Areal Pencabutan Izin Perusahaan Akan Didistribusikan
Areal yang telah dicabut izinnya nantinya dikelola pihak lain yang dinilai lebih kredibel. Pihak tersebut bisa dari perusahaan, kelompok masyarakat adat, organisasi keagamaan, badan usaha milik daerah, hingga koperasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Areal milik lebih dari 2.000 perusahaan pertambangan, kehutanan, dan perkebunan yang telah dicabut izinnya oleh pemerintah akan dikelola oleh pihak lain yang lebih kredibel, tak terkecuali kelompok masyarakat adat. Proses distribusi dilakukan dengan skema yang akan diatur pemerintah.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, pencabutan lebih dari 2.000 izin pertambangan, kehutanan, dan perkebunan telah dilakukan dengan kajian mendalam serta dasar kuat, yakni Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Perusahaan yang dicabut izinnya juga sudah tidak beroperasi atau tidak menjalankan kewajibannya.
Dasar pencabutan izin perusahaan tersebut yakni Pasal 33 Ayat 3 dan 4 UUD 1945. Pasal 33 Ayat 3 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
”Atas dasar itu, pemerintah meninjau izin perusahaan yang tidak beroperasi. Kami ingin investasi benar-benar mewujudkan rasa keadilan yang komprehensif dan tidak bertumpu di Pulau Jawa, tetapi juga di luar Jawa,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/1/2022).
Sebelum proses pencabutan, kata Bahlil, pemerintah melalui kementerian atau lembaga terkait beberapa kali telah memberikan peringatan terhadap lebih dari 2.000 izin perusahaan tersebut. Namun, para pelaku usaha tersebut tidak mengalami perbaikan dalam menjalankan kewajibannya hingga akhirnya pemerintah memutuskan mencabut izin usahanya.
Evaluasi hingga pencabutan izin yang dilakukan saat ini menunjukkan masih banyak perusahaan yang tidak memberikan manfaat bagi perekonomian negara dan masyarakat di sekitar lokasi. Dari 5.490 izin usaha pertambangan yang ada di Indonesia, 2.078 perusahaan atau 40 persen di antaranya akan dicabut.
Bahlil mengutarakan, pencabutan dilakukan secara adil dan sesuai aturan tanpa memandang pemilik perusahaan tersebut. Areal yang telah dicabut izinnya nantinya akan dikelola pihak lain yang lebih kredibel. Pihak tersebut bisa dari perusahaan, kelompok masyarakat adat, organisasi keagamaan, badan usaha milik daerah (BUMD), hingga koperasi.
Proses distribusi pengelolaan areal konsesi dilakukan setelah proses pencabutan izin perusahaan yang akan mulai dijalankan pada Senin (10/1/2022). Menurut Bahlil, distribusi areal ini bertujuan agar terjadi pemerataan pengelolaan lahan dan sumber daya alam.
”Areal yang dicabut tidak semuanya diberikan ke kelompok masyarakat, tetapi sebagian ke perusahaan yang kredibel. Distribusi areal ini akan diberikan sesuai kemampuannya. Kami akan membuat aturan untuk mengolaborasikan kelompok masyarakat dengan pengusaha agar pengelolaan areal bisa terlaksana dengan baik,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Bahlil, pencabutan izin ini bukan berarti menghapus kewajiban dan pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan tersebut. Dengan kata lain, setiap perusahaan tetap harus bertanggung jawab memulihkan lingkungan dan ganti rugi lainnya yang ditimbulkan dari kegiatan usahanya.
Bahlil memastikan pemerintah berkomitmen untuk terus membenahi izin perusahaan pertambangan, kehutanan, dan perkebunan yang bermasalah. Ke depan, Kementerian Investasi akan berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut izin perusahaan dengan areal konsesi mencapai lebih dari 3 juta hektar.
Korporasi-korporasi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan yang izinnya dicabut harus tetap dimintakan pertanggungjawaban hukum untuk membayar ganti rugi, pemulihan lingkungan, dan tindakan lain.
Sebelumnya, pemerintah mencabut 2.078 izin pertambangan, 192 izin kehutanan, dan 137 izin perkebunan. Ini karena izin-izin yang diterbitkan itu tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan. Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (6/1/2022), di Istana Kepresidenan Bogor (Kompas, 7/1/2022).
Tanggung jawab hukum
Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Raynaldo Sembiring mengatakan, pencabutan izin tetap harus memperhatikan tanggung jawab hukum lainnya yang harus dipenuhi korporasi, terutama bagi korporasi yang pernah dilakukan penegakan hukum. Beberapa korporasi pernah dijatuhkan sanksi dan digugat pemerintah, bahkan sudah mendapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
”Korporasi-korporasi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan yang izinnya dicabut harus tetap dimintakan pertanggungjawaban hukum untuk membayar ganti rugi, pemulihan lingkungan, dan tindakan lainnya. Agenda untuk meminta pertanggungjawaban hukum tersebut penting menjadi agenda tindak lanjut pasca-pencabutan izin,” katanya.
Selain itu, Raynaldo juga merekomendasikan untuk memantau dengan menambahkan indikator pelanggaran ketentuan lingkungan hidup dan hak asasi manusia terhadap korporasi pertambangan, kehutanan, dan perkebunan yang masuk daftar evaluasi. Sebab, hal ini sejalan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan.
Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Ki Bagus Hadi Kusuma menyatakan, pencabutan izin ini tidak menyentuh perusahaan pemegang yang melakukan tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan. Di sisi lain, pencabutan ini hanya akan membuka ruang eksploitasi baru yang berdampak pada percepatan dan perluasan kerusakan di seluruh kepulauan di Indonesia.
Bagus menilai, selain berbasis jejak kejahatan korporasi, pencabutan izin seharusnya menyasar pada perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan bencana. Jatam mencatat, terdapat 783 izin usaha pertambangan yang berada di kawasan bencana dan tersebar di sejumlah daerah di Indonesia.