Waspadai Varian Omicron, Indonesia Menutup Pintu Kedatangan dari Afrika
Indonesia menutup sementara pintu kedatangan dari Afrika. Hal itu menyusul munculnya kasus Covid-19 dengan varian Omicron yang banyak bermutasi dan dikhawatirkan amat mudah menular.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berkembangnya varian baru virus korona penyebab Covid-19 telah memicu kekhawatiran banyak negara. Varian B.1.1.529 yang dinamai varian Omicron ini menjadi versi yang paling banyak bermutasi dan disebut para ilmuwan sebagai varian yang mengerikan. Meski belum terdeteksi di Indonesia, kewaspadaan terhadap ancaman penyebaran varian itu ditingkatkan.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Minggu (28/11/2021), di Jakarta, varian Omicron belum terdeteksi masuk Indonesia. Meski demikian, pemerintah meningkatkan kewaspadaan menghadapi ancaman penyebaran varian itu.
Menurut Nadia, Direktorat Imigrasi Kementerian Luar Negeri RI telah melarang visa kunjungan dan visa tinggal terbatas serta menolak permintaan masuk sementara orang asing yang pernah tinggal dan atau mengunjungi wilayah Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, dan Nigeria dalam 14 hari sebelum masuk wilayah Indonesia.
Larangan sementara itu dikecualikan bagi warga asing yang akan mengikuti pertemuan terkait Presidensi Indonesia dalam G-20.
Varian Omicron belum terdeteksi masuk Indonesia. Meski demikian, pemerintah meningkatkan kewaspadaan menghadapi ancaman penyebaran varian itu.
Larangan tersebut diberlakukan menyusul laporan bahwa sebagian besar kasus Covid-19 dengan varian baru B.1.1.529 terkonfirmasi di satu provinsi di Afrika Selatan, tetapi kemungkinan telah menyebar luas. Itu menimbulkan pertanyaan seputar kecepatan varian itu menyebar, kemampuan melewati proteksi dari vaksin, dan langkah mengatasinya.
Varian baru itu diberi nama Omicron (B.1.1.529) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengikuti pola nama kode Yunani seperti varian Alpha dan Delta. Menurut Prof Tulio de Oliveria, Direktur Center for Epidemic Response and Inovation di Afrika Selatan, kepada BBC, Jumat (26/11/2021), konstelasi mutasi tak biasa dengan varian lain yang beredar.
Varian B.1.1.529 pertama kali dilaporkan ke WHO dari Afrika Selatan pada 24 November 2021. Menurut pernyataan WHO dalam laman resminya, situasi epidemiologis di Afrika Selatan ditandai tiga puncak berbeda dalam kasus yang dilaporkan, yang terakhir didominasi varian Delta.
Beberapa minggu terakhir, infeksi meningkat tajam, bertepatan dengan deteksi varian B.1.1.529. Infeksi varian B.1.1.529 yang pertama terkonfirmasi berasal dari spesimen yang dikumpulkan pada 9 November 2021. Varian ini memiliki sejumlah besar mutasi, beberapa di antaranya mengkhawatirkan.
Bukti awal menunjukkan peningkatan risiko infeksi ulang dengan varian ini dibandingkan varian lain yang jadi perhatian WHO. Jumlah kasus varian ini meningkat di hampir semua provinsi di Afrika Selatan. Diagnostik PCR (reaksi rantai polimerase) SARS-CoV-2 saat ini terus mendeteksi varian tersebut.
Sementara Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC), di laman resminya, menyatakan, varian Omicron belum terdeteksi masuk AS. Meski demikian, CDC terus memantau dan menerapkan sistem pengawasan varian baru yang andal agar segera diidentifikasi jika muncul di AS.
Lompatan besar evolusi
”Varian ini mengalami lompatan besar evolusi dan lebih banyak mutasi yang kami perkirakan,” kata De Oliveria. Ada 50 mutasi keseluruhan dan lebih dari 30 mutasi pada protein paku yang jadi target vaksin dan kunci bagi virus untuk membuka pintu masuk sel-sel tubuh kita.
