Hati-hati, Makanan Olahan Berkaitan Erat dengan Penyakit Kronis
Makanan ultraproses terbukti meningkatkan risiko penyakit tidak menular. Pemahaman masyarakat akan bahaya makanan ultraproses pun perlu ditingkatkan melalui peringatan kesehatan di kemasan produk.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Makanan olahan, seperti makanan dan minuman dalam kemasan, aneka keripik, serta biskuit, menjadi kegemaran banyak orang. Rasanya yang asin, gurih, dan manis seperti memberikan candu. Namun, di balik kenikmatan dalam penganan tersebut terselubung berbagai bahaya kesehatan. Itu mulai dari obesitas, diabetes, jantung, hingga kanker.
Sebagian masyarakat sebenarnya sudah sadar akan bahaya tersebut. Masyarakat juga tahu bahwa penganan tersebut tinggi gula dan garam. Sayangnya, label terkait kandungan gizi yang ada di kemasan sering tidak dicermati, misalnya untuk melihat berapa banyak kadar gula dan garam yang terkandung.
Di tengah perkembangan saat ini, konsumsi makanan olahan, terutama makanan ultraproses (ultra-processed food), terus meningkat. Makanan ultraproses adalah makanan siap saji atau siap dipanaskan yang sering kali mengandung banyak gula tambahan, natrium, karbohidrat, dan rendah serat, protein, vitamin, juga mineral. Makanan-makanan seperti ini biasanya mengandung gula tambahan, minyak terhidrogenasi, dan penambah rasa.
Dalam studi terbaru dari peneliti Friedman School of Nutrition Science & Policy di Tufts University, kalori yang dikonsumsi anak dan remaja dari makanan ultraproses melonjak dari 61 persen menjadi 67 persen terhitung dari 1999 sampai 2018. Studi tersebut diterbitkan di The Journal of the American Medical Association (JAMA) pada 10 Agustus 2021.
Asupan kalori terbanyak berasal dari makanan siap saji, seperti piza dan burger. Selain itu, asupan kalori juga banyak didapatkan dari makanan ringan kemasan yang manis. Peneliti dari Friedman School, Lu Wang, menyebutkan, makanan ultraproses mengandung persentase kalori yang jauh lebih tinggi dari karbohidrat dan gula tambahan serta kadar natrium yang lebih tinggi. Makanan tersebut juga rendah serat dan protein.
Dalam studi lain di Yunani yang dipresentasikan di The European Society of Cardiology (ESC) Congress 2021 menunjukkan, konsumsi makanan ultraproses berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke.
Dari 2.020 peserta yang diteliti, insiden kejadian kardiovaskular meningkat secara progresif karena konsumsi makanan ultraproses yang tinggi. Dengan konsumsi rata-rata 7,5 porsi per minggu, 13 porsi per minggu, dan 18 porsi per minggu, kejadian penyakit kardiovaskular masing-masing 8,1 persen, 12,2 persen, dan 16,6 persen. Studi tersebut dirilis di Medicalxpress.com, Sabtu (29/8/2021).
”Telah terbukti ada hubungan antara makanan ultraproses dan peningkatan risiko beberapa penyakit kronis, terutama penyakit kardiovaskular. Butuh dukungan kebijakan nutrisi untuk lebih mempromosikan makanan bergizi dan membatasi asupan makanan ultraproses,” ujar peneliti dari Harokopio University of Athens Yunani, Matina Kouvari.
Telah terbukti ada hubungan antara makanan ultraproses dan peningkatan risiko beberapa penyakit kronis, terutama penyakit kardiovaskular. (Matina Kouvari)
Makanan ultraproses umumnya diproses di pabrik dan dijual dalam bentuk kemasan yang dapat dikonsumsi kapan dan di mana saja. Makanan ultraproses diolah dengan cara karbonasi, pemadatan, ataupun penambahan massa. Sering kali makanan ini mengandung banyak gula tambahan, natrium, karbohidrat, minyak terhidrogenasi, dan isolat protein kedelai. Zat tambahan lain juga berupa pewarna, penstabil warna, pengental, dan penambah rasa.
Dari dokumen yang diterbitkan Breastfeeding Promotion Network of India (BPNI) yang kemudian diterjemahkan oleh Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) pada Januari 2021, makanan ultraproses juga banyak ditemukan pada makanan bayi dan anak. Itu seperti makanan formula, sereal, susu, dan makanan kemasan untuk bayi. Untuk makanan bayi usia 6 bulan sampai anak usia 3 tahun, makanan ultraproses ditemukan di cokelat, es krim, kudapan, serta biskuit anak. Sementara untuk anak usia di atas 3 tahun, makanan ultraproses berupa mi instan, minuman kesehatan atau energi dalam kemasan, minuman bersoda, roti tawar, makanan beku, piza, dan burger.
Dokumen tersebut juga menyebutkan, konsumsi makanan minuman ultraproses menyebabkan obesitas yang menjadi faktor risiko utama penyakit kanker, kardiovaskular, dan perlemakan hati. Oleh karena itu, Koordinator Pusat BPNI Arun Gupta dalam rilis BPNI pada 5 Juni 2021 menyampaikan, pemerintah setempat didesak untuk segera menerapkan label peringatan wajib pada makanan ultraproses yang tinggi gula, garam, dan lemak jenuh. Penggunaan kode warna di kemasan produk juga perlu dipertimbangkan.
”Label peringatan secara konsisten terbukti paling efektif meningkatkan pemahaman konsumen dalam keputusan pembelian mereka. Informasi nutrisi yang mampu membedakan antara makanan sehat dan tidak dapat membantu orang untuk memilih makanan yang lebih baik,” katanya.