Akses Pelayanan Diabetes untuk Semua
Diabetes merupakan musuh bersama yang harus dihadapi. Untuk mengentaskan penyakit tersebut butuh upaya komprehensif yang melibatkan berbagai pihak.
Seratus tahun insulin ditemukan di dunia, kesenjangan akses masih saja terjadi terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Laporan ”Keeping 100-Years Old Promise: Making Insulin Acces Universal” yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 12 November 2021 menyebutkan, setidaknya 30 juta orang dengan diabetes yang membutuhkan insulin masih kesulitan untuk mengaksesnya.
Padahal, insulin amat penting untuk penderita diabetes, terutama penderita diabetes tipe 1. Mereka tidak mampu atau hanya sedikit menghasilkan insulin pada tubuhnya sehingga sangat bergantung pada pengobatan insulin untuk bisa bertahan hidup.
Selain pada pasien diabetes tipe 1, insulin juga dibutuhkan untuk pasien diabetes tipe 2 untuk mengontrol kadar glukosa darah ketika obat-obatan oral tidak lagi efektif. Namun, berbeda dengan penderita diabetes tipe 1, insulin tidak harus digunakan seumur hidup. Ketika kadar glukosa sudah kembali terkontrol terapi obat-obatan bisa dilanjutkan kembali.
Ketua Umum Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Ketut Suastika ketika ditemui di Bali, Sabtu (4/12/2021), mengatakan, insulin menjadi harapan besar penderita diabetes. Sebelum insulin ditemukan, penderita diabetes, terutama diabetes tipe 1, sulit bertahan hidup. Berbagai komplikasi kesehatan bisa terjadi yang kemudian bisa berujung pada kematian.
Baca juga: Cegah Komplikasi Diabetes Melitus
Insulin tidak hanya mampu menyelamatkan nyawa, melainkan juga meningkatkan kualitas hidup orang dengan diabetes. Penderita diabetes dapat beraktivitas seperti biasa. ”Perlu menjadi perhatian bahwa insulin bukan menjadi pilihan akhir dari perawatan pada pasien diabetes. Justru dengan pemberian insulin yang tepat berbagai komplikasi bisa dicegah,” tutur Suastika.
Pada dasarnya, ada dua jenis insulin sebagai pengontrol glukosa darah, yakni insulin prandial dan insulin basal. Insulin prandial berfungsi untuk mengontrol kenaikan kadar glukosa darah setelah makan yang biasanya diberikan sebelum makan. Insulin ini tergolong pada jenis yang memiliki waktu kerja pendek.
Sementara insulin basal memiliki waktu kerja lama. Biasanya diberikan sebanyak satu atau dua kali sehari antara waktu makan malam dan tengah malam. Pemberian ini akan disesuaikan dengan produksi glukosa hepatik dari pasien. Ada pula insulin premixed yang merupakan campuran antara insulin kerja pendek dan kerja lama. Pemilihan insulin akan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Perlu menjadi perhatian bahwa insulin bukan menjadi pilihan akhir dari perawatan pada pasien diabetes. Justru dengan pemberian insulin yang tepat, berbagai komplikasi bisa dicegah.
Suastika mengatakan, dengan pemberian insulin yang tepat dan sesuai dengan kondisi pasien, kadar glukosa dalam darah bisa terkontrol. Hal itu penting untuk mencegah berbagai risiko komplikasi dari diabetes.
Diabetes yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang yang lebih parah, seperti kebutaan, gangguan pada ginjal, gangguan jantung, dan infeksi pada kaki yang bisa berujung pada amputasi. Gangguan tersebut sangat berisiko pada kematian.
Menurut Suastika, persoalan akses insulin seharusnya kini tidak menjadi persoalan bagi masyarakat Indonesia. Sejak program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dijalankan, insulin masuk dalam terapi yang ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
”Konsen saat ini adalah memastikan orang dengan diabetes bisa terdeteksi. Intervensi pun bisa cepat dilakukan sehingga komplikasi bisa dicegah. Karena itu, kesadaran untuk melakukan pemeriksaan rutin menjadi sangat penting,” ujarnya.
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) Diabetes Atlas 2021 Edisi ke-10, jumlah penderita diabetes di Indonesia menjadi 19,5 juta orang pada 2021. Angka ini meningkat dari 2019 yang sebanyak 10,7 juta orang. Indonesia tercatat menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak kelima di dunia.
Dari 19,5 juta orang dengan diabetes di Indonesia, diperkirakan hanya ada 2 juta orang yang telah terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan. Dikhawatirkan, beban biaya kesehatan nasional bisa semakin membengkak karena komplikasi yang bisa terjadi.
”Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap diabetes masih menjadi tantangan utama yang menyebabkan semakin tingginya jumlah orang diabetes yang tidak terdiagnosis,” ujarnya.
