Sejumlah pihak berharap pencabutan izin usaha bermasalah bisa menjadi langkah serius Indonesia dalam menyelesaikan persoalan tata kelola sumber daya alam.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO/ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Sisa pohon yang ditebang di antara ribuan hektar lahan yang sudah dibuka sebuah perusahaan sawit, Sabtu (26/1/2019).
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah mencabut 2.078 izin pertambangan, 192 izin kehutanan, dan 137 izin perkebunan. Ini karena izin-izin yang diterbitkan itu tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan.
Pengumuman yang disampaikan sendiri oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (6/1/2022) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, ini diapresiasi sejumlah pihak. Diharapkan, hal ini menjadi upaya serius dalam perbaikan tata kelola sumber daya alam serta menuntaskan konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan.
Presiden menuturkan, 2.078 izin perusahaan penambangan mineral dan batubara dicabut karena perusahaan tidak pernah menyampaikan rencana kerja. Selain itu, juga karena izin tersebut sudah bertahun-tahun telah diberikan, tetapi tidak dikerjakan.
”Ini mengakibatkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Presiden yang didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan keterangan terkait pencabutan izin usaha tambang, kehutanan, dan hak guna usaha di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/1/2022).
Pemerintah juga mencabut 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektar (ha). Izin-izin ini dicabut karena tidak aktif, pemegang izin tidak membuat rencana kerja, dan izin ditelantarkan. Selanjutnya, pemerintah juga mencabut hak guna usaha (HGU) perkebunan seluas 34.448 ha yang ditelantarkan.
”(Seluas) 25.128 ha adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 ha merupakan bagian dari HGU yang telantar milik 24 badan hukum,” kata Kepala Negara.
Presiden Jokowi menuturkan, pembenahan dan penertiban izin ini merupakan bagian integral dari perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan, kehutanan, serta perizinan yang lain. Pemerintah terus melakukan pembenahan-pembenahan dengan memberikan kemudahan-kemudahan izin usaha yang transparan dan akuntabel.
Pemerintah akan memberikan kesempatan pemerataan, pemanfaatan aset bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan organisasi-organisasi sosial keagamaan yang produktif. Ini termasuk kelompok petani, pesantren, dan lain-lain yang bisa bermitra dengan perusahaan yang kredibel dan berpengalaman.
Jangan sampai juga pencabutan ini mengganggu kepastian hukum.
”Indonesia terbuka bagi investor yang kredibel, yang memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik, serta memiliki komitmen untuk ikut menyejahterakan rakyat dan menjaga kelestarian alam,” kata Presiden Jokowi.
Selesaikan konflik
Dalam pernyataan, Kamis malam, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Eknas Walhi) menilai pencabutan izin-izin ini sebagai langkah yang baik dan patut diapresiasi. Hal ini agar menjadi momentum selanjutnya untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang terjadi antara rakyat dan perusahaan baik milik negara maupun swasta.
Selain bisa mendorong penyelesaian konflik agraria, pencabutan izin ini agar tidak menghilangkan tanggung jawab korporasi terhadap kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan. Ini merujuk pada pertanggungjawaban mutlak, baik terhadap kerugian kerusakan lingkungan hidup yang timbul maupun upaya pemulihan lingkungan hidup.
Direktur Eknas Walhi Zenzi Suhadi mengharapkan, pencabutan izin yang disampaikan oleh Presiden menjadi langkah pemerintah untuk terus memperbaiki tata kelola sumber daya alam, mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam. Ia pun mengharapkan evaluasi dan pencabutan izin ini dilakukan secara terus-menerus dan berkala.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO
Zenzi Suhadi
Ia pun mengingatkan agar Presiden memastikan kementerian terkait untuk tidak menerbitkan dan melelang izin baru di wilayah izin yang telah dicabut. Ini agar tercapai tujuan perbaikan tata kelola sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Modal esensial
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menilai bagus konsep dan ide pencabutan izin-izin yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan tersebut. Hal ini karena lahan merupakan modal esensial untuk mendorong perekonomian daerah dan negara.
”Jadi kalau lahan itu tidak produktif, ini yang justru mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor terkait menjadi terhambat karena (lahan) dimiliki atau dikelola orang-orang yang tidak memanfaatkan lahan itu dengan maksimal. Sementara (itu) banyak pelaku ekonomi lain yang membutuhkan lahan untuk bisa mengembangkan perekonomian,” kata Faisal.
Terkait hal tersebut, permasalahan produktivitas lahan memang harus segera dibenahi, termasuk salah satunya melalui langkah pencabutan izin. Namun, menurut Faisal, perlu pula dilihat permasalahan lain, seperti tumpang tindih izin—khususnya izin pertambangan—yang sering kali masih terjadi dan menjadi sengketa.
Faisal menuturkan hal penting lainnya, yakni keberadaan sistem pemantauan penertiban izin penggunaan atau pemakaian lahan yang jelas, reguler, dan terus dievaluasi dari waktu ke waktu. Langkah ini diperlukan untuk mendorong produktivitas lahan dari tahun ke tahun.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Agraria, Tata Ruang, dan Kawasan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sanny Iskandar menuturkan, berita mengenai pencabutan izin-izin itu cukup mengejutkan. ”Kami dari dunia usaha cukup hati-hati dalam menanggapi keputusan Presiden ini,” ujarnya.
Kepastian hukum
Secara umum, Sanny menuturkan, untuk sementara ini dunia usaha berharap tindakan pencabutan tersebut betul-betul dilakukan secara transparan, selektif, dan fair atau adil. Selain itu, juga harus ada data yang bisa ditelusuri untuk menunjukkan bahwa izin yang dicabut tersebut memang melanggar atau tidak patuh terhadap kewajiban di perizinan.
Menurut Sanny, baik dari sisi pemerintah maupun dunia usaha, hal yang selama ini menjadi dasar daya tarik investasi di Indonesia adalah menyangkut kepastian hukum. ”Jadi, jangan sampai juga pencabutan ini mengganggu kepastian hukum, (yakni misalnya) yang sudah dikasih izin kemudian tiba-tiba tanpa ada suatu prosedur pencabutan kemudian tiba-tiba dicabut,” katanya.