Mimpi sering disebut bunga tidur. Isi mimpi bermacam-macam. Adakalanya menakutkan dan membuat kita terjaga dari tidur. Apa penyebab mimpi buruk dan kapan perlu mendapat bantuan ahli?
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·5 menit baca
Lewat polisomnografi atau pemeriksaan untuk mendiagnosis gangguan tidur, diketahui tidur terbagi menjadi tahap 1 (mulai tidur), tahap 2 (tidur ringan), tahap 3 (tidur nyenyak), serta tahap 4 (tidur gerakan mata cepat/REM). Tidur REM terjadi secara berulang setiap 90 menit di malam hari. Tidur di tahap itu terkait aktivitas otak yang tinggi, gerakan mata spontan yang cepat, dan aktivitas motorik atau gerak sadar ditekan.
Dalam ulasan di American Family Physician Journal. 1 April 2000, JF Pagel dari Fakultas Kedokteran Universitas Colorado, Amerika Serikat, memaparkan, mimpi adalah ingatan aktivitas mental yang terjadi saat tidur. Sejumlah penelitian menunjukkan, mimpi penting untuk pembelajaran dan pemrosesan ingatan, memberikan umpan balik kognitif tentang fungsi mental seseorang dan membantu adaptasi terkait stres emosional dan fisik.
Bermimpi bisa terjadi di semua tahap tidur. Isi mimpi bervariasi, tergantung pada tahapan tidur. Mimpi di tahap 1 dan 2 lebih sederhana dan pendek, mimpi di tahap tidur nyenyak umumnya kabur dan sulit diingat. Sedangkan mimpi di tahap tidur REM lebih rinci dan memiliki alur cerita.
Mimpi buruk biasanya terjadi di paruh kedua malam, selama tahap tidur REM.
Mimpi buruk (nightmare), demikian laman Mayo Clinic, adalah mimpi yang mengganggu dan menimbulkan perasaan negatif seperti kecemasan dan ketakutan yang menyebabkan orang terbangun dari tidur dan sulit tidur kembali. Mimpi buruk biasanya terjadi di paruh kedua malam, selama tahap tidur REM.
Mimpi buruk umumnya berawal saat anak berusia 3-6 tahun dan cenderung berkurang setelah usia 10 tahun. Pada masa remaja dan dewasa muda, perempuan lebih sering mengalami mimpi buruk dibanding laki-laki. Mimpi buruk juga terjadi pada orang dewasa.
Menurut Pagel, hasil penelitian pada populasi umum, 5-8 persen populasi orang dewasa melaporkan masalah mimpi buruk. Dari 1.049 orang dengan insomnia (gangguan yang menyebabkan penderita sulit tidur), 18,3 persen menyatakan mengalami mimpi buruk.
Mimpi buruk lebih sering terjadi pada perempuan, dikaitkan dengan peningkatan terbangun di malam hari, insomnia, gangguan memori siang hari, dan kecemasan setelah tidur malam yang terganggu. Mimpi buruk juga terjadi pada 20-39 persen anak usia 5-12 tahun.
Penyebab
Mimpi buruk, menurut Mayo Clinic, dapat dipicu berbagai faktor, termasuk stres atau kecemasan akibat tekanan hidup sehari-hari; perubahan besar seperti perpindahan atau kematian orang yang dicintai; trauma misalnya setelah kecelakaan, cedera, pelecehan fisik atau seksual, dan peristiwa traumatis lain; serta pada gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
Penyebab lain adalah kurang tidur; obat-obatan termasuk antidepresan tertentu, obat tekanan darah, penghambat beta, dan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson; penyalahgunaan alkohol, atau narkoba; penyakit berat seperti gangguan jantung atau kanker; serta akibat membaca buku atau menonton film yang menakutkan.
Geneviève Robert dan Antonio Zadra dari Departemen Psikologi Universitas Montréal, Kanada, dalam jurnal Sleep, 1 Februari 2014, menjabarkan, mimpi buruk (nightmare) adalah mimpi yang sangat mengganggu dengan gambaran visual dan emosi yang tidak menyenangkan sehingga membuat orang terbangun. Adapun mimpi buruk (bad dream) didefinisikan sebagai mimpi yang sangat mengganggu, namun tidak menyebabkan orang terbangun.
Berdasarkan analisis mereka dari 253 nightmare dan 431 bad dream dari 9.796 narasi mimpi yang dilaporkan 331 peserta penelitian yang direkrut sepanjang tahun 2000-2010 didapatkan, agresi fisik merupakan tema paling sering dalam nightmare, sedangkan konflik antarpribadi mendominasi bad dream. Alur cerita nightmare lebih aneh dan mengandung lebih banyak agresi, kegagalan, atau akhir yang tidak menguntungkan misalnya ancaman terhadap keselamatan atau kelangsungan hidup, sehingga menimbulkan dampak emosional lebih besar daripada bad dream.
Mimpi buruk tidak selalu menakutkan. Bahkan seringkali yang dirasakan justru kesedihan, kebingungan, rasa bersalah, jijik, dan perasaan negatif lain. Mimpi tersebut menyebabkan orang terbangun dengan berkeringat dan jantung berdebar-debar. Detil mimpi dapat diingat dan membuat sulit tidur kembali.
Mimpi buruk merupakan hal yang jamak dialami. Sedangkan gangguan mimpi buruk (nightmare disorder) jarang terjadi.
Gangguan mimpi buruk atau parasomnia adalah gangguan tidur yang melibatkan pengalaman tidak diinginkan pada saat tidur atau saat terjaga. Hal itu sangat sering terjadi sehingga mengganggu tidur, menimbulkan kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seperti mengantuk sepanjang hari, sulit berkonsentrasi, serta takut tidur. Hal tersebut bisa mengganggu kegiatan di sekolah, di tempat kerja maupun hubungan sosial.
Upaya mengatasi
Pada tahap ini sudah waktunya penderita mencari bantuan. Jika mimpi buruk terjadi akibat penyakit, maka kondisi medis yang mendasari akan diobati. Kalau kondisi stres atau kecemasan berkontribusi pada mimpi buruk, maka dilakukan teknik pengurangan stres, konseling atau terapi dengan ahli kesehatan mental.
Pada orang yang bermimpi buruk akibat PTSD, dilakukan terapi latihan perumpamaan. Yakni membayangkan untuk mengubah akhir mimpi buruk sehingga tidak lagi mengancam. Kemudian melatih akhir baru tersebut dalam pikiran sehingga mengurangi frekuensi mimpi buruk.
Obat jarang digunakan untuk mengatasi mimpi buruk. Namun, obat mungkin direkomendasikan untuk mimpi buruk parah terkait PTSD.
Sebelum mimpi buruk terjadi berlarut-larut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi. Antara lain, menetapkan rutinitas yang menenangkan sebelum tidur, misalnya mandi air hangat, lalu membaca buku atau mendengarkan musik. Mengelola stres dengan latihan pernapasan dalam, meditasi, atau berdoa. Membuat suasana kamar nyaman dan tenang, menyalakan lampu tidur dengan cahaya redup yang menenangkan.
Konsumsi kopi dan alkohol di malam hari perlu dihindari karena membuat lebih sulit untuk rileks dan tertidur. Penggunaan telepon pintar, tablet, atau laptop sebelum tidur juga perlu dibatasi. Sebab perangkat elektronik itu dapat meningkatkan aktivitas otak dan membuat sulit untuk tertidur.