Dengan memperbesar domain pengikatan reseptor (bagian dari virus yang kontak pertama dengan sel-sel tubuh kita), ia mengalami 10 kali mutasi dibandingkan dengan hanya dua untuk varian Delta yang melanda dunia. Tingkat mutasi varian ini kemungkinan berasal dari satu pasien yang tak mampu mengalahkan virus.
Meski demikian, De Oliveria menyatakan, banyak mutasi tak otomatis berarti buruk. Namun, yang menjadi perhatian adalah virus itu kini amat berbeda dengan aslinya yang muncul di Wuhan, China. Itu berarti vaksin yang dirancang memakai galur asli kemungkinan jadi kurang efektif.
Beberapa mutasi terlihat sebelumnya di varian lain, yang menunjukkan peran mereka dalam varian ini. Ada beberapa varian yang mempersulit antibodi untuk mengenali virus korona dan kemungkinan membuat vaksin menjadi kurang efektif, tetapi ada juga yang benar-benar baru.
Prof Richard Lessells dari Universitas KwaZulu-Natal di Afrika Selatan mengatakan, ”Kami khawatir varian baru ini meningkatkan penularan atau mampu menyebar dari orang ke orang, dan mungkin juga dapat menyiasati sistem kekebalan tubuh.”
Namun, ada banyak contoh varian tampak menakutkan di atas kertas, tetapi tidak memicu lonjakan kasus Covid-19. Varian Beta, misalnya, berada di puncak kekhawatiran orang-orang di awal tahun ini karena lihai menghindari sistem kekebalan tubuh. Namun, akhirnya Delta yang menyebar lebih cepat.
Menurut Prof Ravi Gupta dari University of Cambridge, varian Beta lolos dari sistem kekebalan tubuh dan tidak ada yang lain, sedangkan Delta memiliki infektivitas dan pelarian dari sistem kekebalan. Varian baru ini berpotensi memiliki keduanya pada level tinggi.
Studi di laboratorium akan memberi gambaran lebih jelas. Sejauh ini 77 kasus dikonfirmasi di Provinsi Gauteng, Afrika Selatan, empat kasus di Botswana, dan satu di Hong Kong (terkait perjalanan dari Afrika Selatan). Israel dan Belgia juga melaporkan kasus. Namun, varian itu diduga telah menyebar lebih luas.
Varian tersebut terdeteksi dalam tes standar untuk melacak varian tanpa melalui analisis genetik lengkap. Hasil pengujian itu menunjukkan sekitar 90 persen dari kasus di Gauteng kemungkinan disebabkan varian ini dan menyebar di sebagian besar provinsi di Afrika Selatan.
Beberapa laboratorium menunjukkan, dengan memakai tes PCR, satu dari tiga gen target tak terdeteksi. Karena itu, menurut De Oliveria, tes ini bisa mendeteksi varian tersebut sembari menanti konfirmasi dari pengurutan genom. Jadi, varian ini terdeteksi pada tingkat lebih cepat daripada lonjakan kasus infeksi sebelumnya.
Namun, Ravi memaparkan, hal itu tak menjelaskan apakah varian tersebut menyebar lebih cepat daripada Delta dan bisa menghindari perlindungan dari vaksin. Itu juga tak menjelaskan dampak varian tersebut pada negara dengan tingkat vaksinasi jauh lebih tinggi daripada Afrika Selatan yang punya cakupan vaksinasi baru 24 persen.
Dengan demikian, WHO meminta agar semua negara meningkatkan pengawasan dan pengurutan genom untuk lebih memahami varian SARS-CoV-2 yang beredar. Negara-negara juga diminta mengirim urutan genom lengkap dan metadata terkait ke basis data untuk umum seperti GISAID.
Selain itu, masyarakat diingatkan untuk tetap menerapkan protokol kesehatan demi mengurangi risiko Covid-19. Langkah itu meliputi, antara lain, memakai masker, menjaga kebersihan tangan, menjaga jarak fisik, meningkatkan ventilasi ruang dalam ruangan, menghindari kerumunan, dan mendapat vaksin.
Kini, kita memiliki varian yang memicu kekhawatiran sehingga perlu diawasi dengan cermat dan apa yang harus dilakukan. Pelajaran dari pandemi adalah kita tak bisa selalu menanti langkah antisipasi yang tepat sampai memiliki jawaban lengkap mengenai karakter varian baru virus yang mewabah.