Jangan Lumrah dengan Osteoporosis
Osteoporosis banyak dialami oleh masyarakat usia lanjut. Namun, itu bukan berarti osteoporosis tidak bisa dicegah. Massa tulang perlu dicapai semaksimal mungkin selama masa pertumbuhan.
Osteoporosis sering dikaitkan dengan penduduk usia lanjut. Hal itu tidak bisa dimungkiri karena seiring bertambahnya usia, fungsi organ dan jaringan tubuh, termasuk tulang akan mengalami penurunan.
Osteoporosis atau pengeroposan tulang ditandai dengan berkurangnya massa atau kepadatan serta adanya perubahan bentuk pada jaringan tulang yang mengakibatkan kekuatan tulang menurun. Akibatnya, tulang pun menjadi rapuh sehingga mudah patah. Tulang yang keropos ini terjadi karena adanya gangguan pada metabolisme tulang.
Menurut artikel yang dipublikasikan oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan pada 2020, sel-sel tulang, yakni osteoblas (sel pembangun) dan osteoklas (sel pembongkar), dalam kondisi normal akan bekerja silih berganti untuk saling mengisi sehingga tulang menjadi utuh.
Namun, pada orang yang mengalami osteoporosis, kerja dari osteoklas akan melebihi kerja osteoblas sehingga kepadatan tulang akan berkurang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukannya.
Itu yang menyebabkan tulang menjadi keropos. Osteoporosis paling sering terjadi pada tulang belakang, tulang paha atas, dan pergelangan tangan. Tulang yang keropos akan rentan mengalami fraktur atau patah tulang. Di seluruh dunia, satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki berusia lebih dari 50 tahun akan mengalami fraktur osteoporosis.
Dalam buku Osteoporosis: Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos yang ditulis Hans Tandra pada tahun 2009 disebutkan, terdapat 200 juta penderita osteoporosis di seluruh dunia. Pada 2050 diperkirakan akan ada 6,3 juta orang per tahun yang mengalami patah tulang panggul dengan lebih dari setengahnya terdapat di kawasan Asia.
Komplikasi penyakit
Osteoporosis tidak hanya menyebabkan patah tulang, tetapi juga memicu berbagai komplikasi lain yang lebih buruk hingga kematian. Biaya pengobatan osteoporosis pun sangat besar sehingga bisa menjadi beban yang berkepanjangan.
Yayasan Osteoporosis Internasional (IOF) mencatat, sebanyak 20 persen pasien patah tulang osteoporosis meninggal dalam jangka waktu satu tahun. Sepertiga dari jumlah pasien patah tulang osteoporosis harus terus berbaring di tempat tidur dan sepertiga lainnya harus dibantu untuk dapat berdiri. Hanya sepertiga yang dapat sembuh dan beraktivitas normal.
Baca juga: Keropos Tulang Bisa Mematikan
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Muskuloskeletal Indonesia (Perami) Paulus Rahardjo dalam artikel di laman resmi Perami menyampaikan, osteoporosis umumnya baru disadari ketika sudah terjadi patah tulang karena tidak ada gejala khusus yang dialami.
Bahkan, penderita osteoporosis yang memiliki postur tubuh yang memendek dan membungkuk dianggap sesuatu yang wajar terjadi pada warga lanjut usia atau lansia. Padahal, postur membungkuk dan tinggi badan yang menurun bisa menjadi gejala osteoporosis. Gejala lainnya ialah sakit punggung dan sering mengalami cedera atau keretakan tulang.
Osteoporosis tidak hanya menyebabkan patah tulang, tetapi juga berbagai komplikasi lain yang lebih buruk hingga kematian. Biaya pengobatan osteoporosis pun sangat besar sehingga bisa menjadi beban yang berkepanjangan.
Laporan Asia Pacific Regional Audit: Epidemiology, Cost, and Burden of Osteoporosis pada 2013 menyebutkan, prevalensi osteoporosis di Indonesia pada perempuan berusia 50-80 tahun sebanyak 23 persen dan pada usia perempuan usia 70-80 persen sebesar 53 persen. Angka ini empat kali lebih besar dibandingkan dengan risiko osteoporosis pada laki-laki.
