Penurunan Kasus Covid-19 yang Semu Bisa Berakibat Fatal
Pemeriksaan kasus Covid-19 menjadi kunci dalam upaya pengendalian laju penularan di masyarakat. Karena itu, pemeriksaan spesimen harus dilakukan secara masif di semua daerah.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemeriksaa kasus Covid-19 yang masif diperlukan untuk mengetahui kondisi penularan yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Dengan pemeriksaan ini pula, kasus positif bisa segera terdeteksi sehingga potensi penularan bisa dicegah. Sebaliknya, jika kasus yang dilaporkan menurun karena pemeriksaan berkurang, hal ini bisa berbahaya pada pengendalian Covid-19.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyampaikan, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia yang dilaporkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menurun dalam beberapa hari ini. Namun, penurunan ini bisa terjadi karena jumlah tes yang dilakukan juga menurun.
”Jika melihat data yang dilaporkan, jumlah kasus menurun. Namun, positivity rate (angka kasus positif) masih sangat tinggi. Jumlah tes pun menurun. Ini artinya terdapat penyangkalan pada data ilmiah,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (22/7/2021).
Laporan harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 22 Juli 2021 menunjukkan, jumlah orang yang diperiksa dalam sehari 228.702 orang. Adapun kasus baru yang dilaporkan sebanyak 49.509 kasus dengan kematian sebanyak 1.449 kasus. Dari jumlah pemeriksaan dan kasus terkonfirmasi positif ini, angka kasus positif yang dilaporkan mencapai 21,65 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dari batas ideal WHO sebesar 5 persen.
Pemeriksaan terkait kasus positif yang dilaporkan pada hari itu meningkat dari lima hari sebelumnya. Pada 17 Juli 2021, jumlah orang yang diperiksa sebanyak 188.551 orang. Kemudian, pemeriksaan menurun menjadi 138.046 orang pada 18 Juli 2021, sebanyak 114.674 pada 20 Juli, dan sebanyak 116.232 orang pada 21 Juli 2021.
Jika melihat data yang dilaporkan, jumlah kasus memang menurun. Namun, positivity rate (angka kasus positif) masih sangat tinggi. Jumlah tes pun menurun. Ini artinya terdapat penyangkalan pada data ilmiah.
Menurut Ede, upaya pemeriksaan dan pelacakan kasus berkurang ini sama saja dengan menyembunyikan kasus penularan di masyarakat. Pemeriksaan yang tidak dilakukan bisa membuat kasus penularan yang dilaporkan jadi menurun. Masyarakat pun menjadi lebih tenang. Namun, ketenangan ini sifatnya hanya semu karena antrean pasien Covid-19 di rumah sakit masih tinggi.
Padahal, apabila kasus bisa segera terdeteksi sejak dini, penanganan bisa cepat dilakukan sehingga tidak sampai pada kondisi parah. Dengan begitu, masyarakat bisa diedukasi untuk melakukan isolasi mandiri dengan baik agar kondisinya tetap stabil dan tidak sampai pada perburukan. Risiko penularan pun bisa dicegah agar tidak sampai meluas.
”Jangan sampai keputusan yang diambil dalam pengendalian Covid-19 ini terburu-buru. Pastikan penanganan penularan dilakukan sampai tuntas, baru dilakukan pelonggaran,” kata Ede.
Ia menambahkan, target pemerintah untuk memeriksa kasus sampai 500.000 orang per hari seharusnya bisa ditepati. Menurut dia, lebih baik kasus yang dilaporkan tinggi, tetapi tingkat kasus positif bisa menurun sampai 10 persen.
Tekanan besar
Secara terpisah, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menuturkan, penularan kasus yang terus meningkat dan adanya varian Delta SARS-COV-2 yang mendominasi penularan di masyarakat menjadi tantangan dalam upaya pemeriksaan kasus Covid-19 di masyarakat.
Kondisi ini memberikan tekanan yang cukup besar pada fasilitas penyedia layanan kesehatan dan laboratorium pemeriksaan Covid-19. Keterlambatan pencatatan hasil pemeriksaan pun bisa terjadi.
”Karena itu, pada prinsipnya untuk melihat gambaran kondisi secara menyeluruh, sebaiknya kita melihat data testing ini secara mingguan sesuai rekomendasi WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Pemerintah pusat terus berkomitmen untuk mendukung pemerintah daerah mencapai target testing yang spesifik sesuai angka kasus positif di masing-masing wilayah,” ucap Wiku.
Sementara jika merujuk pada laporan Satgas Covid-19, tingkat kasus positif mingguan pada 11-17 Juli 2021 justru amat tinggi, yakni mencapai 30,07 persen. Angka tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan RT PCR, TCM (tes cepat molekuler), dan antigen. Bahkan, apabila hanya melihat data pemeriksaan RT PCR dan TCM, tingkat kasus positif mingguan mencapai 42,28 persen.
Wiku menyampaikan, penerapan kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang telah berlangsung sejak 3 Juli 2021 ini akan terus dipantau. Jika tren kasus Covid-19 menurun, relaksasi penerapan PPKM darurat bisa dilakukan secara bertahap.
Mulai 26 Juli 2021, transisi untuk melakukan relaksasi bisa dimulai. Namun, kebijakan ini tetap merujuk pada pedoman WHO yang harus mempertimbangkan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit, penambahan kasus positif harian, serta indikator epidemiologis lainnya.
”Untuk mencapai keberhasilan pengendalian Covid-19, dukungan dan optimisme dari masyarakat diperlukan sehingga mohon kerja samanya untuk menghadapi ini bersama dan sungguh-sungguh dalam menjalankan peraturan yang ditegakkan,” katanya.