Transplantasi Jantung Babi ke Manusia untuk Pertama Kali Berhasil Dilakukan
Tim dokter dari University of Maryland School of Medicine untuk pertama kali berhasil mentransplantasikan jantung babi ke manusia. Organ tersebut dipilih karena terdapat kesamaan fisiologis antara babi dan manusia.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
MARYLAND, SELASA — Para peneliti dan tim dokter dari University of Maryland School of Medicine, Amerika Serikat, untuk pertama kali berhasil melakukan transplantasi jantung babi ke manusia atau xenotransplantasi. Keberhasilan transplantasi organ ini menunjukkan bahwa jantung hewan yang dimodifikasi secara genetik dapat berfungsi seperti jantung manusia tanpa adanya penolakan langsung oleh tubuh.
Badan Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) memberikan izin darurat untuk transplantasi jantung babi pada malam tahun baru 2022 bagi David Bennet (57), pasien penyakit jantung yang tengah sekarat. Tindakan ini dilakukan karena kondisi David tidak memenuhi syarat untuk melakukan transplantasi jantung konvensional.
”Ini merupakan operasi terobosan yang membawa kita selangkah lebih dekat dalam memecahkan krisis kekurangan organ. Sebab, selama ini kita masih kekurangan ketersediaan donor organ dalam manusia untuk memenuhi banyaknya pasien,” kata Bartley P Griffith, profesor bedah transplantasi yang juga turut terlibat dalam operasi tersebut dikutip dari situs resmi University of Maryland School of Medicine, Selasa (11/1/2022).
Menurut Bartley, seluruh proses transplantasi dilakukan oleh tim dokter dengan sangat hati-hati. Meski baru pertama kali dilakukan di dunia, mereka cukup optimistis transplantasi jantung babi tersebut dapat berjalan dengan sukses dan memberikan terobosan penting bagi penanganan pasien di masa depan.
Sebelum menerima transplantasi, David Bennett telah diberi tahu tentang risiko operasi tersebut yang masih eksperimental. Artinya, operasi bisa berhasil dan membawa kesembuhan bagi David atau justru menyebabkan kematian. David menyetujui segala risiko dari operasi ini karena saat itu kondisinya tengah kritis.
David telah dirawat di rumah sakit lebih dari enam minggu sebelumnya dengan aritmia yang mengancam jiwa. Agar tetap hidup, tubuh David terhubung ke mesin bypass jantung-paru yang disebut oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO).Selain tidak memenuhi syarat untuk masuk dalam daftar transplantasi, ia juga dianggap tidak memenuhi syarat untuk pompa jantung buatan karena aritmianya.
Setelah menyetujui risiko tersebut, tim dokter mulai memodifikasi jantung babi secara genetik yang disediakan oleh perusahaan obat regeneratif Revivicor. Tim bedah yang dipimpin oleh Bartley P Griffith dan Profesor Bedah Muhammad Mohiuddin kemudian mengeluarkan jantung babi tersebut dan meletakkannya di XVIVO Heart Box atau alat perfusi untuk menjaga jantung tetap awet hingga waktu operasi tiba.
Tim dokter dan ilmuwan University of Maryland School of Medicine juga menggunakan obat baru yang dikombinasikan dengan obat anti-penolakan konvensional. Obat ini dirancang untuk menekan sistem kekebalan dan mencegah tubuh menolak organ asing. Obat baru yang digunakan merupakan senyawa percobaan buatan Kiniksa Pharmaceuticals.
Tim dokter pun akhirnya berhasil melakukan transplantasi jantung babi ke manusia pertama di dunia setelah melewati operasi selama beberapa jam. Tubuh David dapat menerima organ asing dengan baik setelah tiga hari pasca-operasi. Sampai kini, tim dokter terus memantau perkembangan medis tersebut.
”Operasi ini merupakan puncak dari penelitian bertahun-tahun yang sangat rumit. Kami mengasah teknik ini pada hewan dengan waktu bertahan hidup mencapai lebih dari sembilan bulan. Prosedur operasi yang berhasil dapat memberikan informasi berharga untuk membantu tenaga medis meningkatkan metode yang berpotensi menyelamatkan pasien di masa depan,” kata Mohiuddin.
Risiko xenotransplantasi
Berdasarkan statistik donasi organ AS, sebanyak 110.000 orang Amerika saat ini tengah menunggu transplantasi organ. Namun, kurangnya ketersediaan organ membuat lebih dari 6.000 pasien meninggal setiap tahun sebelum menjalani transplantasi. Oleh karena itu, xenotransplantasi atau transplantasi organ hewan ke manusia dapat menjadi jalan dalam memenuhi kebutuhan organ pasien.
Operasi ini merupakan puncak dari penelitian bertahun-tahun yang sangat rumit. Kami mengasah teknik ini pada hewan dengan waktu bertahan hidup mencapai lebih dari sembilan bulan.
Xenotransplantasi berpotensi menyelamatkan ribuan nyawa, tetapi membawa serangkaian risiko, termasuk kemungkinan memicu respons imun yang berbahaya. Respons ini dapat mengakibatkan penolakan langsung terhadap organ, bahkan berpotensi menyebabkan kematian bagi pasien.
Xenotransplantasi pertama kali coba dilakukan pada tahun 1980-an. Akan tetapi, xenotransplantasi dianggap gagal dan mulai ditinggalkan setelah terjadi kasus operasi pada bayi bernama Stephanie Fae Beauclair di California. Bayi tersebut lahir dengan kondisi jantung yang fatal dan menerima transplantasi jantung babon. Fae kemudian meninggal dalam waktu satu bulan setelah terjadi penolakan sistem kekebalan terhadap jantung asing.
Organ dari babi yang dimodifikasi secara genetik telah menjadi fokus dari banyak penelitian dalam xenotransplantasi. Organ tersebut dipilih karena terdapat kesamaan fisiologis antara babi, manusia, dan primata bukan manusia.
Bartley P Griffith dan Muhammad Mohiuddin serta tim peneliti lainnya selama lima tahun terakhir terus menyempurnakan teknik bedah transplantasi hati babi ke primata non-manusia. Keberhasilan xenotransplantasi bergantung pada kombinasi yang tepat dari modifikasi genetik pada babi donor eksperimental dan obat anti-penolakan, termasuk beberapa senyawa eksperimental.