Gaya hidup sehat menentukan kualitas hidup pengidap diabetes melitus. Selain rutin mengonsumsi obat, penderita mesti menerapkan gaya hidup sehat untuk mengendalikan faktor risiko dan mencegah komplikasi penyakit itu.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pasien diabetes melitus perlu mengontrol gula darahnya untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk. Selain dengan mengonsumsi obat secara rutin, pasien juga perlu teratur melakukan pola hidup yang sehat. Karena itu, lingkungan sekitar amat berpengaruh pada kualitas hidup yang dijalankan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, penderita diabetes akan meningkat dua kali lipat tahun 2030 mencapai 700 juta orang dibandingkan jumlah 346 juta orang pada tahun 2014. Kenaikan kasus diabetes melitus terutama akan terjadi di negara-negara berkembang, dengan populasi penduduk yang bertambah serta tinggi akan faktor risiko.
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Sidartawan Soegondo di Jakarta, Selasa (3/11/2020) mengatakan, pasien diabetes harus bisa mengendalikan penyakitnya dengan baik. Setidaknya, pola makan yang dikonsumsi harus sehat dengan kadar gula, garam, dan lemak yang rendah serta melakukan olahraga rutin.
“ Dukungan dari orang terdekat terutama caregiver baik keluarga, kerabat, ataupun orang yang merawat pasien diabetes sangat dibutuhkan. Selain mengingatkan untuk mengonsumsi obat dengan teratur, caregiver harus memantau kondisi pasien, seperti gejala yang dialami. Ini semakin penting di masa pandemi yang membuat pasien lebih banyak berada di rumah,” tuturnya.
Pengendalian diabetes diperlukan untuk mencegah komplikasi penyakit yang lebih parah. Komplikasi yang paling kerap terjadi pada pasien diabetes antara lain, neuropati, gangguan mata, gagal ginjal, dan kardiovaskular. Hal ini menyebabkan harapan hidup pasien menurun. Bahkan, diabetes menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga setelah stroke dan penyakit jantung koroner.
Bisa dikendalikan
Ketua Umum Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia (Perkeni) Ketut Suastika menyampaikan, upaya pencegahan penyakit diabetes dinilai jauh lebih penting untuk diperhatikan. Ketika sudah mengalami diabetes, seseorang tidak bisa terlepas dari penyakit tersebut. Diabetes tidak bisa disembuhkan, melainkan hanya bisa dikendalikan.
Dukungan dari orang terdekat terutama caregiver baik keluarga, kerabat, ataupun orang yang merawat pasien diabetes sangat dibutuhkan.
“Jika masih dalam fase prediabetes, kondisi seseorang masih bisa disembuhkan. Itu bisa dilakukan dengan mengubah gaya hidup, mengatur pola makan, dan olahraga. Edukasi terkait upaya pencegahan ini harus terus dilakukan,” ujarnya.
Prediabetes bisa ditentukan melalui tes toleransi gula darah dengan hasil antara 140 miligram per desiliter (mg/dl) sampai 200 mg/dl. Jika lebih dari 200 mg/dl, sudah didiagnosis mengalami diabetes.
Menurut Ketut, gaya hidup saat ini yang cenderung tidak sehat serta tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup menyebabkan usia penderita diabetes makin muda. Sebelumnya, rata-rata usia pasien diabetes di atas 40 tahun, namun sekarang sudah banyak pasien diabetes di usia 30 tahun.
Oleh sebab itu, deteksi dini pun perlu dilakukan oleh setiap orang yang memiliki faktor risiko. Ini terutama bagi orang yang memiliki keturunan dengan diabetes serta menjalani gaya hidup yang tidak sehat. Deteksi dini bisa dilakukan melalui pengukuran kadar gula darah secara rutin.
“Sayangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini masih minim. Diperkirakan hanya ada satu dari tiga orang dengan diabetes melitus yang penyakitnya terdeteksi. Itulah sebabnya, edukasi dan sosialisasi harus terus dilakukan oleh semua pihak,” kata Ketut.