Rata-rata Setiap Menit, Satu Korban Meninggal karena Covid-19
Laju penularan Covid-19 di Indonesia makin tinggi dan terus menimbulkan banyak korban jiwa. Saat ini, rata-rata setiap satu menit ada satu orang meninggal karena Covid-19.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penambahan korban jiwa karena Covid-19 di Indonesia mencapai rekor tertinggi, yaitu 1.566 orang, pada Jumat (23/7/2021), yang berarti rata-rata ada satu korban jiwa dalam semenit. Sementara jumlah pasien isolasi mandiri yang meninggal dalam dua bulan terakhir mencapai 2.491 orang.
Data Kementerian Kesehatan mencatat, penambahan korban jiwa terbanyak terjadi di Jawa Tengah, yaitu 446 orang, disusul Jawa Timur 349 orang, Jakarta 157 orang, Jawa Barat 156 orang, dan Yogyakarta 97 orang. Adapun di luar Jawa, penambahan kematian tertinggi terjadi di Kalimantan Timur 63 orang dan Bali 32 orang.
Dengan penambahan data ini, jumlah total korban jiwa karena Covid-19 di Indonesia mencapai 80.598 orang. Namun, data ini menurut analis data dari LaporCovid-19, Said Fariz Hibban, dinilai belum merepresentasikan jumlah kematian sesungguhnya akibat Covid-19 di masyarakat. Banyak korban jiwa yang menjalani isolasi mandiri belum dimasukkan, selain mereka yang meninggal dengan status suspek dan terduga Covid-19.
Data LaporCovid-19 menunjukkan, pasien isolasi mandiri yang meninggal bertambah tinggi. Sejak 1 Juni hingga 23 Juli 2021 ini, jumlahnya telah mencapai 2.491 orang, 1.161 orang di antaranya terjadi di Jakarta.
Said menjelaskan, kematian pasien isolasi mandiri ini juga ditemukan di 78 kabupaten/kota di 16 provinsi di Indonesia. ”Tingginya angka kematian isolasi mandiri di Jakarta tidak berarti daerah lain lebih rendah, tetapi hal ini karena sejauh ini baru Jakarta yang telah mendata dan membagikan datanya ke LaporCovid-19,” tuturnya.
Menurut Said, pendataan pasien isolasi mandiri yang meninggal, di luar Jakarta, terutama didapatkan dari laporan warga dengan sistem crowdsourching sehingga sangat mungkin masih berupa fenomena puncak gunung es. ”Kami berharap daerah lain meniru Jakarta dengan melaporkan kematian pasien isoman secara transparan,” tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menjelaskan, tingginya data kematian isolasi mandiri di Jakarta karena sudah berjalannya sistem surveilans kematian. Apabila pasien meninggal di rumah sakit, surat keterangan penyebab kematian diterbitkan pihak rumah sakit berdasarkan keterangan dari dokter penanggung jawab pasien dan rekam medis.
Sementara jika ada warga meninggal di rumah, surat keterangan penyebab kematian dikeluarkan oleh puskesmas berdasarkan otopsi verbal atau wawancara dengan keluarga pasien.
Tingginya angka kematian isolasi mandiri di Jakarta tidak berarti daerah lain lebih rendah, tetapi hal ini karena sejauh ini baru Jakarta yang telah mendata dan membagikan datanya.
Di sisi lain, lanjut Widyastuti, saat ini marak laboratorium tes cepat antigen dan banyak orang tes secara mandiri. ”Mereka yang positif sebagian besar tidak melapor ke sistem NAR (New All Record) Kementerian Kesehatan dan melakukan isolasi mandiri di rumah. Mereka berobat ke fasilitas kesehatan dalam kondisi sudah terjadi penurunan saturasi oksigen,” ungkapnya.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan, DKI Jakarta berkomitmen mendokumentasikan data, termasuk surveilans kematian, dengan baik yang sudah berjalan sejak 2007 sampai kini.
”Pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri akan terdata sebagai korban terkonfirmasi jika hasil tes PCR-nya positif, kalau suspek dan terduga akan masuk dalam kematian dengan protokol Covid-19. Korban dengan kondisi reaktif antigen masuknya suspek,” ujarnya.
Menurut Ngabila, jumlah korban yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 di DKI Jakarta sejauh ini mencapai 26.000 jiwa. Data di https://corona.jakarta.go.id menunjukkan, pemakaman dengan protokol Covid-19 tertinggi di DKI Jakarta pernah mencapai 407 dalam sehari, yakni pada 10 Juli 2021. Sejak itu angkanya turun dan data terbaru pada 22 Juli berjumlah 190 orang dalam sehari.
Iban mengatakan, sejauh ini hanya DKI Jakarta yang secara transparan melaporkan data korban jiwa yang dimakamkan dengan protokol Covid-19. Data ini pun, selain yang sudah terkonfirmasi positif dari tes reaksi berantai polimerase (PCR), tidak tercatat dalam data kematian korban Covid-19 yang dirilis Kementerian Kesehatan.
Padahal, sesuai dengan definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 18 April 2020, untuk kepentingan surveilans, kematian terkait Covid-19 adalah semua korban yang meninggal dengan gejala klinis Covid-19, baik yang sudah terkonfirmasi melalui tes maupun belum, kecuali yang terbukti meninggal karena penyebab lain.