Sebanyak 5,6 triliun puntung rokok dengan berat sekitar 845.000 ton diperkirakan dibuang di dunia setiap tahun. Tidak adanya penanganan akan membuat sampah produk rokok mencemari lingkungan dan kesehatan manusia.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produk tembakau atau rokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga sampah yang ditimbulkan berdampak buruk bagi lingkungan. Semua pihak khususnya industri rokok didesak untuk bertanggung jawab atas sampah produknya, termasuk dari rokok elektrik.
Peneliti SeniorYayasan Konservasi dan Lahan Basah (Ecoton)Eka Chlara Budiarti dalam diskusi media di Jakarta, Kamis (12/5/2022), menyampaikan, sejumlah hasil penelitian di dalam dan luar negeri telah banyak mengungkap penemuan sampah produk rokok, seperti puntung rokok. Puntung rokok tersebut banyak ditemukan di darat dan di perairan.
Salah satu studi tentang pencemaran ini dilakukan oleh Ocean Conservancy pada 2018. Hasil studi tersebut menemukan 2 juta puntung rokok di kawasan pesisir Mediterania. Jumlah ini lebih besar dibandingkan sampah dari kantong plastik, tutup botol, dan saset.
Sementara temuan para peneliti Saint Xavier University dan Jacksonville State University, Amerika Serikat, pada 2017, sebanyak 5,6 triliun puntung rokok dengan berat sekitar 845.000 ton diperkirakan dibuang di dunia setiap tahun. Sampah tersebut termasuk 7.800 ton bahan kimia yang ada dalam rokok.
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan, penggunaan rokok harus dilakukan pengamanan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan serta lingkungan.
”Beberapa jurnal ada yang menyebut sampah produk rokok akan terurai di alam dalam waktu 10 hingga 15 tahun. Akan tetapi, studi terkini menyatakan setidaknya butuh 30 tahun sampah produk rokok bisa terurai di alam. Sampah ini juga belum bisa dipastikan apakah menghilang sepenuhnya atau malah berubah menjadi bentuk lain,” ujar Chlara.
Menurut Chlara, para peneliti di Spanyol pada akhir 2021 melaporkan, setidaknya satu puntung rokok memiliki 15.600 helai fiber sintesis berjenis polimer plastik bernama selulosa asetat yang berbahaya apabila mencemari lingkungan. Namun, faktanya mayoritas puntung rokok yang berada di lingkungan tidak dapat tertangani dengan baik.
”Hasil penelitian lainnya, satu puntung rokok bisa melepaskan sebanyak 100 partikel mikrofiber per hari atau sama dengan 300.000 ton per tahun. Jumlah ini sama banyaknya dengan mikroplastik atau mikrofiber yang ada di limbah cucian baju. Bahkan, kandungan zat kimia tersisa dari puntung rokok bisa mencemari air,” tuturnya.
Selain itu, puntung rokok dengan zat-zat kimia berbahaya yang terlepas ke perairan akan dikenali oleh ikan atau biota sebagai makanan. Zat-zat berbahaya tersebut kemudian akan berpindah ke ikan yang memakannya. Kesehatan manusia pada akhirnya akan terancam apabila mengonsumsi ikan yang telah tercemar atau memakan zat berbahaya.
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menyatakan, aturan perundang-undangan telah jelas menyebutkan bahwa rokok berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan, penggunaan rokok harus dilakukan pengamanan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan serta lingkungan.
”Undang-Undang Cukai juga mengatur cukai untuk rokok karena berdampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Dua undang-undang ini memastikan bahwa peredaran rokok harus memastikan pengelolaan terhadap kesehatan dan lingkungan,” ucapnya.
Tanggung jawab industri
Koordinator Nasional Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Rahyang Nusantara mengatakan, potensi timbulan produk rokok tidak hanya dari puntung, tetapi juga rokok elektrik. Alat rokok elektrik yang sudah tidak digunakan nantinya akan menjadi sampah elektronik serta masuk ke dalam kategori bahan beracun dan berbahaya (B3).
Mengingat dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan, Rahyang mendesak seluruh pihak, khususnya industri rokok, untuk bertanggung jawab atas sampah produknya, termasuk manajemen sampah rokok elektrik. Di sisi lain, industri perlu memberikan edukasi dan memfasilitasi pembuangan produk mereka yang aman bagi lingkungan.
Sementara masyarakat juga harus semakin peduli dan sadar terhadap solusi palsu dari industri tembakau yang menjual citra bahwa mereka pro terhadap lingkungan. Para perokok, baik konvensional maupun elektrik, juga didorong untuk menghentikan kebiasan merokoknya guna melindungi lingkungan dari limbah dan sampah produk tembakau.
”Kita bisa melaporkan apabila ada kawasan yang tidak menaati peraturan terkait kawasan tanpa rokok. Kita juga bisa mengadvokasikan juga terhadap pemerintah bagaimana mengelola sampah rokok atau dikembalikan ke industri tersebut termasuk limbah rokok elektrik yang masuk kategori B3,” tuturnya.