Prioritaskan Vaksin Satu Dosis Janssen untuk Masyarakat Adat dan Kalangan Disabilitas
Vaksin Janssen lebih cocok digunakan di daerah yang warganya tinggal jauh dari kota, seperti masyarakat adat yang memiliki keterbatasan akses kendaraan dan kalangan disabilitas.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan hanya satu kali suntikan, vaksin Covid-19 Janssen dari Johnson & Johnson dinilai lebih efisien diberikan bagi masyarakat adat yang tinggal di daerah pedalaman dan kalangan disabilitas. Selain lebih efektif dalam pendistribusiannya, pemantauan terhadap kejadian ikutan pasca-imunisasi juga lebih mudah dilakukan.
Usulan tentang prioritas vaksin Janssen ini disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, melalui keterangan pers pada Rabu (15/9/2021).
Indonesia telah menerima 500.000 dosis vaksin Janssen dari Belanda pada Sabtu (11/9/2021). Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah memberikan izin penggunaan darurat atau EUA (emergency use authorization) untuk penyuntikan vaksin ini bagi masyarakat umum yang berusia 18 tahun ke atas dengan dosis tunggal sebesar 0,5 mililiter.
BPOM juga sudah menguji tingkat efektivitas vaksin ini, yang bisa mencegah gejala Covid-19 secara keseluruhan sebesar 67,2 persen. Keunggulan lain vaksin ini adalah hanya perlu disuntikkan satu kali saja.
Efisiensi ini bermanfaat bagi pemerintah dan penerima vaksin.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin mengatakan, penggunaan vaksin sekali suntik dari Johnson & Johnson ini, khususnya di luar Jawa, akan membuat vaksinasi lebih efisien karena tak perlu dua kali penyelenggaraan vaksinasi. ”Efisiensi ini bermanfaat bagi pemerintah dan penerima vaksin,” kata Hamid.
Menurut dia, Koalisi Masyarakat Sipil sudah bekerja membantu pemerintah melakukan vaksinasi bagi masyarakat adat dan kelompok rentan di lebih dari 30 kabupaten/kota di sembilan provinsi. Dari pengalaman sebelumnya, menggelar vaksinasi di luar Jawa bukan hal mudah. Faktor jarak, kondisi jalan, dan sarana transportasi bisa menyurutkan minat warga.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Rukka Sombolinggi menambahkan, vaksin Janssen lebih cocok digunakan di daerah yang warganya tinggal jauh dari kota, seperti masyarakat adat yang memiliki keterbatasan akses kendaraan. Misalnya di Meratus, Kalimantan Selatan, orang harus berjalan kaki dua hari demi menempuh jarak ke tempat vaksin. ”Jika mereka hanya perlu sekali vaksin, akan sangat membantu,” kata Rukka.
Contoh lain adalah di Jambi; warga di Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, harus menempuh perjalanan 4 jam hanya untuk ke pusat kota kecamatan. Belum lagi, jika hujan, jalanan berubah menjadi lumpur yang susah dilewati. Di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, banyak warga yang sudah susah payah menuju lokasi vaksinasi gagal divaksin karena mabuk akibat perjalanan jauh dengan mobil bak terbuka.
Selain itu, vaksinasi satu dosis ini juga bisa efektif untuk kalangan disabilitas. Berdasarkan pengalaman vaksinasi bagi kalangan disabilitas di Bantul, Yogyakarta, Agustus lalu, butuh persiapan ekstra panjang, tempat khusus, juru bahasa isyarat, dan tenaga pendamping tambahan. ”Butuh koordinasi banyak pihak untuk menggelar vaksinasi kalangan disabilitas,” kata Buyung Ridwan Tanjung, Co-founder Organisasi Harapan Nusantara (OHANA).
Menurut dia, lokasi vaksinasi untuk kalangan disabilitas perlu disiapkan dengan baik, di antaranya harus ramah bagi pengguna kursi roda, kruk, atau alat bantu lainnya. Belum lagi, tak semua penyandang disabilitas memiliki kendaraan yang bisa digunakan untuk menuju lokasi vaksinasi. Maka, penyelenggara harus menyediakan kendaraan khusus untuk antar-jemput penerima vaksin.
Selain itu, penyelenggara juga harus menyediakan tenaga penerjemah bahasa isyarat agar penyandang disabilitas rungu bisa berkomunikasi dengan tenaga kesehatan. Diperlukan juga tambahan pemeriksaan karena banyak penyandang disabilitas yang kurang memahami kondisi badannya sendiri.
Oleh karena itu, jika pemerintah mengalokasikan vaksin Janssen ini untuk masyarakat adat di pedalaman, kalangan disabilitas atau kelompok rentan, beban kerja vaksinasi akan lebih ringan. Penyelenggara vaksinasi dan penerima vaksin akan menghemat waktu, tenaga, dan biaya separuhnya jika dibandingkan dengan vaksin lain. ”Maka, kalau vaksinasi bisa hanya sekali suntik saja, itu luar biasa,” kata Hamid.
Koalisi ini juga menambahkan, dengan penggunaan vaksin sekali suntik, penerima vaksin juga hanya sekali menanggung efek vaksin atau biasa disebut dengan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Menurut penelitian BPOM, vaksin Janssen memiliki efek samping dalam skala ringan hingga sedang.
”Jika mereka hanya sekali menanggung KIPI, tentu akan meringankan. Mengingat masyarakat adat atau warga di pedalaman tinggal jauh dari layanan kesehatan. Kalangan disabilitas juga akan terbantu sebab mereka tak bisa leluasa bolak-balik periksa kesehatan jika menanggung KIPI,” sebut pernyataan sikap mereka.