakukan tidak berbeda dengan penanganan pada penyakit hepatitis lainnya.
Meski begitu, ia mengatakan, sosialisasi dan edukasi sudah dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan akan penyakit tersebut. Sebab, risiko perburukan dari penyakit hepatitis akut berat ini lebih cepat dari hepatitis lainnya.
Nadia menuturkan, pada hepatitis lainnya, seperti hepatitis A, B, C, D, dan E, biasanya tidak sampai pada kematian. Penyakit hepatitis tersebut, terutama pada hepatitis B dan C, lebih menyebabkan kondisi kronis. Sementara pada hepatitis akut berat perburukannya bisa sangat cepat.
”Disebut hepatitis akut berat karena memang gejalanya cepat bisa hanya 7-10 hari. Jadi gejala awal seperti mual muntah terjadi selama lima hari, kemudian dirawat dan tiga sampai lima hari kemudian ketika dirujuk sudah dalam kondisi kejang,” katanya.
Per 17 Mei 2022, kasus dugaan hepatitis akut berat di Indonesia sebanyak 14 kasus dengan satu kasus dalam status probable dan 13 kasus lainnya masih menunggu hasil pemeriksaan (pending classification).
Kasus tersebut terdiri dari sembilan laki-laki dan lima perempuan. Sebanyak tujuh kasus berusia 0-5 tahun, dua kasus berusia 6-10 tahun, dan lima kasus berusia 11-16 tahun. Di tingkat global, diperkirakan ada 436 kasus yang dilaporkan di 27 negara dengan dugaan hepatitis akut berat. Sebagian besar dilaporkan di Inggris (163 kasus) dan Amerika Serikat (109 kasus).