Srikandi, Sistem Rekam Uji Klinis untuk Capai Integritas Data
LIPI mengembangkan aplikasi berbasis ”web” untuk mengolah data uji klinis. Aplikasi bernama Srikandi ini mendukung berbagai proses, mulai dari akuisisi, manajemen, hingga audit.
Uji klinis merupakan fase penting yang harus dilakukan dalam pembuatan produk obat. Ini diperlukan untuk memastikan keamanan, efektivitas, serta mutu produk yang dihasilkan teruji sesuai standar.
Seluruh data dalam proses uji klinis pun harus disimpan dengan baik untuk mendukung proses analisis dari penelitian. Data-data yang tersimpan juga menjadi dasar bagi badan otoritas obat dalam menentukan kelayakan produk yang dikembangkan.
Data yang dihasilkan dari suatu uji klinis dapat digunakan untuk proses registrasi dari obat, produk biologis, atau alat kesehatan kepada regulator. Data ini juga menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta publikasi ilmiah.
Berdasarkan cara uji klinis yang baik, sistem penjaminan kualitas data diperlukan untuk memastikan integritas data yang dihasilkan. Data keamanan dan efikasi produk yang diteliti harus memiliki integritas tinggi untuk menjaga keselamatan pasien yang nantinya akan memanfaatkan produk yang dihasilkan.
Karena itu, kualitas data uji klinis menjadi sangat penting dalam proses penelitian yang sesuai dengan syarat cara uji klinis yang baik. Namun, proses pengolahan data uji klinis sering kali menemui kendala. Itu terutama terkait data yang tidak terintegrasi, seperti data yang tidak valid ataupun data yang tidak dapat dipercaya.
Baca Juga: Kewajiban Uji Klinis untuk Obat Baru Harus Dipatuhi
Berangkat dari kendala tersebut, para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan aplikasi berbasis web untuk mengolah data uji klinis. Aplikasi yang disebut dengan Srikandi atau sistem rekam uji klinis andalan Indonesia dapat mendukung proses akuisisi, manajemen, pengolahan ataupun analisis data, monitoring, serta audit proses uji klinis.
Koordinator Pelaksana Laboratorium Riset dan Peneliti Madya Pusat Penelitian Informatika LIPI Rifki Sadikin menyampaikan, Srikandi untuk uji klinis multipusat (multi center clinical trial/MCCT) mulai dikembangkan pada pertengahan 2020. Sistem ini merupakan bentuk kerja sama dari LIPI dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan dukungan pendanaan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Dalam proses pengembangan, para peneliti juga didukung para ahli dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hasil dari sistem ini juga telah dikonsultasikan dan diuji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM).
Setidaknya sudah ada lima uji klinis multipusat yang menggunakan sistem ini. Sistem Srikandi kini sudah dapat diakses melalui https://mcct.hpc.lipi.go.id. Dengan adanya Srikandi diharapkan pelaksanaan uji klinis terutama untuk produk obat bisa lebih mudah dilakukan. Data-data yang dihasilkan selama uji klinis pun bisa tersimpan dengan rapi.
”Sistem ini dikembangkan untuk mendorong kegiatan uji klinis bisa mencapai akurasi data dan kepatuhan akan regulasi. Itu sesuai dengan kriteria cara uji klinis yang baik yang ditetapkan oleh Badan POM yang memiliki kewenangan dalam mengawasi pelaksanaan uji klinis,” katanya.
Setidaknya ada tujuh fitur yang tersedia di sistem Srikandi, yakni Persiapan Uji Klinis, Manajemen Protokol, Akuisisi Data, Verifikasi dan Validasi Data, Monitoring dan Audit, Pelaporan, dan Analisis Data. Dari fitur tersebut terdapat beberapa fitur pelengkap yang juga dibutuhkan dalam pendataan uji klinis.
