Tawa dan Cemas Dokter Hewan Memperjuangkan Masa Depan
Dokter hewan di Indonesia tengah memperjuangkan masa depan profesi mereka lewat uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Sumbatan regulasi rentan menjadi kendala bagi masyarakat mengakses layanan kesehatan hewan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·5 menit baca
Senyum dan tawa terpancar dari wajah puluhan anggota Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang sedang memperingati hari jadi ke-69 organisasi itu di Hotel Santika, Taman Mini Indonesia Indah, DKI Jakarta, Minggu (9/1/2022). Ratusan anggota lainnya mengikuti peringatan itu secara daring sambil menyantap nasi tumpeng sebagai simbol rasa syukur. Namun, aura kebahagiaan tersebut berselimut kecemasan memperjuangkan masa depan profesi mereka lewat uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Dengan memakai batik berwarna ungu bercorak coklat, Ketua Umum PDHI Muhammad Munawaroh naik ke panggung untuk menyampaikan sambutan. Di tengah pidatonya, ia mengajak peserta kegiatan itu memperhatikan batik yang ia kenakan.
”Hari ini saya pamer pakai batik PDHI. Monggo, silakan dilihat. Yang ingin memiliki silakan datang ke konter untuk bisa menjadi kebanggaan bersama,” ujarnya disambut tepuk tangan dan tawa para peserta.
Ia juga bercerita tentang pencapaian organisasi profesi itu dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari meresmikan Grha Dokter Hewan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, hingga mobil operasional untuk mendukung kegiatan organisasi.
”Kalau ada yang belum pernah ke Grha, nanti bisa jalan ke sana. Sekalian diantar pakai mobil PDHI,” sambungnya disambut tawa yang semakin pecah.
Tawa dan senyum itu perlahan menyusut ketika Munawaroh menyampaikan sejumlah persoalan yang sedang dihadapi PDHI. Salah satu sumbernya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai berpotensi merugikan dokter hewan.
”Mohon doanya. Kami sedang melakukan judicial review (terhadap UU Cipta Kerja) dalam rangka menempatkan profesi dokter hewan pada tempat yang semestinya. Kami akan terus berjuang karena ini demi profesi kita,” ucapnya.
Dalam perubahan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU PKH) dalam UU Cipta Kerja disebutkan tenaga kesehatan hewan yang melakukan pelayanan kesehatan wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Pasal ini dianggap berpeluang mengancam masa depan pekerjaan dokter hewan.
”Persyaratannya menyediakan dana (modal usaha) Rp 1 miliar. Bagaimana tidak memberatkan kalau ketentuan membuka praktik dokter hewan seperti itu,” ujarnya.
Munawaroh mengatakan, praktik dokter hewan bukan semata-mata bisnis. Tetapi, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan hewan.
Oleh sebab itu, ia mengajak dokter hewan di seluruh daerah menggaungkan isu uji materi tersebut. Tujuannya agar mendapatkan perhatian dari pemerintah sehingga lebih peduli terhadap profesi mereka.
Proses uji materi di Mahkamah Konstitusi telah memasuki tahapan sidang pertama pada pekan pertama Januari 2022. Upaya itu diharapkan membawa angin segar yang menjamin nasib dokter hewan di masa mendatang.
Munawaroh mengibaratkan PDHI sebagai rumah bagi dokter hewan di Indonesia. Oleh sebab itu, tidak jarang mereka menampung beragam keluhan dari sejumlah daerah mengenai profesi tersebut.
Salah satu yang paling mencolok adalah jabatan di lembaga pemerintah bidang kesehatan hewan, tetapi tidak ditempati oleh dokter hewan. Hal itu memunculkan keresahan, sekaligus tantangan, untuk menempatkan seseorang di jabatan sesuai keahliannya.
”Hal ini terjadi di beberapa daerah dan sangat memprihatinkan. Aturannya masih belum tegas sehingga kasusnya banyak terjadi,” ucapnya.
