Mayoritas kasus Covid-19 varian Omicron ditemukan dari pelaku perjalanan luar negeri. Meski demikian, harus diantisipasi terjadinya penularan di komunitas menyusul risiko kebocoran saat karantina.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dominasi varian Delta di Indonesia mulai menurun seiring dengan meningkatnya temuan varian Omicron. Sekalipun mayoritas kasus Omicron ini ditemukan dari pelaku perjalanan luar negeri, kita harus mengantisipasi terjadinya penularan di komunitas menyusul risiko kebocoran saat karantina.
Hasil pengurutan genom utuh (whole genome sequencing) di Indonesia ini disampaikan peneliti senior Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Safarina G Malik, di Jakarta, Senin (27/12/2021).
Pemeriksaan genomik selama Desember 2021 menjunjukkan, varian Delta beserta turunannya ditemukan sebanyak 206 kasus, sedangkan Omicron sebanyak 46 kasus. ”Kebanyakan kasus Omicron ini dari pelaku perjalanan luar negeri,” tuturnya.
Data pemeriksaan genom utuh (whole genomesequencing/WGS) dari Jejaring Surveilans Genom Indonesia menunjukkan, Indonesia telah melakukan 10.731 WGS sepanjang 2021 dibandingkan hanya 140 pada tahun 2020.
Pemeriksaan WGS ini dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Litbangkes) dan Lembaga Eijkman. Pemeriksaan itu juga dilaksanakan 19 laboratorium di berbagai daerah, termasuk di laboratorium kampus.
Dua varian yang jadi kekhawatiran, dan ditemukan di Indonesia selama Desember 2021, adalah Delta (B.1.617.2) beserta turunannya sebanyak 206 dan varian Omicron (B.1.1.59) sebanyak 46. Untuk varian Alpha (B.1.17), Beta (B.1.351), dan Gamma (P.1) tidak ditemukan lagi. Dari data ini, jika pada November 2021 varian Delta beserta turunannya ditemukan pada 98,9 persen pemeriksaan WGS di Indonesia, pada Desember 2021 menjadi 81,4 persen.
Varian Omicron yang ada di Indonesia merupakan garis keturunan B.1 yang dominan secara global. Dari 46 sampel ini, 44 di antaranya merupakan pelaku perjalanan dari luar negeri, sedangkan dua sampel lainnya tidak memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengutarakan, tambahan 27 kasus Omicron didapatkan dari WGS oleh Badan Litbangkes yang keluar pada 25 Desember 2021.
Sebanyak 26 kasus berasal dari pelaku perjalanan internasional atau imported cases, di antaranya 25 warga negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Malaysia, Kenya, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Mesir, Malawi, Spanyol, Inggris, dan Turki, serta 1 orang warga negara asing (WNA) asal Nigeria. ”Satu kasus positif merupakan tenaga kesehatan di RSDC (Rumah Sakit Darurat Covid-19) Wisma Atlet,” tuturnya.
Dengan penambahan satu tenaga kesehatan yang terinfeksi Omicron, sejauh ini sudah dua pekerja di RSDC Wisma Atlet yang terinfeksi. Sebelumnya, kasus pertama di Indonesia terdeteksi pada 15 Desember adalah pekerja kebersihan di RSDC Wisma Atlet yang juga tidak memiliki riwayat perjalanan luar negeri.
”Saat ini sebagian besar (kasus baru Omicron) telah menjalani karantina di Wisma Atlet dan sebagian lagi di RSPI Sulianti Saroso,” katanya.
Jika terjadi penularan di komunitas, akan dilakukan lockdown (penguncian) secara lokal seperti dilakukan di Wisma Atlet.
Menurut Nadia, sebagian besar kasus Omicron itu terdeteksi saat para pelaku perjalanan internasional tiba di Indonesia dan menjalani karantina 10 hari. Beberapa kasus terdeteksi setelah mereka menjalani karantina lebih dari tiga hari. Itu menunjukkan karantina 10 hari adalah durasi tepat untuk mencegah pasien dengan Omicron menulari pihak lain di luar fasilitas karantina.
Dispensasi
Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam konferensi pers, mengingatkan agar masyarakat jangan dulu bepergian ke luar negeri, kecuali sangat mendesak. ”Kalau untuk liburan, saya menyarankan di dalam negeri,” ungkapnya.
Luhut menambahkan, pemerintah akan meningkatkan tes dan lacak yang cepat untuk mencegah meluasnya penularan varian Omicron. ”Jika terjadi penularan di komunitas, akan dilakukan lockdown (penguncian) secara lokal seperti dilakukan di Wisma Atlet. Jadi, setelah lockdown di Wisma Atlet nampaknya tidak berkembang kasusnya,” katanya.
Meski demikian, Luhut mengaku mewaspadai kemungkinan bocornya karantina. ”Kemarin ada satu yang lolos (dari Wisma Atlet) karena pergi dengan keluarganya dan ini kami harapkan tidak terjadi lagi. Tidak boleh lagi ada dispensasi, kecuali dengan alasan kuat. Dispensasi bisa diberikan misalnya untuk dokter, kesehatan dan ada hal urgent (mendesak) lain. Itu ada prosedur yang harus diikuti,” tuturnya.