JAKARTA, KOMPAS--Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia mendorong terbentuknya Otoritas Veteriner di daerah-daerah. Otoritas Veteriner yang dijabat oleh dokter hewan ini berperan penting dalam mengambil keputusan-keputusan penting di bidang kedokteran hewan, termasuk penyakit hewan yang menular ke manusia.
“Tantangan PDHI untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah tentang pentingnya Otoritas Veteriner dibentuk di berbagai daerah,” kata Drh Muhammad Munawaroh MM, Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), di Jakarta, Senin (5/11/2018).
Drh Muhammad Munawaroh MM terpilih sebagai Ketua PB PDHI periode 2018 – 2022 dalam Kongres ke-18 PDHI di Bali, 31 Oktober – 4 November 2018, menggantikan Dr Drh Heru Setijanto. Heru Setijanto dalam Kongres ke-20 Federasi Dokter Hewan Asia (Federation of Asian Veterinary Associations/FAVA) di Bali terpilih sebagai Presiden FAVA. Munawaroh adalah mantan Ketua PDHI Jawa Barat V yang juga praktisi dan konsultan klinik hewan, sedangkan Heru adalah dosen Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Dukungan pembentukan Otoritas Veteriner (Otovet) adalah program yang akan dijalankan oleh Munawaroh. Selain isu Otovet, beberapa program yang akan dijalankan adalah menjalin kolabarorasi dengan pihak terkait untuk mewujudkan konsep Satu Kesehatan, antara kedokteran hewan dengan kedokteran manusia. Isu lainnya adalah penerapan sistem daring dalam berbagai hal terkait kegiatan kedokteran hewan.
Otovet merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menurut UU 14/2014, Otoritas Veteriner adalah kelembagaan pemerintah atau pemerintah daerah yang bertanggung jawab dan memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan. Otovet berada di tingkat pusat, provinsi, hingga ke kabupaten/kota.
Wewenang dan tugas Otovet diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner. Keputusan tertinggi yang diambil Otovet ada 11 keputusan. Keputusan-keputusan itu di antaranya, pemberian rekomendasi status bebas penyakit hewan menular tertentu untuk seluruh wilayah Indonesia kepada menteri; pemberian rekomendasi penetapan wabah penyakit hewan menular kepada menteri; pemberian rekomendasi pencabutan penetapan wabah penyakit hewan menular kepada menteri; pembuatan kesepakatan persyaratan teknis kesehatan hewan dengan negara lain secara bilateral, regional, dan internasional; dan penetapan analisis risiko penyakit hewan terhadap pemasukan hewan dan produk hewan dari luar wilayah Indonesia.
Keputusan-keputusan penting dan harus cepat diambil berdasarkan pertimbangan teknis kesehatan hewan yang dapat berdampak pada kesehatan manusia.
Munawaroh menjelaskan, anggota PDHI di daerah selama sudah sering bekerja sama dengan dinas-dinas terkait. Dalam hal penanganan penyakit hewan, terutama zoonosis atau penyakit menular hewan ke manusia, di lapangan inilah semakin terlihat betapa pentingnya pembentukan Otovet di daerah.
“Keputusan-keputusan yang penting dan harus cepat diambil berdasarkan pertimbangan teknis kesehatan hewan yang dapat berdampak pada kesehatan manusia merupakan kompetensi dokter hewan. Hal ini harus dibarengi dengan posisi manajerial yang kuat agar dapat menjalankan keputusan Otovet dengan baik,” ujar Munawaroh.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kota Malang Drh Anton Pramujiono secara terpisah menjelaskan, Pemerintah Kota Malang juga dalam proses pembentukan Otovet. “Surat dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan tentang Otovet sudah sampai ke dinas kami. Namun, sebelum Otovet, dibentuk dulu Surat Keputusan Walikota terkait dokter hewan berwenang. Tahun depan rencananya dibentuk,” tutur Anton.
Anton mendukung langkah PDHI untuk ikut mendorong pembentukan Otovet. “Tetapi perlu ada pembicaraan yang intensif dengan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan sejauh mana tugas dan fungsi Otovet lebih efektif demi memajukan peran Dokter Hewan di Indonesia,” katanya.