Optimisme di Tahun Baru Harus Diiringi Kesadaran Protokol Kesehatan
Optimisme yang muncul di masyarakat dibutuhkan untuk menangani pandemi Covid-19 tanpa kecemasan dan ketakutan. Namun, optimisme ini jangan sampai membuat masyarakat lengah.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tahun baru 2022 membuat sebagian masyarakat kian optimistis untuk meningkatkan mobilitasnya, termasuk menyusun sejumlah rencana kegiatan pada masa pandemi. Namun, tingginya mobilitas harus diiringi dengan kesadaran dalam menerapkan protokol kesehatan dan peningkatan upaya pelacakan Covid-19.
Optimisme publik dalam memasuki tahun baru di tengah pandemi yang belum berakhir tercermin dalam hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 20-22 Desember 2021 terhadap 504 responden dari 34 provinsi di seluruh Indonesia.
Hasil jajak pendapat menunjukkan, mayoritas warga mulai berani menyusun rencana kegiatan seperti berwisata di luar kota, seperti tampak pada 61,4 persen responden. Adapun 33 persen berencana berwisata ke luar kota, 21 persen ingin berwisata di daerah sekitar tempat tinggal, dan 7,1 persen berencana berwisata ke luar negeri.
Akan tetapi, masih banyak juga masyarakat yang berhati-hati menyusun rencana di tahun 2022 karena kondisi pandemi yang masih terjadi sampai saat ini. Hal itu tampak dari 36,1 persen warga yang mengaku tidak punya rencana untuk berwisata dan berjalan-jalan di tahun 2022 karena masih khawatir tertular Covid-19 saat berwisata.
Menanggapi hasil survei tersebut, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane mengemukakan, optimisme yang muncul di masyarakat sangat dibutuhkan untuk menangani pandemi tanpa kecemasan dan ketakutan. Namun, optimisme ini jangan sampai membuat masyarakat lengah dan mengabaikan sejumlah aspek dalam proses penanganan pandemi, termasuk protokol kesehatan.
“Optimisme ini harus dilakukan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Artinya, masyarakat bisa bermobilisasi jika sudah divaksin dan menerapkan protokol kesehatan standar. Dari pemerintah juga perlu terus didorong melakukan 3T (pemeriksaan, penelusuran, dan perawatan),” ujarnya, Minggu (2/1/2022).
Tingkat mobilitas di Indonesia dipandang cukup aman selama varian Covid-19 yang masuk dalam daftar perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) seperti Omicron tidak menyebar dalam jumlah banyak. Kementerian Kesehatan mencatat, sampai saat ini Indonesia telah mendeteksi 136 kasus Omicron yang mayoritas berasal dari pelaku perjalanan luar negeri dan 11 di antaranya merupakan warga negara asing (WNA).
Menurut Masdalina, banyaknya kasus Omicron di sejumlah negara seharusnya menjadi salah satu pertimbangan masyarakat untuk menunda wisata ke luar negeri. Masyarakat bisa mengalihkan rencana wisata ke destinasi dalam negeri untuk menghindari penyebaran Omicron, sekaligus mendukung menggerakkan roda ekonomi masyarakat.
Peningkatan mobilitas juga harus diiringi dengan upaya vaksinasi dosis lengkap yang lebih masif. Berdasarkan data Satuan Tugas Covid-19, hingga 2 Januari 2022 sebanyak 114 juta orang telah menerima vaksinasi dosis kedua. Adapun target sasaran vaksinasi mencapai 208 juta orang.
“Cakupan vaksin itu seharusnya meliputi dua dosis secara lengkap. Jika melihat datanya, target vaksinasi 70 persen pada akhir tahun 2021 belum tercapai. Klaim data yang kurang tepat itu akan membuat masyarakat merasa tenang dan terlena,” katanya.
Target vaksinasi 70 persen pada akhir tahun 2021 belum tercapai. Klaim data yang kurang tepat itu akan membuat masyarakat merasa tenang dan terlena.
Pengamat ilmu sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati tidak menampik bahwa masyarakat akan selalu menginginkan berwisata guna melepas penat setelah lelah bekerja atau bertemu dengan orang-orang terdekat. Menurunnya kasus sekaligus sulitnya melihat tanda-tanda orang terpapar Covid-19 belakangan ini juga membuat masyarakat merasa kondisi sudah lebih baik dibandingkan awal pandemi.
“Dibandingkan negara lain, tingkat kepatuhan masyarakat kita cukup tinggi. Sekarang tinggal dibutuhkan upaya dari aparat untuk terus mengingatkan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, tetapi secara persuasif,” ucapnya.
Konsistensi
Masdalina menekankan pentingnya pemerintah meningkatkan upaya 3T termasuk konsistensi penggunaan apilkasi PeduliLindungi. Selama ini, Ia menilai penggunaan aplikasi tersebut belum optimal, khususnya untuk melacak kasus konfirmasi positif Covid-19, kontak erat, maupun deteksi riwayat perjalanan seseorang.
“Angka penggunaan aplikasi PeduliLindungi yang disampaikan pemerintah masih kecil sekali dari jumlah penduduk Indonesia. Jadi, tidak usah terlalu banyak klaim, tetapi tingkatkan kualitas dari aplikasi ini sehingga masyarakat mau menggunakannya,” ucapnya.
Kondisi masyarakat yang sudah mulai abai terhadap protokol kesehatan dan penggunaan aplikasi PeduliLindungi juga diakui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia pun terus mengingatkan agar seluruh masyarakat dapat mematuhi penggunaan aplikasi PeduliLindungi di semua ruang publik. Penggunaan aplikasi ini dapat membantu pemerintah dalam menyaring orang-orang yang berpotensi terpapar Covid-19.
Budi juga meminta masyarakat untuk menunda perjalanan ke luar negeri jika tidak mendesak, mengingat sejumlah negara sudah menjadi sumber penyebaran Omicron. Sementara, guna meningkatkan pelacakan Omicron di dalam negeri, pemerintah tengah mendatangkan 15 mesin genome sequencing baru untuk tes usap reaksi rantai polimer atau PCR.