Perkuat Layanan Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat
Layanan kesehatan jiwa selama ini belum menjadi prioritas penanganan kesehatan masyarakat. Transformasi pun perlu dilakukan, termasuk dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat luas.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Layanan kesehatan jiwa di Indonesia yang masih menghadapi berbagai kendala harus dibenahi. Transformasi pelayanan di tingkat komunitas juga perlu dilakukan dengan, salah satunya, memperkuat sistem pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Celestinus Eigya Munthe, di Jakarta, Rabu (6/10/2021), mengatakan, transformasi sistem kesehatan jiwa di Indonesia amat diperlukan untuk mengatasi berbagai kendala yang selama ini belum tuntas. Kendala tersebut, antara lain, prevalensi masalah kesehatan jiwa yang tinggi, sumber daya manusia kesehatan jiwa yang kurang, keterbatasan akses layanan, serta stigma dan diskriminasi pada orang dengan gangguan jiwa.
”Transformasi sistem kesehatan mental yang kita jadikan pedoman memfokuskan pada pemulihan orang dengan masalah gangguan kesehatan jiwa, mengupayakan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan, serta memastikan akses pada layanan dan dukungan bagi orang dengan masalah gangguan kesehatan jiwa,” ujarnya.
Celestinus menuturkan, Kementerian Kesehatan sudah menyusun empat strategi transformasi kesehatan jiwa di Indonesia. Pertama, meningkatkan upaya promotif dan preventif di sepanjang rentang usia kehidupan manusia.
Kedua, meningkatkan akses layanan kesehatan jiwa sampai ke akar rumput. Ketiga, memperkuat kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan jiwa. Keempat, meningkatkan upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat.
”Terkait upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat, partisipasi masyarakat akan ditingkatkan, mulai dari keluarga sampai komunitas. Ini diperlukan untuk meningkatkan layanan bagi orang dengan gangguan jiwa dan mendorong mereka bisa lebih produktif di masyarakat,” kata Celestinus.
Upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat dilakukan secara mandiri melalui partisipasi masyarakat. Upaya ini diharapkan bisa mengatasi stigma dan diskriminasi. Untuk itu, kapasitas layanan kesehatan primer harus diperkuat.
Selain menambah jumlah puskesmas dengan layanan kesehatan jiwa, kompetensi tenaga kesehatan di puskesmas juga ditingkatkan. Optimalisasi ketersediaan obat juga terus diupayakan.
Transformasi sistem kesehatan mental yang kita jadikan pedoman adalah memfokuskan pada pemulihan orang dengan masalah gangguan kesehatan jiwa, mengupayakan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan, serta memastikan akses pada layanan dan dukungan bagi orang dengan masalah gangguan kesehatan jiwa.
”Rumah sakit jiwa dengan layanan psikiatri akan memberikan pendampingan, pemberdayaan, dan transfer of knowledge ke layanan kesehatan primer,” tutur Celestinus.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menambahkan, layanan kesehatan jiwa di masyarakat semakin diperlukan saat ini. Pandemi Covid-19 membuat masyarakat semakin rentan mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Pembatasan sosial dan fisik yang telah lama dijalani masyarakat dapat menimbulkan rasa cemas, takut, dan tekanan mental. Karena itu, meningkatnya angka kesakitan jiwa selama masa pandemi tidak dapat dihindari.
”Akses masyarakat pada layanan kesehatan jiwa akan diperluas dan dipermudah sehingga penanganan pun bisa menjadi lebih baik. Itu termasuk pada penanganan orang yang sudah mengalami gangguan kesehatan jiwa agar mereka bisa mendapatkan pelayanan yang serta dan cepat,” ujar Maxi.