Alarm untuk Benahi Manajemen Penanganan Covid-19 di Daerah
Manajemen pengendalian pandemi di daerah perlu dibenahi. Jika tidak, ada risiko gelombang infeksi berikutnya yang bisa terjadi.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan skor pada aspek manajemen pengobatan Covid-19 dalam Indeks Pengendalian Covid-19 di sejumlah daerah menjadi alarm untuk membenahi penanganan pandemi. Manajemen pengobatan merupakan indikator akhir yang menunjukkan adanya masalah dalam manajemen infeksi di awal.
Mengacu pada Indeks Pengendalian Covid-19 yang dibuat Kompas per 27 September 2021, 12 provinsi mengalami peningkatan dalam pengendalian Covid-19, ditandai skor yang meningkat dibandingkan minggu sebelumnya. Namun, ada 18 provinsi yang justru mengalami penurunan dan tiga lainnya stagnan. Penurunan terutama terjadi pada aspek manajemen pengobatan.
”Masalah dalam manajemen pengobatan menandai adanya masalah dalam penanganan infeksi yang merupakan indikator awal. Ini masalah serius yang harus menjadi perhatian penanganan Covid-19 di daerah, yang jika dibiarkan bisa memicu lonjakan kembali kasusnya,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, Rabu (29/9/2021).
Menurut Dicky, masalah dalam manajemen infeksi ini bisa disebabkan validitas data, terutama dalam tes dan lacak, selain juga cakupan vaksinasi yang masih rendah. ”Kalau mengacu data epidemiologi pemerintah, secara umum memang ada penurunan kasus. Namun, banyak daerah klaim datanya lemah karena tes dan lacaknya juga lemah. Ini terlihat dari munculnya kluster sekolah,” katanya.
Sebelumnya, dalam pertemuan pers, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, penambahan kasus mingguan di Indonesia mencapai 17.250 atau turun 20 kali lipat dari puncak kedua pada Juli 2021 lalu. ”Ini perkembangan sangat baik, bahkan jumlah ini lebih rendah dari kasus pertengahan tahun lalu,” katanya.
Namun, menurut Wiku, pemerintah menargetkan kasus Covid-19 bisa turun hingga di bawah 10.000 dalam seminggu sehingga dapat dikatakan terkendali dan siap menuju endemi Covid-19. ”Menuju endemi, resiliensi dan kesigapan pemerintah daerah dalam merespons kondisi daerahnya sangat diharapkan,” katanya.
Masalah dalam manajemen pengobatan menandai adanya masalah dalam penanganan infeksi yang merupakan indikator awal. Ini masalah serius yang harus menjadi perhatian penanganan Covid-19 di daerah, yang jika dibiarkan bisa memicu lonjakan kembali kasusnya
Menurut Wiku, sekalipun kasus Covid-19 mulai menurun, pembukaan mobilitas harus dilakukan bertahap. ”Wacana pembukaan kegiatan berskala besar, seperti konser musik, festival olahraga, pernikahan, dan pembelajaran tatap muka tidak akan bertahan lama jika protokol kesehatan tidak ketat. Kasus akan kembali meningkat dan endemi tidak akan tercapai,” katanya.
Wiku menyoroti ada sejumlah daerah yang belum membentuk Satgas Posko Covid-19 yang berfungsi sebagai pengawasan protokol kesehatan pada lapisan terkecil. ”Sampai 26 September, Satgas Posko yang terbentuk secara nasional baru 31,1 persen,” katanya.
Bahkan, ada 11 provinsi yang pembentukan Satgas Posko-nya tidak sampai 10 persen, yaitu Maluku Utara, Papua, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah. ”Saat ini kita harus waspada dengan lonjakan gelombang ketiga karena sejumlah negara sudah mengalaminya,” katanya.
Menurut Wiku, ada lima provinsi yang mengalami penurunan kasus jauh lebih banyak dibandingkan kenaikan kasus pada puncak ke-2, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan. Namun, ada lima provinsi yang mengalami lonjakan kasus tinggi dan penurunan kasusnya saat ini masih relatif tinggi, yaitu Papua, Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. ”Kami harapkan lima provinsi ini mengevaluasi penanganan Covid-19 di wilayahnya,” katanya.
Dampak berkepanjangan
Dicky mengingatkan, kita harus terus waspada untuk menghindari lonjakan kembali kasus Covid-19. Selain berisiko meningkatkan kembali kematian, infeksi Covid-19 juga memicu dampak kesehatan pascainfeksi yang berkepanjangan.
”Fakta ilmiah tentang perkembangan penyakit Covid-19 selama dan setelah infeksi (long covid) semakin menunjukkan bahwa penyakit ini tidak sama dengan flu. Penyakit flu tidak menyebabkan kerusakan organ dan tidak juga memiliki dampak jangka panjang,” katanya.
Dicky mengatakan, sekalipun berpotensi menjadi endemik seperti halnya flu, tetapi kita tidak bisa membiarkan penularan Covid-19 tak terkendali. ”Kita benar-benar perlu bekerja sama dengan cerdas dan cermat untuk mengendalikan Covid-19 melalui deteksi yang kuat (3T), pencegahan (5M), dan vaksinasi,” katanya.