Peran serta dan dukungan masyarakat berperan penting dalam pengendalian pandemi. Indeks Pengendalian Covid-19 diharapkan juga memasukkan peran masyarakat ini.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan Covid-19 bisa terkendali apabila semua pihak turut berperan secara maksimal. Konsistensi dalam upaya pengendalian pun diperlukan. Karena itu, evaluasi dan monitoring berbasis data ilmiah menjadi penting agar upaya penanganan lebih terukur.
Hal itu pula yang menjadi dasar pengukuran Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC-19) Indonesia yang dilakukan oleh Kompas. Pengukuran indeks tersebut akan dilakukan secara mingguan agar setiap daerah bisa melihat capaian pengendalian Covid-19 secara periodik. IPC-19 Indonesia-Kompas tersebut sudah dipublikasikan pada Jumat (10/9/2021) dan akan rutin dilaporkan setiap hari Kamis.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (10/9/2021), menyatakan, laporan IPC-19 Indonesia-Kompas ini bisa menjadi potret upaya pengendalian Covid-19 di setiap daerah. Konsistensi dari pemerintah setempat pun terlihat dari tren pengendalian yang dilaporkan.
Dengan dinamika yang terjadi sekarang ini, maka tidak menutup kemungkinan adanya perubahan dalam sistem assessment (penilaian).
”Namun, dalam Indeks Pengendalian Covid-19 ini kurang melihat peran masyarakat dalam pengendalian Covid-19. Padahal, ini penting karena jika positivity rate di daerah rendah, mobilitas tinggi, dan kepatuhan masyarakat rendah, bisa menyebabkan kasus penularan bisa meningkat kembali. Antisipasi pun tidak bisa optimal,” katanya.
Menurut dia, upaya pengendalian Covid-19 merupakan kerja bersama yang harus melibatkan seluruh pihak. Pemerintah berupaya untuk meningkatkan 3T (tes, lacak, dan isolasi/perawatan) dan vaksinasi, sementara masyarakat harus memperkuat protokol kesehatan setidaknya melalui 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas).
Sementara itu, Nadia menuturkan, terkait dengan indikator yang digunakan dalam IPC-19 Indonesia-Kompas memiliki sedikit perbedaan dengan indikator yang digunakan oleh pemerintah. Pada IPC-19 Indonesia-Kompas, indikator yang digunakan mencakup dua aspek utama, yakni manajemen infeksi dan manajemen pengobatan.
Manajemen infeksi meliputi kasus konfirmasi positif, rasio kasus positif atau positivity rate, dancakupan vaksinasi. Adapun manajemen pengobatan mengukur angka kesembuhan, angka kematian, dan tingkat keterisian tempat tidur (BOR) kasus Covid-19.
Saat ini, pemerintah mengukur pengendalian Covid-19 sebagai dasar pertimbangan leveling atau pemeringkatan PPKM berdasarkan aspek laju penularan kasus dan kapasitas respons. Pada aspek laju penularan, indikator yang dilihat adalah jumlah kasus konfirmasi, tingkat perawatan di rumah sakit, dan kasus kematian. Adapun aspek kapasitas respons menyangkut rasio kasus positif, kemampuan pelacakan dan pemeriksaan, serta tingkat keterisian tempat tidur. Evaluasi terkait protokol kesehatan juga dilakukan setiap minggu.
”Untuk vaksinasi tidak dimasukkan karena kita menilai, vaksinasi bukan termasuk dalam indikator yang bisa diukur. Vaksinasi baru bisa menimbulkan kekebalan kelompok jika mencakup 70 persen dari total penduduk,” tuturnya.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, adanya IPC-19 Indonesia-Kompas semakin memperkuat penilaian penanganan Covid-19 untuk setiap daerah. Namun, satgas saat ini masih menimbang aspek laju penularan dan kapasitas respons untuk menilai level pengendalian di daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota.
”Dengan dinamika yang terjadi sekarang ini, maka tidak menutup kemungkinan adanya perubahan dalam sistem assessment (penilaian),” tuturnya.
Varian baru
Nadia menuturkan, daerah yang menjadi pintu masuk negara harus semakin memperkuat pengawasan dalam pencegahan penularan Covid-19. Ini terutama untuk mencegah masuknya varian baru virus SARS-CoV-2.
Pada periode 1-31 Agustus 2021, sebanyak 4,5 persen dari 36.722 pelaku perjalanan internasional terkonfirmasi Covid-19. Kasus positif tersebut paling banyak ditemukan pada pelaku perjalanan yang berasal dari Arab Saudi (15 persen), Malaysia (8 persen), Uni Emirat Arab (3 persen), Korea Selatan (2 persen), dan Jepang (2 persen). Sementara pada periode 1-6 September 2021 ditemukan 2 persen dari 7.179 pelaku perjalanan internasional terkonfirmasi positif Covid-19 dengan kedatangan dari Arab Saudi, Malaysia, Turki, Uni Emirat Arab, dan Singapura.
Nadia menyampaikan, standar pengawasan sudah diatur, antara lain, dengan melakukan pemeriksaan tes PCR sebagai syarat masuk (entry)dan keluar (exit). Pengetatan karantina juga harus dilakukan minimal delapan hari.
Hal itu penting karena terdapat kebocoran 2,24 persen WNI dan 0,83 persen WNA yang lolos dari pemeriksaan pertama terkait terkait hasil negatif palsu. Ditemukan pula pelaku perjalanan yang sudah memiliki surat negatif dengan pemeriksaan PCR, tetapi ketika diperiksa kembali ternyata terkonfirmasi positif Covid-19.
”Pastikan seluruh daerah yang menjadi pintu masuk negara memiliki kapasitas yang sama dalam pengawasan kedatangan pelaku perjalanan internasional. Varian Delta kini sudah mendominasi penularan di Indonesia. Meski belum terdeteksi di Indonesia, kita juga harus waspada akan varian Mu,” kata Nadia.