Baca Juga: Akses Layanan Diabetes Melitus pada Anak Masih Terbatas
Kondisi serupa juga terjadi pada pasien diabetes usia anak. Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan, pada tahun 2000 tercatat prevalensi DM tipe 1 sebesar 0,004 per 100 juta anak dan melonjak menjadi 0,028 per 100 juta anak pada 2010. Pada 2021, prevalensinya naik menjadi 1,5 per 100.000 juta anak usia kurang dari 18 tahun atau naik hingga 54 kali lipat.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Direktur eksekutif International Pediatric Association Aman B Pulungan, Sabtu (13/11/2021), menuturkan, prevalensi diabetes tipe 1 pada anak-anak diprediksi lebih tinggi karena banyak kasus tidak terdiagnosis dan salah diagnosis. Itu terjadi karena minimnya kesadaran akan diabetes melitus tipe 1 pada anak serta terbatasnya akses pemeriksaan di masyarakat.
Oleh sebab itu, penguatan sistem kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) menjadi sangat penting. FKTP yang menjadi fasilitas kesehatan yang terdekat di masyarakat memiliki peran yang besar untuk menekan beban kesehatan nasional, terutama melalui deteksi dini dan penanganan awal.
Deteksi dini perlu dilakukan oleh setiap orang yang memiliki faktor risiko, terutama orang yang memiliki keturunan dengan diabetes serta menjalani gaya hidup yang tidak sehat. Deteksi dini bisa dilakukan melalui pengukuran kadar gula darah secara rutin.
Adapun kriteria diagnosis diabetes melitus ialah hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa menunjukkan lebih dari atau sama dengan 126 miligram per desiliter atau lebih dari 200 miligram per desiliter dua jam setelah tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. Pemeriksaan ini bisa dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Di lain sisi, upaya pencegahan jauh lebih penting untuk dilakukan. Diabetes, khususnya diabetes tipe 2 sangat terkait dengan gaya hidup yang tidak sehat. Tingginya konsumsi gula, kurang gerak, pola makan tinggi karbohidrat, makanan cepat saji, kegemukan, dan merokok bisa menjadi faktor risiko diabetes melitus tipe 2.
Kolaborasi
Kapasitas tenaga kesehatan yang mumpuni serta ketersediaan sarana prasarana pendukung untuk deteksi dini, termasuk mendeteksi diabetes, menjadi sebuah keharusan. Kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan swasta harus dilakukan untuk mendukung upaya tersebut.
Vice President & General Manager Novo Nordisk Indonesia Anand Shetty mengatakan, kerjasama antara Novo Nordisk dengan Kementerian Kesehatan dalam penanganan diabetes di Indonesia telah berjalan. Ini merupakan bagian dari kerjasama antarpemerintah yang dilakukan oleh Denmark dengan Indonesia pada 2021-2024.
Salah satu program yang akan dijalankan melalui kerja sama ini adalah program kemitraan global Changing Diabetes in Children (CDiC). Dalam program ini, tenaga kesehatan akan dilatih bagaimana cara menangani diabetes yang tepat. Selain itu, alat diagnostik juga akan diberikan secara gratis di puskesmas yang menjadi target program. Insulin juga akan disediakan secara gratis. Setidaknya ada 46 puskesmas yang akan dilibatkan dalam program ini.
”Kami berupaya membantu pemerintah memperkuat fasilitas kesehatan primer yang menjadi pintu gerbang penanganan penyakit tidak menular, seperti diabetes dan obesitas. Ini penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut,” kata Anand.
Selain itu, kolaborasi lain yang akan dijalankan adalah pengembangan layanan chatbot pada aplikasi Whatsapp yang disebut Tanya Gendis. Pada layanan ini masyarakat dapat mengakses berbagai informasi mengenai diabetes, seperti tipe dan macam diabetes, faktor risiko diabetes, diagnosis diabetes, aktivitas fisik untuk penyandang diabetes, serta pengecekan risiko diabetes. Masyarakat dapat menghubungi nomor 081280005858 melalui aplikasi Whatsapp untuk mengaksesnya.
Baca Juga: Kolaborasi untuk Perangi Diabetes
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya menyampaikan, penggunaan teknologi dalam sistem pelayanan kesehatan merupakan hal yang mutlak untuk menjangkau 280 juta penduduk Indonesia. Jumlah penderita diabetes yang semakin besar perlu ditekan semaksimal mungkin.
”Berbagai platform, termasuk teknologi informasi, harus dimanfaatkan untuk membantu menangani diabetes hingga daerah terluar, mulai dari upaya penapisan, deteksi dini, dan monitoring. Itu juga yang menjadi dasar kementerian kesehatan melakukan transformasi teknologi kesehatan di Indonesia,” tuturnya.