Sistem berbasis web ini juga memiliki fitur kontrol akses, back-up, serta keamanan data dan kerahasiaan data subyek penelitian. Peneliti utama dan operator data di tingkat nasional dapat membuat protokol uji klinis melalui Srikandi karena sistem ini dilengkapi dengan fitur pembuatan formulir laporan kasus elektronik (e-case report form/CRF)yang dapat dimanfaatkan secara dinamis sesuai kebutuhan.
Sistem ini dikembangkan untuk mendorong kegiatan uji klinis bisa mencapai akurasi data dan kepatuhan akan regulasi. Itu sesuai dengan kriteria cara uji klinis yang baik yang ditetapkan oeh Badan POM.
Berdasarkan cara uji klinis yang baik, CRF merupakan dokumen yang dapat berbentuk cetak, optik, atau elektronik yang dirancang untuk merekam semua informasi yang dibutuhkan dalam protokol pengujian. Dokumen ini juga akan dilaporkan kepada sponsor penelitian mengenai setiap subyek uji klinik.
Peneliti harus memastikan keakuratan, kelengkapan, keterbacaan, dan ketepatan waktu dari data yang dilaporkan kepada pihak sponsor. Untuk itulah, desain CRF sangat penting untuk mendukung peneliti dalam menghasilkan data yang akurat dan lengkap.
Rifki menuturkan, para peneliti yang berada di fasilitas pelayanan kesehatan juga dapat memanfaatkan sistem Srikandi MCCT untuk mengakuisisi data uji klinis yang bersifat terjadwal, seperti penapisan, inklusi, eksklusi, dan pemantauan. Akuisisi data yang tidak terjadwal seperti adanya kejadian tidak diinginkan dalam uji klinis juga bisa dilakukan lewat sistem tersebut.
Sementara untuk keperluan audit dan analisis, sistem MCCT pada Srikandi juga bisa digunakan baik untuk analisis data yang bersifat standar maupun analisis real time big data. Sistem ini juga dapat digunakan untuk berbagai penelitian uji klinis di Indonesia yang dilaksanakan di banyak lokasi.
”Dengan keunggulan itu, sistem ini dapat memfasilitasi uji klinis multicenter sehingga diharapkan dapat memenuhi standar kepatuhan uji klinis sesuai cara uji klinis yang baik. Sistem ini juga diharapkan mudah digunakan dan mendukung kolaborasi penelitian multicenter,” ujar Rifki.
Kepala Pusat Inovasi dan Pemanfaatan Iptek LIPI Yan Rianto menilai, pemanfaatan Srikandi dapat mendukung kegiatan uji klinis di Indonesia menjadi lebih baik. Uji klinis yang dilakukan bisa menghasilkan data yang sahih, dapat dipercaya, dan kredibel.
Baca Juga: LIPI Kembangkan Aplikasi Sistem Rekam Uji Klinis
Sistem ini pun dapat digunakan sebagai bukti dasar manfaat dan keamanan untuk pengembangan kebijakan program kesehatan. Dengan begitu, peningkatan derajat kesehatan masyarakat bisa dicapai dengan lebih baik.
Pelaksana Harian Kepala LIPI Agus Haryono menyampaikan, sistem Srikandi dipercaya akan mempermudah tim peneliti uji klinis dalam melakukan penelitian. Pelaksanaan uji klinis obat yang dijalankan di berbagai fasilitas pelayan kesehatan bisa lebih mudah karena data-data yang dihasilkan selama uji klinis dapat tersimpan dengan rapi.
”Keberhasilan pengembangan Srikandi ini menjadi bukti manfaat kolaborasi multidisiplin antara peneliti bidang informatika dan kesehatan, serta kolaborasi dari berbagai jenis profesi lainnya,” katanya.
Hal ini sekaligus dapat mendongkrak ketertinggalan Indonesia dalam pelaksanaan uji klinis di dunia, termasuk ketertinggalan dari Malaysia dan Thailand.