Stok Obat Diklaim Cukup, Industri Farmasi Diingatkan agar Tak Menimbun
Stok obat yang tersedia untuk perawatan Covid-19 dinilai masih mencukupi. Tindakan tegas akan dilakukan terhadap pihak yang menimbun dan menahan obat yang sedang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan ketersediaan obat untuk perawatan Covid-19 masih mencukupi. Karena itu, industri farmasi ataupun perusahaan besar farmasi diminta untuk tidak menahan atau menimbun stok obat yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya, di Jakarta, Sabtu (10/7/2021), mengatakan, stok obat untuk penanganan Covid-19 cukup. Stok yang tersedia itu pun dinilai masih cukup untuk menghadapi lonjakan kasus yang saat ini terjadi.
Meski begitu, sejumlah kendala dihadapi, terutama terkait dengan proses distribusi obat dari industri farmasi ke pusat pelayanan kesehatan. ”Kami berharap agar industri-indusri tidak menahan obat yang ada,” katanya.
Terkait dengan kebutuhan obat, Arianti menyampaikan, perhitungan jumlah obat yang dibutuhkan ditentukan berdasarkan jumlah kasus yang diprediksi bersama dengan organisasi profesi terkait. Namun, ia mengakui jika kebutuhan yang disiapkan saat ini melebihi prediksi yang sudah direncanakan.
”Lonjakan kasus yang terjadi dua minggu ini di luar dari prediksi sebelumnya. Lonjakan ini bahkan lebih besar daripada tahun lalu atau bulan Februari. Kami berusaha untuk meningkatkan produksi dan distribusi dari ketersediaan obat di tengah lonjakan kasus yang amat tinggi,” ucapnya.
Secara rinci, Arianti menyebutkan, jumlah obat untuk penanganan Covid-19 masih cukup tersedia di semua provinsi. Data per 10 Juli 2021, obat Oseltamivir masih tersedia 11,6 juta kapsul, Favipiravir 24,4 juta tablet, Remdesivir 148.891 vial, Azythromycin 12,3 juta tablet, Tocilizumab sebanyak 421 vial, dan multivitamin tablet 75,9 juta tablet.
”Sementara stok ini cukup sambil kita terus mendorong industri. Untuk stok Tocilizumab yang terbatas itu memang kebutuhannya hanya untuk kasus kritis yang jumlahnya juga sangat kecil. Kita tetap mengupayakan untuk menambah stok itu dengan mengimpor,” katanya.
Pengendalian harga juga telah dilakukan dengan menetapkan harga eceran tertinggi dari setiap obat yang digunakan. Setidaknya ada 11 jenis obat yang harga tertingginya telah ditetapkan. Itu, antara lain, Favipiravir, Remdesivir, Oseltamivir, Intravenous Immunoglobulin, dan Ivermectin. Kerja sama dengan aparat hukum telah dilakukan untuk menindaklanjuti adanya ketidakpatuhan apotek ataupun penjual obat yang melanggar aturan yang berlaku.
Aplikasi Farma Plus
Arianti menambahkan, Kementerian Kesehatan juga telah membuat aplikasi Farma Plus yang bisa diakses masyarakat untuk melihat ketersediaan obat di apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk sementara, aplikasi ini akan bekerja sama dengan apotek Kimia Farma sehingga masyarakat yang mengakses aplikasi ini bisa melihat ketersediaan suatu obat yang tersedia di apotek tersebut.
Ia mengatakan, kebutuhan obat yang meningkat sejalan dengan lonjakan kasus membuat pemerintah lebih mendorong pelaku industri sediaan farmasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Untuk produk impor pun juga dipercepat proses importasinya.
”Kami juga mendorong dan memantau industri farmasi agar sesegera mungkin mendistribusikan obat ke faskes dan apotek sehingga tidak ada penimbunan dari obat-obatan yang diperlukan di industri ataupun PBF (pedagang besar farmasi). Sebab, jika dilihat dari jumlah stok yang ada masih cukup,” ujar Arianti.
Kami juga mendorong dan memantau industri farmasi agar sesegera mungkin mendistribusikan obat ke faskes dan apotek sehingga tidak ada penimbunan dari obat-obatan yang diperlukan di industri ataupun PBF (pedagang besar farmasi). Sebab, jika dilihat dari jumlah stok yang ada masih cukup.
Secara terpisah, juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informasi, Dedy Permadi, mengatakan, pemerintah telah menetapkan 15 kabupaten/ kota untuk menjalankan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Penetapan tersebut berdasarkan parameter tingkat keterisian tempat tidur (BOR) yang lebih dari 60 persen, peningkatan kasus aktif secara signifikan, dan capaian vaksinasi yang masih di bawah 50 persen.
Sementara 15 kabupaten/kota yang ditetapkan untuk menjalani PPKM darurat yaitu Kota Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Kota Singkawang (Kalimantan Barat), Kota Padang Panjang (Sumatera Barat), Kota Balikpapan (Kalimantan Timur), Kota Bandar Lampung (Lampung), Kota Pontianak (Kalimantan Barat), Kabupaten Manokwari (Papua Barat), dan Kota Sorong (Papua Barat). Selain itu, wilayah lainnya yakni Kota Batam (Kepulauan Riau), Kota Bontang (Kalimantan Timur), Kota Bukittinggi (Sumatera Barat), Kabupaten Berau (Kalimantan Timur), Kota Padang (Sumatera Barat), Kota Mataram (Nusa Tenggara Barat), dan Kota Medan (Sumatera Utara).
”Peraturan ini mulai berlaku pada 12 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021. Pengaturan pembatasan kegiatan masyarakat di kabupaten/kota di luar Jawa-Bali yang menerapkan PPKM darurat ditetapkan sesuai dan sejalan dengan PPKM darurat yang berlaku di Jawa-Bali sesuai dengan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15, 16, dan 18 Tahun 2021,” kata Dedy.
Ia menyampaikan, Presiden Joko Widodo pun telah mengarahkan agar anggota TNI bisa turut membantu pelaksanaan penanganan pasien Covid-19 yang tidak bergejala dan bergejala ringan. Koordinator PPKM darurat di setiap wilayah dapat mengarahkan tenaga operasional TNI untuk mengumpulkan data kasus positif yang akan digunakan sebagai dasar pendirian tempat perawatan bagi pasien.
Penentuan tempat perawatan ini akan ditentukan bersama Kementerian Kesehatan agar tidak ada tumpang tindih dengan upaya yang dilakukan oleh puskesmas. Tenaga kesehatan dan dokter yang sedang menjalani masa pendidikan TNI pun diberikan tugas untuk mendistribusikan paket obat yang disediakan oleh Kementerian BUMN.
Dedy menuturkan, opsi untuk penambahan rumah sakit juga terus dilakukan. Itu beserta dengan dukungan penyediaan barang dan alat kesehatan yang diperlukan.
”Target pemerintah adalah ruang isolasi dan ruang perawatan intensif di seluruh Jawa dan Bali akan ditingkatkan sampai 40 persen dari kapasitas sebelumnya,” katanya.