Vaksinasi Covid-19 Anak Diperluas, Pastikan Imunisasi Rutin Tetap Berjalan
Vaksinasi rutin harus dipastikan tetap berjalan di tengah gencarnya vaksinasi Covid-19 pada anak. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya kejadian luar biasa pada penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pelaksanaan vaksinasi Covid-19 pada anak, imunisasi rutin dan imunisasi kejar harus tetap berjalan dengan optimal. Ini termasuk imunisasi dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah. Selain perlindungan pada Covid-19, upaya untuk menghindari penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi juga penting.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Anak Indonesia (PB IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, imunisasi kejar dan imunisasi rutin harus tetap dilakukan. Hal itu bertujuan untuk menghindari kejadian luar biasa (KLB) penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Imunisasi rutin penting untuk mencegah penyakit-penyakit yang jauh lebih berbahaya dan mematikan, seperti tetanus, polio, campak, dan rubela.
”Jangan sampai kita hanya fokus pada vaksinasi Covid-19 dan abai pada vaksinasi rutin. Jangan sampai kita ada double atau triple burden (beban ganda atau tiga) di mana Covid-19 belum selesai, tetapi ada lagi KLB lain yang muncul,” kata Piprim di Jakarta, Jumat (17/12/2021).
Karena itu, orangtua diimbau untuk memeriksa kelengkapan imunisasi anak yang bisa dilihat dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan segera melengkapinya jika ada yang tertinggal. IDAI pun telah meluncurkan program Little Ku atau Lengkapi Imunisasi Terlambat atau Tidak Lengkap Anakku.
Piprim menyampaikan, program tersebut mendesak untuk digulirkan setelah kasus PD3I dilaporkan meningkat di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, hingga November 2021 sudah ada 147 laporan suspek difteri, 54 laporan kasus campak, dan 91 laporan kasus rubela. Lebih dari 80 persen dari kasus tersebut memiliki status imunisasi tidak lengkap atau tidak jelas riwayat vaksinasinya.
Jangan sampai kita hanya fokus pada vaksinasi Covid-19 dan abai pada vaksinasi rutin. Jangan sampai kita ada double atau triple burden di mana Covid-19 belum selesai, tetapi ada lagi KLB lain yang muncul.
Selain itu, kejadian luar biasa sejumlah penyakit dilaporkan muncul di sejumlah daerah. Pada 2021, KLB campak-rubela terjadi di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara; KLB campak di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan; serta KLB rubela di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, dan kamp pengungsian di Yahukimo.
Meningkatkan kekebalan tubuh
Ketua Satuan Tugas Imunisasi IDAI Hartono Gunardi menambahkan, selain imunisasi dasar, imunisasi rutin yang diselenggarakan dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) juga perlu dipastikan tetap diberikan. Imunisasi dalam program BIAS diperlukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak.
Pada program BIAS, imunisasi yang diberikan adalah imunisasi DT pada anak sekolah kelas I sekolah dasar serta imunisasi Td pada anak kelas II dan kelas III atau kelas V. Selain itu, vaksin campak/rubela (MR) juga diberikan kepada anak kelas I sekolah dasar. Di sejumlah daerah, vaksin HPV juga diberikan kepada anak kelas V dan kelas VI.
Hartono menjelaskan, penjadwalan pada pelaksanaan program BIAS sebaiknya disesuaikan dengan pemberian vaksin Covid-19. Idealnya, vaksinasi pada program BIAS didahulukan sebelum mendapatkan vaksin Covid-19. Namun, di sekolah yang sudah menjadwalkan vaksinasi Covid-19, vaksin Covid-19 bisa diberikan terlebih dahulu.
”Yang perlu diperhatikan adalah jarak antarpemberian vaksinasi. Jarak pemberian vaksin Covid-19 dengan vaksin lainnya minimal dua minggu,” ucapnya.
Vaksin Covid-19
Terkait dengan vaksinasi Covid-19 pada anak usia 6-11 tahun, Piprim menjelaskan, IDAI telah menerbitkan rekomendasi terbaru. Dalam rekomendasi itu disebutkan, vaksin CoronaVac dan vaksin Covid-19 Bio Farma bisa diberikan kepada anak usia 6-11 tahun.
Anak dengan penyakit komorbid seperti kondisi kronis yang stabil juga bisa menerima vaksin Covid-19. Anak dengan kondisi kesehatan tersebut justru dinilai mempunyai risiko lebih tinggi mengalami komplikasi jika menderita infeksi Covid-19.
Selain itu, anak yang sudah pernah tertular Covid-19 perlu divaksinasi. Pada anak yang tertular Covid-19 dengan gejala berat, pemberian vaksin bisa ditunda setelah tiga bulan dinyatakan sembuh. Sementara pada anak yang tertular Covid-19 dengan gejala ringan-sedang, vaksin diberikan setelah satu bulan dinyatakan sembuh.
”Setelah pemberian imunisasi, anak tetap perlu dipantau 15-30 menit untuk melihat kemungkinan adanya reaksi alergi berat sekalipun jarang terjadi,” ujarnya.
Efek samping ringan
Hartono mengungkapkan, dari hasil evaluasi antara IDAI dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), sementara ini tidak ada kejadian ikutan pascaimunisasi yang berat. KIPI yang muncul bersifat ringan, yakni KIPI lokal seperti nyeri dan bengkak pada bagian yang disuntik, serta KIPI sistemik seperti demam, batuk, dan sakit kepala.
Executive Director International Paediatrics Association (IPA) dan President Asia Pacific Paediatrics Association (APPA) Aman Bhakti Pulungan menyampaikan, tidak ada laporan terkait KIPI yang serius dalam pemberian vaksinasi Covid-19 pada anak di tingkat global. Vaksin yang diberikan kepada anak aman sehingga orangtua tidak perlu khawatir untuk segera memvaksinasi anaknya.