Perlu Pemeriksaan Berkala untuk Deteksi Penyakit Ginjal Kronis
Umumnya, penyakit ginjal kronis tidak menunjukkan gejala pada saat stadium awal. Itu sebabnya sebagian besar kasus terlambat ditangani. Pemeriksaan rutin perlu dilakukan, terutama pada kelompok berisiko tinggi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gejala yang muncul pada pasien dengan penyakit ginjal kronis umumnya baru terjadi pada stadium lanjut. Oleh sebab itu, pemeriksaan berkala secara rutin perlu dilakukan agar penyakit ginjal kronis bisa terdeteksi sejak dini. Pemeriksaan ini utamanya untuk masyarakat yang berisiko tinggi.
Ketua Bidang Organisasi Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Zulkhair Ali menyampaikan, gejala yang kerap muncul pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yakni rasa mual dan tidak nafsu makan, gatal-gatal pada kulit, sering kelelahan, anemia, napas pendek dan sulit bernapas, serta mengalami gangguan tidur. Gejala lainnya, seperti hipertensi, mata sembap, bengkak di kaki, dan sulit buang air besar.
”Sayangnya, gejala ini baru muncul pada tahap lanjut atau pada stadium lanjut. Pada stadium awal, penyakit itu cenderung tidak bergejala sehingga itu yang menjadi masalah. Oleh sebab itu, solusinya kita harus melakukan pemeriksaan berkala atau pemeriksaan rutin, yaitu medical check up,” ujarnya dalam acara temu media Hari Ginjal Sedunia 2022, di Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Zulkhair memaparkan, masyarakat yang memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal sebaiknya melakukan pemeriksaan berkala. Adapun risiko tinggi dari penyakit ginjal, yaitu masyarakat berusia lebih dari 50 tahun, penderita diabetes, penderita hipertensi, perokok, obesitas, dan masyarakat yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ginjal.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan, antara lain, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan urine, dan pemeriksaan uji pembersihan kreatinin (creatinine clearance test/CCT). Pada kelompok berisiko tinggi, pemeriksaan dapat dilakukan minimal satu tahun sekali.
Pencegahan
Zulkhair menuturkan, upaya pencegahan perlu lebih diutamakan dalam penanganan penyakit ginjal kronis. Jika terlambat ditangani, penyakit ginjal kronis tidak dapat disembuhkan secara tuntas. Pasien harus menjalani terapi dalam jangka panjang.
Dokter layanan primer pun sangat berperan untuk mengidentifikasi kelompok berisiko dan mendeteksi dini serta mengedukasi masyarakat terkait penyakit tersebut. Program promotif dan preventif penyakit ginjal juga harus dipastikan berjalan baik.
”Namun, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan, sepertinya belum ada program khusus terkait pencegahan penyakit ginjal. Ini berbeda dengan penyakit lainnya, seperti kardiovaskular dan diabetes,” kata Zulkhair.
Ia mengatakan, terdapat delapan langkah utama untuk mencegah penyakit ginjal kronis. Itu meliputi, tetap fit dan aktif, mengendalikan tingkat gula darah, memonitor tekanan darah, mengonsumsi makanan sehat dan mengendalikan berat badan, asupan minuman yang cukup, tidak merokok, tidak mengonsumsi obat-obatan atau sejenisnya tanpa pengawasan dokter, serta memeriksa fungsi ginjal secara teratur.
Zulkhair berpendapat, upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit ginjal kronis amat penting karena kasus baru dari penyakit ginjal kronis terus meningkat. Berdasarkan data Indonesian Renal Registry, jumlah pasien baru penyakit ginjal kronis pada 2016 tercatat 25.446 kasus. Jumlah itu terus meningkat pada tahun berikutnya, yakni 30.831 kasus pada 2017, 66.433 kasus baru pada 2018, dan 69.124 kasus pada 2019.
Gejala ini baru muncul pada tahap lanjut atau pada stadium lanjut. Pada stadium awal, penyakit itu cenderung tidak bergejala sehingga itu yang menjadi masalah. Oleh sebab itu, solusinya kita harus melakukan pemeriksaan berkala atau pemeriksaan rutin, yaitu medical check up.
Penambahan kasus baru ini juga turut meningkatkan beban pembiayaan kesehatan di masyarakat. Penyakit ginjal merupakan penyakit dengan pembiayaan tertinggi ketiga dalam program Jaminan Kesehatan Nasional setelah jantung dan kanker.
Koordinator Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Theresia Sandra Diah Ratih mengatakan, penguatan puskesmas menjadi salah satu bagian dari upaya pengendalian penyakit tidak menular, termasuk penyakit ginjal kronis. Puskesmas sebagai pembina wilayah harus berkolaborasi dengan berbagai sektor dan masyarakat untuk mencegah penyakit tidak menular.
Kegiatan posyandu usia produktif dan lansia pun diharapkan bisa berjalan di tengah masyarakat. Kegiatan ini meliputi pencatatan data diri; wawancara terkait riwayat penyakit; pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar perut; menghitung indeks massa tubuh; pemeriksaan tekanan darah; pemeriksaan gula darah; serta edukasi dan tindak lanjut.
”Kegiatan ini salah satunya bertujuan untuk mendeteksi faktor risiko dari penyakit ginjal kronis, yaitu diabetes, hipertensi, dan obesitas. Jika ditemukan faktor risiko, orang tersebut akan dirujuk ke FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama) atau puskesmas untuk ditindak lanjuti,” tuturnya.