Aplikasi Pencatatan Status Gizi untuk Cegah Tengkes
BKKBN mengembangkan aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah, Siap Hamil). Aplikasi ini mencatat kesehatan calon pengantin dan calon orangtua. Tujuannya agar kejadian ”stunting” bisa dicegah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Setiap tahun diperkirakan ada dua juta pasang penduduk Indonesia yang menikah. Namun, dari segi gizi, tidak semua pasangan menyiapkan diri menyambut momongan. Padahal, sekitar 80 persen pasangan mengalami kehamilan di tahun pertama pernikahan.
Sama seperti pernikahan, kehamilan juga butuh persiapan. Calon ibu ataupun ayah mesti sehat dan cukup gizi. Kondisi itu bakal berpengaruh ke perkembangan janin dan kesehatan bayi ke depan.
Salah satu hal yang patut diwaspadai calon orangtua, terutama perempuan, adalah anemia atau kurang darah. Faktor utama anemia adalah kurangnya konsumsi zat besi yang diperoleh antara lain dari daging merah, sayuran hijau, dan kacang-kacangan. Celakanya, tidak semua orang sadar dirinya mengalami anemia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat 48 persen ibu hamil mengalami anemia. Sementara itu, remaja putri yang anemia mencapai 32 persen. Anemia merupakan indikasi kondisi kurang gizi.
Perempuan yang mengalami anemia berisiko melahirkan anak dengan tengkes atau stunting. Adapun stunting adalah kondisi ketika anak gagal tumbuh dan berkembang. Salah satu alasannya karena anak kurang asupan gizi dalam waktu lama.
Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, perempuan anemia mengalami defisiensi vitamin D dan asam folat. Akibatnya, saat hamil, plasentanya cenderung tipis. Hal ini menghambat proses penyaluran makanan dari ibu ke janin.
”Itu kenapa janin tumbuh lambat dalam kandungan,” kata Hasto saat dihubungi, Sabtu (18/12/2021).
Mengidentifikasi dan memetakan calon ibu anemia pun penting. Selain ibu, calon ayah mesti sehat dan tidak kurang gizi. Mencatat status gizi calon ibu dan ayah menjadi kunci mencegah lahirnya anak yang mengalami tengkes.
Sayangnya, Indonesia belum punya pusat data yang spesifik mencatat masyarakat kurang gizi dan anemia. Hal ini mendorong BKKBN mengembangkan aplikasi Elektronik Siap Nikah, Siap Hamil (Elsimil).
Elsimil mencatat kondisi kesehatan calon pengantin atau calon orangtua, kemudian otomatis mendeteksi anemia atau kurang gizi. Hal itu menentukan apa seseorang butuh intervensi gizi atau tidak. Dengan demikian, risiko tengkes dapat diminimalkan.
Adapun prevalensi tengkes di Indonesia 27,67 persen. Pemerintah menargetkan angkanya turun jadi 14 persen pada 2024. Percepatan penurunan tengkes pun dilakukan. Ini agar anak-anak yang lahir saat ini dapat menjadi sumber daya manusia unggul di era Indonesia Emas 2045.
Anak dengan tengkes bakal menghadapi sejumlah tantangan yang memengaruhi produktivitasnya saat dewasa. Selain memengaruhi intelektualitas, tengkes menyebabkan orang rentan mengalami gangguan metabolik, penyakit jantung, serta stroke saat dewasa.
Pemeriksaan sederhana
Calon pengantin dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan tiga bulan sebelum menikah. Mereka bisa mendatangi puskesmas atau rumah sakit terdekat. Pemeriksaannya sederhana: pemeriksaan kadar hemoglobin, berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan atas. Keempatnya adalah prediktor anemia, kurang gizi, hingga kelebihan berat badan.
Hasil pemeriksaan dimasukkan ke aplikasi Elsimil. Aplikasi tersebut bakal memberi rekomendasi jika seseorang butuh asupan gizi tambahan atau tablet penambah darah. Selain mencatat, aplikasi ini juga memetakan status gizi para penggunanya.
”Ini seperti aplikasi Peduli Lindungi. Pemeriksaannya sederhana, tetapi penting. Orang yang akan menikah mesti diperiksa tiga bulan sebelum menikah. Jangan hanya pre-wedding. Prakonsepsi lebih penting,” kata Hasto.
Ia mengapresiasi pasangan yang melakukan pemeriksaan sebelum pernikahan atau pre-marital check up. Namun, kata Hasto, pemeriksaan tersebut belum tentu mengecek gizi pasangan.
Ini seperti aplikasi Peduli Lindungi. Pemeriksaannya sederhana, tetapi penting. Orang yang akan menikah mesti diperiksa tiga bulan sebelum menikah. Jangan hanya pre-wedding. Prakonsepsi lebih penting.
Dari dua juta pasangan yang menikah per tahun di Indonesia, 80 persennya hamil di tahun pertama pernikahan. Artinya, ada 1,6 juta orang hamil per tahun. ”Jika prevalensi stunting 27,67 persen, yang berisiko (melahirkan anak) stunting ada 400.000 (orang). Dengan prakonsepsi dan pencatatan di Elsimil, kita bisa mencegah 400.000 kejadian stunting per tahun,” kata Hasto.
Selain mencatat kesehatan dan status gizi calon pengantin dan calon orangtua, Elsimil juga mendata kondisi bayi yang lahir. Beberapa hal yang dicatat meliputi panjang badan bayi saat lahir, umur kehamilan saat anak lahir, dan berat badan bayi.
Bayi yang lahir dengan panjang kurang dari 48 sentimeter, berat kurang dari 2,5 kilogram, serta lahir di usia kehamilan kurang dari 37 minggu berpotensi tengkes. Anak-anak tersebut direkomendasikan mendapat air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan sejak lahir.
Pendampingan
Elsimil mempunyai sejumlah fitur. Selain pencatatan status gizi dan kondisi bayi lahir, ada juga fitur e-learning dan e-counseling. Pengguna dapat mencari berbagai info mengenai gizi dan tengkes di aplikasi. Mereka juga bisa konsultasi daring dengan para pendamping keluarga.
Hasto mengatakan, ada 200 tim pendamping keluarga di Indonesia saat ini. Masing-masing tim terdiri dari tiga orang, yakni penyuluh kesehatan, bidan, dan anggota PKK.
Elsimil telah diuji coba ke beberapa provinsi, seperti Riau, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Dari uji coba itu, BKKBN mengidentifikasi sejumlah tantangan di lapangan, seperti minimnya jaringan internet. Selain itu, tidak semua warga mempunyai ponsel pintar. Hal ini diatasi dengan meminjam ponsel tim pendamping keluarga untuk memasukkan data ke Elsimil.
Elsimil diperkirakan bakal memuat fitur-fitur baru atau variabel pemeriksaan tambahan. Adapun aplikasi ini menurut rencana diluncurkan pada 28 Desember 2021. Data yang dihimpun aplikasi itu bakal disinkronkan dengan data dari sejumlah kementerian. Elsimil diharapkan menjadi media pencacatan dan pementaan gizi masyarakat di masa depan.
BKKN juga menandatangani perjanjian kerja sama dengan sejumlah pihak untuk mempercepat penurunan tengkes, antara lain dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Agama.
Sebelumnya, menurut Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Kemenag memberi bimbingan pranikah kepada calon pengantin. Pencegahan tengkes menjadi salah satu materi bimbingan pranikah. Sementara itu, BRIN mendukung upaya menurunkan tengkes melalui riset dan inovasi, antara lain untuk menambah asupan gizi masyarakat.