Proses uji materi di Mahkamah Konstitusi telah memasuki tahapan sidang pertama pada pekan ini. Upaya itu diharapkan membawa angin segar yang menjamin nasib dokter hewan di masa mendatang
Oleh sebab itu, PDHI mencoba merancang undang-undang tentang profesi dokter hewan. Tujuannya untuk mengatur lebih jauh tentang perlindungan, praktik, sistem, dan kepastian hukum terkait profesi itu.
”Kami sadar membuat undang-undang tidak mudah. Tetapi, kami tidak akan menyerah. Targetnya sampai 2025 harus sudah terbentuk,” ujarnya.
Ketua panitia peringatan HUT Ke-69 PDHI, Andi Wijanarko, berharap organisasi itu semakin kokoh seiring bertambahnya usia. Menurut dia, tujuan-tujuan besar organisasi hanya bisa dicapai melalui kekompakan dan bergotong royong.
”Untuk sampai pada saat ini dibutuhkan kerja keras, keuletan, dan kerja sama semua pihak, mulai dari pusat hingga semua cabang. Kedepankan hubungan baik terhadap semuanya,” katanya.
Andi pun mengajak anggota PDHI bersinergi dengan pemerintah dalam mewujudkan agenda pembangunan. Oleh karena itu, kolaborasi dengan lembaga pemerintah dan instansi terkait lainnya tidak terhindarkan.
”Pemerintah juga akan bersinergi dengan organisasi ini. Jadi, mari wujudkan dokter hewan yang bersatu dan maju untuk Indonesia tangguh dan tumbuh,” ucapnya.
Memberatkan
Perizinan berusaha yang disyaratkan bagi praktik dokter hewan dalam UU Cipta Kerja berpotensi menghambat akses warga dalam menjangkau layanan kesehatan hewan. Selain itu, juga menjadi kendala bagi lulusan dokter hewan saat memulai kariernya.
”Ada beberapa ketentuan yang memberatkan, salah satunya tentang pendanaan (modal usaha). Harusnya bisa disesuaikan dengan kondisi di lapangan,” ujar Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB University Prof Deni Noviana.
Deni menilai semangat UU Cipta Kerja untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang luas cukup baik. Namun, perlu diperhatikan detail-detail dalam regulasi itu agar tidak menjadi penghambat terhadap tujuan besarnya.
”Apalagi saat ini klinik-klinik hewan di Indonesia mulai banyak tumbuh. Jangan sampai dengan syarat memberatkan justru terhalangi,” ujarnya.
Deni menuturkan, salah satu komitmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi adalah menyongsong jalan berwirausaha bagi lulusan perguruan tinggi. Hal ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya.
”Mas Menteri (Nadiem Makarim) juga mendorong menjadi entrepreneur. Praktik dokter hewan ini juga salah satu bentuknya. Tetapi, di sisi lain regulasinya berpotensi menghambat,” jelasnya.
Oleh karena itu, persyaratan terhadap praktik dokter hewan baru mesti dipermudah. Sebab, keberadaannya sangat dibutuhkan di tengah masyarakat.
”Lain halnya kalau mendirikan rumah sakit hewan. Mungkin persyaratannya dibedakan lagi. Tetapi, jika untuk praktik mandiri, apalagi baru tumbuh, kasihan kalau syaratnya berat,” tuturnya.
Tak hanya di jenjang profesi, Deni menilai pendidikan tinggi kedokteran hewan juga memerlukan dukungan undang-undang tersendiri. Regulasi itu akan sangat membantu dalam memberikan kepastian kurikulum, penelitian, penataan sumber daya manusia, dan lainnya.
”Keduanya sama-sama penting. Ilmu kesehatan veteriner itu juga berperan dalam pembangunan nasional,” ucapnya.
Tujuan lainnya adalah merancang skema penempatan tenaga ahli jangka panjang. Hal ini untuk menghindari orang-orang yang kurang berkompeten menempati jabatan dengan keahlian khusus.
”Intinya, serahkan semua kepada ahlinya. Dengan begitu, kinerja akan lebih optimal karena setiap persoalan pasti dipetakan dan ditemukan solusinya,” ujarnya.