Keterlibatan bidang seni dan budaya bisa menjadi solusi untuk mengajak dan menggerakkan seluruh masyarakat untuk bersama-sama menghindarkan Bumi dari perparahan krisis iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis iklim sangat berdampak terhadap semua unsur kehidupan, tak terkecuali seni dan budaya. Namun, beberapa negara belum melihat krisis iklim sebagai ancaman terhadap bidang tersebut. Padahal, kebijakan di bidang seni dan budaya juga dapat turut berperan dalam mengatasi krisis iklim.
Hal tersebut merupakan salah satu poin yang terangkum dalam laporan The Climate Connection Culture and Environment Roundtable yang dipublikasikan Senin (25/10/2021). Laporan ini disusun oleh organisasi nonpemerintah asal Inggris, Julie’s Bicycle, bekerja sama dengan program Climate Connection British Council dan organisasi seni Indonesia, Inspirit.
Laporan ini berisi rangkuman hasil dari perundingan yang diselenggarakan secara digital yang diadakan di Turki, Indonesia, Kolombia, dan Nigeria. Proses perundingan di Indonesia melibatkan berbagai pihak yang berfokus di sektor lingkungan dan budaya, termasuk pembuat kebijakan, pemerintah daerah, organisasi, serta seniman dan budayawan.
Pendiri Julie’s Bicycle, Alison Tickle, mengemukakan, penyusunan laporan ini bertujuan untuk memperkuat hubungan antara kelestarian lingkungan dan kebijakan di sektor budaya. Tujuan lainnya, untuk melihat peran penting seni dan budaya untuk memobilisasi perubahan dalam masyarakat, khususnya terkait krisis iklim.
Hilangnya keanekaragaman hayati juga merupakan ancaman bagi keragaman budaya.
”Kami ingin melihat apakah sektor budaya diintegrasikan ke dalam kebijakan perubahan iklim setiap negara. Selama enam bulan terakhir, kami telah meneliti sekitar 30 kebijakan nasional dan menganalisis 31 tanggapan dari berbagai pihak di Turki, Indonesia, Nigeria, dan Kolombia,” ujarnya saat publikasi laporan tersebut secara daring, Senin malam waktu Indonesia.
Hasil laporan menunjukkan bahwa selama ini kebijakan terkait seni dan budaya belum selaras dengan sektor lingkungan maupun dengan komitmen nasional sesuai Kesepakatan Paris (Paris Agreement). Di sisi lain, kebijakan budaya nasional sudah memasukkan unsur pembangunan berkelanjutan, terutama berkaitan dalam menjaga warisan seni dan budaya.
Alison mengatakan, sektor seni, budaya, hingga industri kreatif memiliki peluang yang besar dalam membantu mempercepat aksi lingkungan. Sektor ini juga sangat penting bagi perekonomian nasional karena para pelaku seni, budaya, dan industri kreatif kerap menyumbangkan berbagai keterampilan dan ide kreatif.
”Sesuatu yang kita butuhkan saat ini adalah kebijakan nasional untuk menempatkan sektor budaya di garis depan dalam mengatasi krisis iklim dan ekologi. Ada banyak pihak yang perlu terlibat dalam hal ini dan dibutuhkan juga kajian terkait kontribusi sektor seni dan budaya terhadap krisis iklim,” ucapnya.
Sosiolog politik dari Bahcesehir University, Turki, Hande Paker, mengatakan, proses perundingan di Turki melibatkan berbagai perwakilan dari organisasi budaya, seniman, dan pemerintah kota Istanbul. Proses perundingan melahirkan berbagai tanggapan dan ide kreatif tentang peran sektor budaya terhadap krisis ekologi.
Hande menegaskan, saat ini dunia membutuhkan transformasi multidimensi yang memperhitungkan keadilan iklim. Sektor seni dan budaya dapat turut terlibat dalam mengatasi krisis iklim karena menginspirasi tindakan, menumbuhkan dialog, serta memperbaiki hubungan antara manusia dan alam.
Menyatukan seniman
Pendiri Inspirit, Budhita Kismadi, mengatakan, perundingan tentang iklim dan budaya di Indonesia menyatukan para seniman dan aktivis yang fokus pada isu lingkungan dari wilayah Indonesia barat, tengah, dan timur. Setidaknya 30 peserta terlibat dalam perundingan round table ini, termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno serta Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid.
Salah satu isu penting yang diangkat dalam perundingan ini adalah budaya merupakan bagian dari lingkungan. Menurut Budhita, keragaman budaya Indonesia yang kaya berkaitan langsung dengan keanekaragaman hayati. Ancaman yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati juga merupakan ancaman bagi keragaman budaya.
”Kami sepakat bahwa menangani krisis iklim tidak bisa dilakukan dari tingkat nasional saja. Inovatif, adaptif, dan pembuatan kebijakan kolaboratif diperlukan. Namun, hal ini perlu menutup kesenjangan antara pembuatan kebijakan dan orang-orang di akar rumput yang terkena dampak perubahan iklim,” tuturnya.
Pada akhir perundingan, Budhita menyatakan, semua pihak sepakat untuk lebih memperluas jangkauan dan intensitas dialog. Melalui dialog ini, diharapkan semua pihak yang terlibat maupun masyarakat luas dapat mengatasi krisis lingkungan dengan kebijakan berbasis budaya serta aksi nyata lainnya.
CEO Dewan Seni Inggris Darren Henley menambahkan, Dewan Kesenian Inggris telah fokus terhadap isu lingkungan sejak 10 tahun lalu. Berbagai program juga telah dilakukan, di antaranya mendorong dan memberdayakan praktisi budaya untuk terlibat langsung dalam memimpin kegiatan pemulihan lingkungan.
”Terpenting, kami memastikan tanggung jawab terhadap lingkungan itu tertanam dalam semua kegiatan yang kami lakukan sebagai badan pendanaan seni. Sebab, seni selalu menjadi cermin bagi dunia dan kita perlu memastikan cermin ini dapat menciptakan masa depan yang lebih bagi lingkungan dan planet kita,” ucapnya.