Dampak finansial
Paulus menyampaikan, pada 2020 diperkirakan kasus osteoporosis di Indonesia mencapai 426.000 orang. Jumlah tersebut amat besar jika menimbang risiko fraktur osteoporosis yang bisa terjadi.
Rata-rata beban biaya yang dibutuhkan untuk satu pasien fraktur osteoporosis sekitar Rp 80 juta hingga Rp 100 juta. Pada pasien patah tulang paha atas akibat osteoporosis, dampak terhadap kesehatan dan kualitas hidup menjadi perhatian yang serius.
Pada perempuan usia di atas 45 tahun, waktu rawat inap di rumah sakit untuk perawatan patah tulang paha atas bisa lebih panjang daripada penyakit lainnya. Berkisar 10-20 persen dari pasien juga membutuhkan asuhan orang lain untuk mendukung proses penyembuhan.
”Yang biasanya luput dari hitungan dampak finansial dari osteoporosis adalah pembiayaan tidak langsung. Itu seperti ketergantungan pada orang lain, risiko kehilangan pekerjaan, waktu dan tenaga dari anggota keluarga yang merawat pasien, serta biaya-biaya ekstra lain yang harus dikeluarkan untuk jangka waktu yang lama,” ujar Paulus.
Pencegahan
Oleh karena itu, Paulus menuturkan, alih-alih menyiapkan biaya yang besar untuk perawatan osteoporosis dan komplikasinya, upaya pencegahan seharusnya yang lebih diutamakan. ”Caranya ada dua, yakni menabung tulang dan mencegah jatuh,” ucapnya.
Ia menuturkan, tulang manusia akan bertumbuh dengan cepat hingga usia 16-18 tahun. Setelah itu, pertumbuhan tulang akan melambat dan berhenti pada puncaknya. Bagi orang Indonesia, puncak pertumbuhan tulang umumnya terjadi pada usia 20-39 tahun.
Baca juga: Konsumsi Buah Plum Lindungi Tulang Keropos Warga Lansia
Massa tulang akan menurun seiring dengan bertambahnya usia dan akan menurun dengan cepat setelah menopause. Risiko osteoporosis akan semakin kecil apabila puncak pertumbuhan massa tulang bisa mencapai titik yang optimal. Osteoporosis harus dicegah sedini mungkin untuk mencapai massa tulang yang maksimal sekaligus mencegah penurunan massa tulang seminimal mungkin.
Cara terbaik untuk mendukung pertumbuhan massa tulang ialah dengan melakukan latihan fisik secara teratur. Latihan fisik dapat membentuk tulang menjadi lebih padat. Latihan fisik ataupun olahraga dapat mengurangi risiko patah tulang hingga 40 persen.
Selain itu, Kementerian Kesehatan menganjurkan masyarakat untuk meningkatkan konsumsi makanan yang kaya akan kandungan kalsium untuk mencegah osteoporosis. Kalsium merupakan salah satu zat pembentuk tulang. Adapun makanan yang kaya kalsiu, seperti ikan teri, brokoli, tempe, dan tahu. Osteoporosis juga dapat dicegah dengan mengurangi merokok dan minuman beralkohol.
Upaya lain yang bisa dilakukan untuk mencegah osteoporosis, antara lain, mendapatkan paparan sinar matahari yang cukup untuk memperoleh vitamin D. Berjemur bisa dilakukan selama 15 menit setiap 2-3 kali seminggu. Pastikan kedua lengan dan tungkai mendapat paparan sinar matahari.
Baca juga: Mencegah Osteoporosis pada Pria Indonesia
Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih terjadi, Yayasan Osteoporosis Internasional mengatakan, pencegahan risiko patah tulang pada pasien osteoporosis harus ditingkatkan. Meski kondisi sudah lebih baik, sejumlah layanan kesehatan masih terganggu. Karena itu, pastikan orang dengan osteoporosis bisa mencegah jangan sampai jatuh yang bisa berisiko pada patah tulang.
Lingkungan rumah sebaiknya diciptakan lebih ramah untuk orang dengan osteoporosis. Perabot yang bisa menyebabkan jatuh dapat dipindahkan sementara. Dengan mengurangi risiko jatuh, kemungkinan terjadinya patah tulang pun bisa dicegah.